بسم الله الر حمن الر حيم
Astaghfirullahaladziim
Astaghfirullahaladziim
Astaghfirullahaladziim-Wattpad cuma selingan, Al-Qur'an yang utama-
🕋🕋🕋🕋
Aku duduk di hadapan cermin dalam sebuah kamar yang sangat asing, usai dimandikan kini aku di dandani, sangat menor menurutku. Namun, sekali lagi aku tidak sanggup protes, ibu-ibu sangat ramai, aku tidak akan menang membantah mereka.
Ku tatap diri dalam cermin, kerudung berwarna putih full pernak-pernik silver itu menghiasi kepalaku, di letakkan di atas jilbab, kami menyebutnya tuguk meduaro. Kebaya merah serasi dengan jilbabku, sementara kain yang di sulam penuh dengan benang emas itu kami sebut tapis dengan motiv jungsarat sudah ku kenakan dengan rapi. Ingin tidak percaya, namun nyatanya di sini lah aku sekarang, telah menjadi calon pengantin dari laki-laki yang tidak pernah aku harap lagi. kenapa aku seperti dipermainkan oleh takdir seperti ini, entah apa yang Allah rencanakan sebenarnya.
Entah berapa lama, aku akan terkurung di dalam rumah, setiap hari harus mengenakan kebaya dan sarung tapis atau songket. Beruntung aku memakai jilbab, jika tidak maka setiap hari juga harus bersanggul, hingga hari pernikahan tiba. Jika memiliki uang makan sebulan persiapan adalah waktu yang sudah sangat cepat, jika tidak maka bisa memakan waktu berbulan-bulan tinggal di rumah mempelai laki-laki meski belum ada ikatan.
Namun, aku tidak terlalu khawatir karena di sini aku akan tidur dengan beberapa gadis setiap harinya, juga tidak diizinkan untuk berdekatan dengan pengantin laki-laki, karena itu akan melanggar norma agama, juga norma adat kami. bagaimanapun lampung di mata orang luar, atau bagaimanapun tingkah manusia-manusianya saat ini, kami tetaplah suku yang berlandaskan dengan islam.
"Bunda," panggilku pada calon ibu mertua.
"Iya, nak."
"Ginda masih kuliah, Ginda gak mau berhenti. Bunda tau, cuma Ginda harapan buyah," kataku memelas, berharap bunda akan mengerti perasaanku karena kami sama-sama perempuan. aku benar-benar ingin pulang, buyah pasti sangat khawatir sekarang.
"Kamu gak usah khawatir, nanti kamu akan tetap lanjut kuliah," ucapnya meyakinkanku.
"Tapi besok ada ujian," kataku. Bunda tidak menjawab, hanya mengelus punggungku dan berlalu.
Aku dituntun keluar kamar, orang-orang yang sedang sibuk menghias rumah kini Terfokus padaku, begitu juga Ferry yang kini memakai kopiah emas. Mereka semua membuat ku malu karena tatapan mereka
"Majew kak ghadew mandei, soraak...." (Pengantin sudah selesai mandi. Soraak....)
"Eeeeeeeeeeeeeee." Sorak mereka serempak menyambutku. Jika ini kehendak ku, maka saat ini harusnya jadi momen yang bahagia, namun sebaliknya, aku linglung.
Para tetangga yang hadir semakin ramai, aku duduk di atas kasur persegi empat dengan tinggi sekitar 70cm, dipaksa tersenyum dan bersikap ramah dengan para tamu.
Tidak lama, suara mobil memasuki halaman, menabrak kursi yang diletakkan di sana. Jantungku berdegup kencang. Aku yakin, surat sudah sampai ke tangan buyah.
Beberapa orang laki-laki berlari masuk ke rumah kemudian keluar dengan memegang parang.
"Ya Allah..."
Para perempuan masuk, begitu juga aku Yaang di tarik menuju kamar, namun aku memberontak. Aku tidak akan membiarkan ada yang sampai terluka.
Aku bisa melihat buyah, kiyay Hasbi , dan saudara-saudara ayah. Semuanya memegang senjata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Patah Hati? Emang Berhak?
RomanceSeperti mendung yang tak selalu hujan, begitu juga cinta tak selalu bersatu. Benar memang, cinta tak pernah salah, hanya saja ia sering tak tepat waktu, tak tepat yang dituju, juga diungkapkan dengan cara yang keliru. Ginda, gadis manis itu jatuh ci...