Selamat membaca
_____
Nasib sial datang kepadaku, bersusah payah ku sembunyikan kertas ulangan harian itu. Namun, bundaku menemukannya dan memberikannya pada ayahku.
Aku terduduk di lantai setelah satu tamparan keras mendarat sempurna di pipiku. Kakakku hanya menatapku miris. Bundaku memilih bersembunyi di balik tubuh kakakku.
"Apa yang kamu lakukan hah?! Sudah kubilang kau harus belajar!!"
Seberapa menyedihkannya suara tangisku pun tidak akan membuat mereka merasa iba padaku. Aku terduduk lemas menatap mereka satu per satu.
Aku hanya diam, tidak berniat menjelaskan apapun kepada mereka. Toh aku akan tetap mendapatkan pukulan dari tangan kekar ayahku.
Mungkin bagi orang lain, nilaiku itu sudah cukup bagus, tapi bagi orang tuaku tidak. Tidak bagus sama sekali. Sempurna bagi mereka adalah ketika nilaiku penuh dengan angka seratus.
Aku melihat sebuah gunting diatas meja. Ku tatap benda tajam yang tampak berkilau itu. Tidak ku perdulikan lagi ocehan ayahku.
Aku berjalan perlahan, melangkahkan kakiku ke arah meja dan memilih mengambil gunting di atas meja tersebut, lalu menusuknya pada pergelangan tanganku.
Sepersekian detik hening, semua menatapku dengan kepanikan yang luar biasa. Hanya sebuah suara yang hening yang menutupi indra pendengaranku, aku tidak mendengar apapun lagi. Selain suara terakhir ibuku "Matilah!!"
Aku tersadar setelah suara itu terasa begitu horor bagiku. Aku menarik lengan bajuku, bekas luka itu tampak menyakitkan di tanganku.
Kejadian tahun lalu yang tidak akan pernah kulupakan. Aku menutup mataku dan menengadahkan wajahku kelangit menatap bintang-bintang yang tampak pudar.
Aku menghela napas. Menyibakkan anak-anak rambut yang masuk ke mata.
"Berat ya?"
Aku terkejut mendengar suara itu. Seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahku dengan polosnya bertanya padaku.
Seorang pria berkaos abu-abu dengan senyum yang tampak tulus untukku. Pria yang tahun lalu membuat jantungku berdebar dan sampai saat ini pun masih begitu.
"Kenapa disini?" tanyaku padanya.
"Kenapa? Emang nggak boleh?" tanyanya lagi, sambil melirikku lalu kembali menatap kedepan.
Aku berdiri dari bangku itu, hendak kembali ke rumah setelah mencari udara segar.
"Tunggu!" kata pria itu.
Aku berbalik menatapnya, dia juga ikut berdiri, setelah ia berdiri aku menatap wajahnya yang lebih tinggi dariku.
Dia menarik tudung hoodieku, lalu memakaikannya di kepalaku. "Jangan lama-lama diluar, ini udah malam. Dingin tau!"
Katanya, yang berhasil membuat wajahku yang tadinya dingin menjadi panas. Setelah itu dia berlalu meninggalkanku. Aku menatap punggungnya hingga ia terlihat begitu kecil dan tak terlihat lagi.
Setelah ku pastikan tidak ada orang, aku kembali duduk pada bangku tadi. Lalu mengambil rokok dan sebuah mancis dari saku hoodieku.
Aku menyelipkan rokokku itu diantara jari telunjuk dan jari tengahku dan tanganku yang satu lagi menyalakan korek api. Menghisap rokok di malam hari, sendirian tanpa diketahui siapapun, sudah menjadi kebiasaan bagiku sejak setahun lalu.
Setelah semua orang meninggalkanku. Setelah kenyataan pahit menghantam ku, setelah semua ingatanku runyam.
•••
Orang-orang tampak sangat bahagia, kecuali diriku. Mereka menggandeng tangan pasangan mereka masing-masing. Aku mengambil sebuah permen karet dari dalam sakuku dan mengunyahnya.
Karena lama menunggu bus, aku mulai bosan sendirian sampai sebuah motor mengklakson di hadapanku.
Orang yang mengendarai motor itu menaikkan kaca helmnya, membuatku terperangah sedetik.
"Nggak bawa motor?" tanyanya.
Aku menatap kearah lain, senyum pria ini bisa mengalihkan duniaku. "Ikut aku yuk, kita pulang bareng" ajaknya.
Aku menatapnya. Dan setelah lama berpikir akhirnya aku memilih naik ke atas motor itu. "Kenapa nggak bawa motor?" tanyanya setelah aku menaiki motornya.
"Siapa sih yang bawa motor? Aku tuhh di antar jemput sama kakakku!" Kataku dengan nada yang sedikit lebih tegas.
Dapat terdengar dengan jelas pria itu menghela napasnya. Namun tidak bisa kulihat wajahnya yang tertutup oleh helm.
Diperjalanan tidak ada satupun yang menyahut, baik aku dan dia. Kami sama-sama tenggelam oleh pikiran kami masing-masing.
Tiba di rumahku, rumah kami maksudnya. Karena rumah kami bersebelahan. Ia kembali memberikanku sebuah pertanyaan.
"Sekarang kelas 12, kan?"
Aku hanya menatapnya datar, "kalau kamu?" tanyaku malu-malu.
Ia tersenyum simpul, lalu menjawabku "kuliah..." katanya singkat.
Aku hanya mengangguk setelah itu berjalan melewatinya tanpa sepatah kata pun.
"Aku pulang!!" kataku saat memasuki rumahku.
Senyum hangat ayah dan bundaku menyapaku, begitu juga dengan kakakku.
Aku langsung masuk ke dalam kamarku dan mengganti pakaianku. Kulihat diriku di depan kaca, mencoba tersenyum, tidak ada sama sekali yang membuatku bahagia, haruskah aku menyusul?
"Kasihan banget sih kamu!" kataku pada pantulan diriku yang berdiri di depan cermin itu.
Bersambung...
_____
Jangan lupa votenya !!!
Thank you 🥺
Sampai jumpa di chapter selanjutnya
Bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm a Liar (Revisi)
Novela Juvenil"I'm a Liar" sebuah kisah yang menceritakan perjalanan hidup seorang gadis yang tidak bisa lepas dari kenangan masa lalunya. Kemudian bertemu dengan seorang pria yang benar-benar tulus menyayanginya. Namun, siapa sangka pertemuan mereka seharusnya t...