2. Asdos Fakeboy

2.6K 473 269
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

Astaghfirullahaladziim
Astaghfirullahaladziim
Astaghfirullahaladziim

Allahumma sholli'ala saydina Muhammad wa ala Alihi saydina Muhammad.

-Wattpad cuma selingan, Al-Qur'an yang utama-

🕋🕋🕋🕋

"Kematian itu pasti, 'akan ke mana kita setelahnya?' itu yang harus diperjuangkan."

........

Aku mengenang mu sebagai hujan yang menyejukkan, hadirnya membawa manfaat dan keberkahan meski hanya sesaat.

Aku mengikhlaskan semuanya, jasad tertimbun tapi nama tetap terkenang. Dia akan tetap hidup dalam hatiku sebagai harap yang tak kesampaian, sebagai mimpi indah yang tak bisa aku wujudkan.

Aku berjalan menyusuri lorong menuju kelas, tempat di mana pertama kami bertatap mata lalu berpaling tanpa suara.

"Ginda!" Panggil salah seorang teman sekelas ku, aku menoleh mendapatinya membawa buket mawar putih berukuran besar "Ini." Ucapnya sambil tersenyum.

"Dari siapa?"

"Gak ngerti gue, yang jelas dia cogan," Katanya diakhiri gelak tawa kemudian berlalu begitu saja sebelum aku sempat bertanya lebih lanjut.

Belum hilang keterkejutan ku mendapat bunga sekarang penjaga gedung menghampiriku dengan buket besar berisi susunan coklat.

"Dari siapa, Pak?" tanyaku penasaran.

"Gak tau, bapak baru pertama lihat orangnya. Bapak permisi dulu ya, Mba Ginda," Pamit Pak Sam. Jangan bingung kenapa penjaga gedung sampai hafal namaku, karna jelas aku yang selalu datang lebih awal, kadang menyempatkan mengobrol sebentar dengan beliau, meminjam proyektor untuk kelas pun biasa menggunakan KTM milikku.

"Tunggu, Pak." Aku mengejarnya, seingatku Pak Sam memiliki anak perempuan yang masih kecil.

"Ini bawa aja buat anak bapak."

"Gak usah, Mba. Ini kan untuk Mba Ginda." Tolaknya halus.

"Gak apa-apa, pak. Anggep aja hadiah dari saya. Oh iya, ini bunganya bawa pulang sekalian, kasih untuk istri bapak, ya. Biar jadi lebih romantis," candaku.

Hidupku penuh kepura-puraan, bagaimana bisa aku berlaga baik-baik saja padahal hatiku masih saja menangis, aku hanya tidak ingin orang lain tau seberapa besar dukaku.

"Mba Ginda bisa aja, beneran buat saya, Mba?"

"Iya bener, Pak. Kalau gitu Ginda permisi dulu ya, Pak." Pgantian aku yang pamit dan kembali menuju kelas. Aku tidak ingin terbebani dengan hadiah semacam itu, lagi pula siapa yang mau mengirimiku bunga dan coklat? Memang aku siapa harus punya pengagum rahasia segala?

Aku masuk ke kelas mengambil tempat duduk seperti biasa, di bangku terdepan yang tepat berhadapan dengan dosen. Teman-temanku sering mengatakan aku seperti kuliah privat apalagi jika sudah sesi tanya jawab dengan para dosen.

Aku melakukan hanya karna aku merasa lebih memahami penjelasan jika menatap langsung orang yang berbicara, itu lebih mudah bagiku ditambah lagi minus di mata. Namun, banyak yang salah sangka, mengatakan aku cari muka, tapi aku tidak perduli, manusia memang dasarnya seperti itu, menghakimi tanpa mau mengerti.

Patah Hati? Emang Berhak?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang