CHAPTER 17

32 10 16
                                    

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca

___

Aku kembali ke 'Rumah singgah'. Aku berada di kamar mandi. Berdiri menatap kaca di depan wastafel.

Melihat wajahku yang tersenyum sumringah. Bahagia? Tidak, rasa itu tidak ada. Aku tidak tahu apa yang salah, aku bahkan bertemu dengannya setelah sekian lama.

Tapi tidak ada rasa bahagia di sana yang kudapatkan setelah menemuinya. Aku semakin cemas dan gelisah, takut jika Aska tidak datang lagi padaku.

Prang!!!

Kaca-kaca bening dari cermin tersebut jatuh menjadi kepingan kristal dilantai.

"Aku akan kembali untuk menjemput dengan mobil besok! Kita pulang kerumah hmm?" Kata-kata itu... Ahh. Aku mendesah resah sungguh takut jika janji itu tidak ditepati, apa yang akan ku lakukan? Aku tertawa di depan cermin yang sudah tidak berbentuk wujudku menampilkan banyak wajahku dari semua sisi retaknya.

"Jangan banyak berharap!"

"Mana mungkin dia akan kembali setelah melihatmu lebih gila dari pada sebelumnya!"

Aku menyalakan keran air itu 10 menit yang lalu. Wastafel itu menumpahkan air berwarna merah tersebut. Dari luar anak-anak panti lainnya mengetuk pintu, mencoba mendobrak.

Aku terduduk menunggu mereka berhasil membuka pintu itu dengan darah segar yang masih menetes di pergelangan tanganku. Aku tersenyum puas saat anak-anak itu berhasil mendobrak pintu.

Mereka berteriak histeris. Memekakkan gendang telinga. Sayup-sayup suara air itu detik demi detik berhenti menetes. Dan aku kembali kehilangan kesadaranku.

"Apa yang kau mau?"

"Menghilang seperti di telan bumi, aku sudah tidak ingin tinggal di dunia yang penuh duka ini"

"Aku... yang akan menjadi suka-mu akan aku pastikan mengembalikan dirimu seperti dulu!!"

"Seperti apa aku yang dulu?"

Aku tidak mendengar jawaban lagi, sebuah cahaya terang menyilaukan mataku yang tertutup. Aku terbangun. Baru kali ini aku tertidur senyenyak itu.

Esok harinya, sepanjang hari aku ditemani oleh anak-anak panti. Tidak ada yang membiarkanku sendirian. Tidak ada yang meninggalkanku sendirian. Ramai canda tawa mereka menggema di seluruh ruangan.

Aku mencoba tertawa hambar. Pikiranku lari bersama dengan perginya Aska kemarin malam. Apakah ia akan kembali?

Masih bertanya sendiri di dalam benakku dan tidak ada jawabannya. Satu-satunya jalan adalah menunggu.

Entah mengapa hari itu berlalu sangat lama. Aku banyak melamun sangat banyak. Hingga malam tiba.

Anak-anak Panti tertidur di sampingku. Mengeratkan pelukannya. Aku masih menunggunya. Lama.... Lama sekali.

"Sudah kuduga"

"Ia tidak akan datang"

Aku melepaskan pelukan mereka. Anak-anak itu tertidur pulas. Lelah menjagaku seharian penuh. Aku berjalan keluar kamar tidak lupa mengambil Hoodie hitamku.

Hoodie hitam ini. Bukan aku pemiliknya. Aku tahu betul aku tidak pernah membelinya dan tidak tau kudapatkan dari mana. Aku hanya suka memakainya.

Sebelum benar-benar keluar dari kamar, aku menemukan sebuah kertas. Haruskah kutuliskan juga surat? Aku terkekeh pelan memikirkannya.

Aku menulisnya. Benar-benar menulis selembaran itu kutinggalkan kertas itu bersama sebuah foto dan jejak air mata di atasnya.

Aku menaiki anak tangga satu per satu memikirkan banyak hal yang akan terjadi kedepannya. Meskipun belum tentu semua itu akan terjadi.

Aku menghela nafas berkali-kali. Menyibak anak-anak rambut yang menutupi penglihatanku. Aku tiba di atas.

Ada pagar besi penghalang disana. Aku menunduk melihat tanah di bawah yang dibasahi oleh air hujan. Pas sekali... Hujan turun membasahi tubuhku dengan percikannya saat aku berada di loteng.

Sekali lagi melihat ke arah jalan. Mungkin saja mobil Aska akan datang. Tapi setelah datang apa? Apa aku harus ikut dengan Aska? Apa aku akan kembali kerumah lamaku? Atau aku tinggal bersama Aska dirumahnya? Setelah itu apa? Apa Aska akan menjagaku seperti yang lalu-lalu?

Apa dia benar-benar menyimpan rasa untukku selama ini? Apa perasaannya masih sama? Tidak mungkin. Mungkinkah masih dengan beralas rasa kasihan, maka ia menemuiku?

Dan yang terpenting apakah orang-orang akan menerimaku kembali? Aku melihat pergelangan tanganku. Masih dipenuhi luka sayatan. Rambut yang tiap hari semakin menipis.

Apakah pada akhirnya depresi ini mengalahkanku? Bertahun-tahun... Hebat sekali aku menahannya.

"Ibu... Maafkan aku, tapi aku ingin ikut denganmu" Hujan semakin deras turun bahkan kali ini diikuti dengan kilat dan suara guntur yang sangat besar.

Aku mendengar suara salah satu anak panti. Aku menyebrangi pagar pembatas itu. Berdiri berpegangan pada pagar itu. Anak yang tadi memanggilku berteriak histeris. Aku melihat cahaya dari lampu mobil di bawah mendekat ke arah panti.

Apakah? Itu mobil Aska?

"Maaf tapi aku tidak mau hidup di dunia bersamamu Aska" lirihku dan... aku melepaskan pegangan pada pagar itu. Menutup mataku. Membiarkan diriku jatuh kebawah dengan angin dingin yang menusuk hingga tulang.

Bersambung...

_____

Halo... Gimana kabarnya...

Pusing kah sama cerita ini?

Baper kh sama sosok Aska?

Dan untuk foto kakaknya Vanya penasaran kh?

Hehehe

Nantikan chapter selanjutnya.

Oh iya chapter selanjutnya adalah chapter terakhir. Alias TAMAT jadi di tunggu yaaa kelanjutannya.

BTW jangan lupa share cerita ini ke teman, sahabat dan kerabat kalian yaaa

Dan juga silahkan komen sebanyak-banyaknya, saya sangat membutuhkan saran dan masukan kalian mengenai tulisan saya ini.

Sekian dulu hari ini....
Terimakasih sekali lagi ku ucapkan kepada para readers 😘

Bye bye, see you next chapter 😌

I'm a Liar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang