2] Chemistry

324 85 23
                                    


Ini bukan pertama kalinya, namun tempat semacam klub masihlah bukan tempat untuk Sinbi dapat menyesuaikan diri. Berbeda dengan Yeseul yang dengan mudah bisa menyesuaikan diri meski dibanding pengunjung lain, dia jauh lebih tenang menikmati suasana.

"Cheers!"

Dentingan dua gelas kaca terdengar, Sinbi dan Yeseul menyesap minuman berakohol jenis Red Wine dengan kadar alkohol 14%.

"Lihat kearah angka 3." Suara Yeseul membisik cukup keras ditelinga Sinbi, suara musik yang keras membuat mereka harus berbicara dengan sedikit berteriak.

"Adik tirimu pandai memilih pakaian untuk bersenang-senang. Tidak seperti kakaknya yang kaku." Kekeh Yeseul. Sinbi tidak langsung menanggapi melainkan diam sambil memperhatikan goyangan adiknya.

"Dia akan berpikir dua kali setelah mendapat sentuhan dari pria disampingnya." Sinbi berkomentar lalu memilih memalingkan wajah begitu melihat Sherin menari ditengah desakan para lelaki sebayanya. Dari yang Sinbi amati, beberapa lelaki disana memandang pakaian minim Sherin dengan insting pemangsa.

Sebagai pengacara, tidak sedikit kasus pelecehan seksual yang sudah ditemuinya. Kasus semacam itu sering kali membuatnya emosional sebagai wanita. Namun ketika melihat langsung interaksi yang terjadi di klub malam, Sinbi tidak bisa memberikan reaksi yang lebih dari sebuah gelengan kepala. Dia hanya bisa mengamati dengan tatapan menilai.

Dalam pandangan pribadinya sebagai wanita yang minim pengalaman percintaan, semua jenis sentuhan bisa menjadi perkara pelecehan. Namun berdasarkan ilmunya pelecehan adalah tindakan kehendak sepihak yang merugikan korban, merasa terintimidasi dalam konotasi seksual. Ketika sentuhan yang menuntun kearah keintiman tidak membuat salah satu pihak merasa menjadi korban, maka pandangan pribadinya tidak berarti.

Sinbi beberapa kali mengerutkan kening dengan kehebohan orang-orang disekelilingnya. Kesenangan jenis ini sangat tidak ramah untuk seleranya. Benar kata Yeseul, bagi seseorang penikmat musik klasik jelas kehebohan ini cukup untuk membuatnya merasa mual. Belum lagi debaran musik yang tidak beraturan menambah rasa pusingnya. Meskipun begitu Sinbi memaklumi, semua orang memiliki selera dan cara yang berbeda untuk menemukan kebahagiannya. Dia menghargai itu.

Sinbi berucap kembali pada dirinya, jika bukan karena pekerjaan, ia tidak yakin berhasil menginjakkan kaki ke tempat ini.

Sambil menyilang kakinya di sofa yang tersedia disudut ruang, dua wanita berumur 27 tahun itu sesekali menyesap jenis minuman beralkohol yang mereka pesan. Untuk ukuran kecil, mereka tidak mudah dibuat mabuk.

Baru menikmati minuman itu dua sesap, Sinbi di kejutkan dengan dua orang berbadan kekar yang tidak asing. Mereka terlihat tegas mencari target diantara ramainya manusia. Sebab saling mengenal, Sinbi lantas segera mengalih pandangan dan menutup wajahnya dengan blazer yang melekat ditubuhnya. Sambil beranjak menjauh, Sinbi menarik tangan Yeseul untuk mengikuti pergerakannya.

"Yaa! Mau kemana? Aku belum menghabiskan minumanku! Itu mahal tau!" Teriak Yeseul tak terima dengan tarikan paksa Sinbi.

"Kau lihat dua pria kekar yang kepalanya menjulang diantara yang lainnya. Mereka suruhan pak tua itu. Mereka pasti sedang mencariku." Sinbi menjelaskan sambil berjalan membelah kehebohan orang-orang yang sedang menari.

Langkah kakinya yang terburu-buru hingga tidak lagi merasakan sakit ketika diinjak oleh orang-orang disekitar. Sampai sebuah sepatu hak tak sengaja menahan langkahnya hingga membuat Sinbi seketika terhuyung, kehilangan keseimbangan dan hendak jatuh saat sebuah tangan malah menyambut tangannya.

Sinbi begitu saja menggenggam lengan putih nan kekar yang menampilkan urat-urat kokoh ditangannya. Sinbi membenarkan posisinya, berdiri sebelum menoleh kembali melihat dua orang yang mencarinya berjalan mendekat.

Hidden ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang