Prolog

474 94 11
                                    

Club Hancha 3rd floor, distrik Gangnam, Seoul.

"Lihat kearah angka 3." Suara Yeseul membisik cukup keras ditelinga Sinbi, alunan musik EDM yang tengah dimainkan membuat mereka harus berbicara dengan sedikit berteriak.

"Adik tirimu pandai memilih pakaian untuk bersenang-senang. Tidak seperti kakaknya yang kaku." Kekeh Yeseul. Sinbi tidak langsung menanggapi melainkan diam memperhatikan goyangan adiknya.

"Dia akan berpikir dua kali setelah mendapat sentuhan menjijikan dari pria disampingnya." Sinbi berkomentar lalu memalingkan wajah setelah melihat Sherin menari ditengah desakan para lelaki sebayanya. Dari yang Sinbi amati, beberapa lelaki disana memandang pakaian minim adiknya dengan insting pemangsa.

Sebagai pengacara, tidak sedikit kasus pelecehan seksual yang sudah ditemuinya. Kasus semacam itu sering kali membuatnya emosional sebagai wanita. Namun ketika melihat langsung interaksi yang terjadi di klub malam, Sinbi tidak bisa memberikan reaksi yang lebih dari sebuah gelengan kepala. Dia hanya bisa mengamati dengan tatapan menilai. Sinbi beberapa kali mengerutkan kening dengan kehebohan orang-orang disekelilingnya. Kesenangan jenis ini sangat tidak ramah untuk seleranya. Bagi seorang penikmat musik klasik, jelas situasi ini membuat wanita itu merasa mual. Dirinya cukup dibuat pusing dengan jenis musik yang diputar.

Jika bukan karena pekerjaan, Sinbi tidak yakin dirinya berhasil menginjakkan kaki ke tempat ini.

Sinbi dan Yeseul mendapatkan permintaan khusus dari profesor Kim, itulah kenapa mereka sampai di tempat orang-orang memanjakan diri dengan kesenangan duniawi. Dua wanita berumur 27 tahun itu sesekali menyesap jenis minuman beralkohol yang mereka pesan. Untuk ukuran kecil, mereka tidak mudah dibuat mabuk.

Baru menikmati minuman itu dua sesap, Sinbi lalu di kejutkan dengan dua orang berbadan kekar. Mereka terlihat tegas mencari target diantara keramaian. Sebab saling mengenal, Sinbi lantas menutup wajahnya dengan blazer yang melekat ditubuhnya. Sambil berjalan menjauh, Sinbi menarik tangan Yeseul untuk mengikuti pergerakannya.

"Yaa! Mau kemana? Aku belum menghabiskan minumanku! Itu mahal tau!" Teriak Yeseul tak terima dengan tarikan paksa Sinbi.

"Kau lihat dua pria kekar yang kepalanya menjulang diantara yang lainnya. Mereka suruhan pak tua itu. Mereka pasti sedang mencariku." Sinbi menjelaskan sambil berjalan membelah kehebohan orang-orang yang sedang menari.

Langkah kakinya yang terburu-buru hingga tidak lagi merasakan sakit ketika diinjak oleh orang-orang disekitar. Sampai sebuah sepatu hak tak sengaja menahan langkahnya hingga membuat Sinbi seketika terhuyung, kehilangan keseimbangan dan hendak jatuh saat sebuah tangan malah menyambut tangannya.

Sinbi begitu saja menggenggam lengan putih yang menampilkan urat-urat kokoh ditangannya. Sinbi membenarkan posisinya berdiri sebelum menoleh melihat dua orang yang mencarinya berjalan mendekat.

"Sial!" Umpatnya, lalu berbalik menghadap pria yang sejak tadi hanya menatap datar kearahnya. Tidak peduli meski tatapan orang-orang tampak menerkam baginya.

Sinbi memejamkan matanya sebelum sedikit berjinjit, mengangkat tangan untuk meraih dan memeluk leher pria tampan yang membantunya.

Meski menahan malu setengah mati, Sinbi berbisik ditelinga pria itu. "Maaf membuatmu tidak nyaman. Sekali saja tolong bantu aku, jangan biarkan mereka melihat wajahku." Mohon Sinbi dengan lirih. Napasnya hangatnya berhembut tidak beraturan, menerpa sisi leher dari pria yang dipeluknya.

Sinbi pikir pria itu akan segera mendorongnya. Namun alih-alih didorong menjauh, Sinbi terkejut saat tubuhnya malah ditarik lebih dekat dan rapat. Dirasanya sebuah tangan memeluk posesif di area pinggangnya. Belum pernah ada lelaki yang menyamankan tangan disana sebelumnya. Meski terkejut Sinbi berusaha untuk tetap tenang diposisinya.

Hidden ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang