just waiting for you

22 9 1
                                    

  Seperti janjinya tadi malam. Azhan menepati janjinya untuk berangkat ke sekolah. Sebastian merasa senang melihat Azhan mengenakan seragam sekolah, tampak seprti siswa-siswa pada umumnya.

Suasana kelas masih belum berubah, tampak ramai seperti hari-hari kemarin. Hanya satu hal yang berbeda.

Hari ini Azhan tidak terlambat lagi. Sudah seminggu semenjak ketidakhadirannya di kelas ini, setiap pasang mata kini tampak memandang ke arah Azhan. Namun dia sama sekali tak memperdulikannya.

  Azka yang baru memasuki kelas tampak terkejut dengan apa yang dia lihat. Dia berlari dan merangkul bahu Azhan dengan tertawa.

  "Astaga... Lihat siapa ini yang pagi-pagi sudah standby disini.. Waaaa senangnya akhirnya sobatku satu ini tobat juga" Oceh Azka membuat Azhan merasa terganggu.

  "... Aishh berisik banget sih, menjauhlah. Kau seperti burung yang terus mencicit, itu berisikkk menganggu" Ucap Azhan dengan seringai di wajahnya.

  Sudah lama Azhan tidak melihat teman sebangkunya ini. Meskipun mereka sudah kenal satu sama lain sedari kecil, namun tetap susah bagi Azhan untuk mencoba akrab dengannya. Terkadang suasana diantaranya terasa canggung, Azhan juga bukan tipe orang yang akan memulai pembicaraan terlebih dahulu.

  "Eiyooo... Apa kau tak rindu aku?  Aku bahkan hampir mati merindukanmu Azhann... " Rengek Azka dengan bertingkah imut.

  Azhan mendecak.

  "CK..  Apaan sih, lama gak bertemu seprtinya otakmu makin gak beres ka. Lebih baik kau pergi ke rumah sakit jiwa sana" Ucap Azhan mendorongnya menjauh darinya.

  "Apaan sih... Kalau kau seprti itu, aku bakal terluka lohh... " Lagi-lagi Azka bertingkah imut.

  Dejun dan Juan berjalan memasuki kelas, dia langsung bersorak saat melihat Azhan duduk di bangku.

 
Mereka asik berbincang, seperti kawan lama yang tak bertemu puluhan tahun. Namun, suasana diantara Dejun dan Azka tampak canggung.

  Azka yang sedari tadi diam membuat Azhan menyadari suasana canggung ini. Namun, saat dia ingin bertanya Mahen datang mengejutkan semuanya.

Dia adalah bintang di kelas ini. Siswa dengan predikat baik, berprestasi dan sikapnya yang ramah dan akrab dengan semua orang membuatnya di sukai oleh semua siswa dan guru.

  "Wahh.. Lihat ini, dua orang yang selalu menghilang dalam kelas kini menampakkan wujudnya. Pasti dunia sedang tidak baik-baik saja kan" Ucap Juan dengan penuh tawa.

  "Kau yang tak baik-baik saja Juan, lama tak terlihat kau tampaknya makin bodoh ya?" Ucap Mahen dengan menyenggol bahu Juan.

  "Aishh... Sialan kau. Hah, tau aja sih, ini gara-gara kau beberapa hari ini tidak masuk sekolah. Nilaiku jadi ikutan hancur" Keluh Juan

  "Kau harusnya belajar sendiri, kenapa malah mengandalkan orang lain?" Ucap Mahen dengan tawa.

  "Jadi, kali ini kau membawakan kami apa?" Ucap Azka yang kini duduk di sebelah Azhan.

  "Hmmm... Tentu saja" Ucap Mahen dengan bangga sambil memamerkan medali emas di tangannya.

  "Wahhh hebatt kau!  Jangan lupa untuk mentraktir kami nanti" Seru Dejun dengan tawa.

  Mahen mengangguk, diapun mengetuk meja Azhan. Membuat sang pemilik meja itu melirik ke arahnya.

  "apa kabar? Lama tak jumpa?"ucap Mahen

  Azhan mengangguk, "seperti yang kau lihat,      tak buruk" 

  Azhan kemudian membenamkan wajahnya pada kedua tangannya. Seolah memberikan isyarat tak ingin di ganggu.

  Keempat siswa itupun melanjutkan pembicaraannya kembali. Mahen tampakknya tak terlihat canggung sama sekali, meskipun dia selalu absen saat mengikuti pelatihan untuk lombanya. Dia masih bisa berbaur dan akrab dengan teman-temannya.

   Seorang siswa berkaca mata berjalan kearah mahen dan teman-temannya. Tatapannya menunduk saat dejun memandangnya sinis.

  "oh, Dimas? ada apa dim?" tanya Azka

  "i-itu kepala sekolah menyuruhku untuk memanggil Mahen dan Azhan untuk segera menemuinya di ruangannya" ucap Dimas agak terbata-bata.

   "ahh oke makasih dim. Aku akan segera menemuinya" ucap Mahen dengan senyuman diwajahnya.

  Dimas hanya terdiam, tak ada ekspresi di wajahnya. Dimas selalu mengganggap mahen sebagai rivalnya, dia memang terkadang kagum dengannya tapi perasaan itu sudah berubah menjadi rasa benci. Dia kemudian pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Mahen kini tampak bingung setelah melihat ekspresi dimas. alisnya berkerut memandang azka dan dejun yang ada di depannya. Merekapun hanya mengangkat bahu dan kemudian tertawa bersama-sama.

   Jam pelajaran kedua kini sudah di mulai. tak seperti hari-hari lain, ketika jam pelajaran Sastra Inggris di mulai banyak siswa yang memperhatikan. Bagaimana tidak, seorang pria bak selebriti tengah berdiri di depan kelas. Wajahnya yang tampan membuat seluruh siswi di kelas itu tak dapat mengalihkan pandangannya.

Terkadang beberapa siswi bahkan berpura-pura memperhatikan pelajaran dengan antusias untuk mendapat perhatiannya. Tapi dia hanya menjawab seperlunya saja, membuat batasan antara siswa dan guru.

    "baiklah,pelajaran hari ini telah selesai. Bapak harap kalian dapat mengulasnya kembali sepulang sekolah. Oke sampai jumpa di pertemuan selanjutnya anak-anak" ucap Tio dengan Senyuman di wajahnya.

  "baik pak" jawab seluruh siswa.

  "oh iya, Azhan kau dipanggil kepala sekolah, bapak harap kau..." sebelum tio selesai mengucapkan kalimatnya Azhan berjalan keluar kelas. Membuat suasana sedikit canggung.

   Sebuah ruangan bernuansa hitam, seorang pria tengah duduk sambil membaca beberapa dokumen. Didepan mejanya tertulis Prof. Sebastian Jade Kepala Sekolah.

  Dia menatap seorang siswa yang kini duduk bersandar di sofa hitam di depan meja kerjanya.

Mereka tak berbincang-bincang hanya diam dengan aktivitas mereka sendiri. Sampai salah satu dari mereka akhirnya berbicara terlbih dahulu.

“untuk apa paman memanggilku?" ucap Azhan dengan menatap langit-langit ruangan.

“tak ada alasan khusus. Paman hanya ingin melihatmu" ucap sebastian yang kini tengah duduk didepannya.

Azhan menghela nafas. Dia tak habis pikir pamannya yang kelihatannya tengah sibuk malah memanggilnya hanya untuk bertemu dengannya.

"kalau begitu aku pergi dulu" ucap azhan seraya meninggalkan ruangan itu.

Sebastian kini hanya duduk sambil tersenyum, melihat wajah kesal keponakannya tadi.

    Jam pelajaran telah usai, Azhan pun melesat pergi secepat kilat. Lagi-lagi dia mendatangi taman yang sering dia kunjungi.

  Namun kali ini berbeda, dia seolah menunggu kedatangan seseorang. Sudah 3 jam dia duduk bermain ayunan sambil sesekali menoleh ke kanan kiri, mencari sosok yang ingin dia temui.

  Tapi sosok itu tak kunjung terlihat batang hidungnya. Azhanpun memutuskan untuk berjalan-jalan, dan sampailah dia didepan sebuah rumah berwarna biru,  didepannya terdapat beberapa tanaman dan bunga mawar.

  Azhan hanya menatap rumah itu dalam diam. Tak bergerak sedikitpun, langkahnya terasa berat saat hendak membuka pintu gerbangnya.

  Diapun mengeluarkan ponsel, dan kemudian pergi tanpa mengatakan apapun dengan ekspresi datar.

Oh! My Teacher!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang