6] Connected

266 73 18
                                    

Hope u enjoy it guys <3

▪️▪️▪️

"Terima kasih untuk waktunya, dr. Jaein." Ucap Sinbi ramah pada rekannya.

Kim Jaein, dia seorang psikiater dari RSKJ pusat. Dari keterangan yang orang tua Gaeul katakan, dia pernah membawa Gaeul untuk melakukan konseling akibat mengalami post traumatic stress disorder. Konseling itu baru berjalan hingga 3 minggu rutin sampai Ibu Gaeul memutuskan untuk berhenti karena hambatan finansial. Kim Jaein mengiyakan perihal tidak menindak lanjuti konseling Gaeul secara pribadi karena mereka terikat dengan prosedur rumah sakit dimana administrasi harus dilakukan disetiap awal pertemuan. Namun, Jaein tidak menutup diri secara pribadi. Dia mengatakan akan membantu Gaeul untuk melakukan terapi. Tapi siapa sangka, Gaeul begitu cepat mengakhir semuanya.

Atas rasa penyesalan itu, Jaein bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus pemerkosaan Gaeul yang digugat atas pencemaran nama baik. Meski hanya bertemu dalam beberapa sesi konseling, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam sesi konseling itu Jaein merasa harus membeberkan hasil rekam medisnya atas kondisi Gaeul saat itu. Dan apa yang ditulis Gaeul dalam media sosialnya sebelum memutuskan mengakhiri hidup adalah apa adanya.

Interaksi timbal balik itu tidak terasa memakan waktu.  Mereka sudah membicarakan banyak hal selama dua jam terakhir.

Sinbi kemudian memperbaiki stelan blazernya, lalu berdiri dan tersenyum merasa begitu terbantu dengan pernyataan Jaein. "Sekali lagi terima kasih atas waktu dan informasinya, aku akan menghubungi jika ada perubahan waktu persidangan. Aku akan sangat mengandalkanmu, dr." Ucap Sinbi.

Jaein mengangguk, "Apapun, untuk memenangkan ketenangan bagi nyawa yang berharga." Katanya.

Sinbi mengangguk, mereka berpikir hal yang sama. Baginya tidak hanya memenangka gugatan atas kliennya. Namun melalui ini mereka dapat mengembalikan kesucian, keluguan dan kehormatan Hwang Gaeul. Mereka remaja yang masih memiliki masa depan yang panjang dan cerah, namun direnggut bagitu saja oleh pihak yang haus akan nafsu.

"Akan aku antarkan ke bawah." Senyum Sinbi saat mereka memasuki lift.

Jaein mengangguk. Meski hanya dua jam bercengkrama, Jaein secara tidak sengaja ikut membaca karakter Sinbi. Dia cukup merasa senang dengan kepribadian Sinbi yang optimis dan tampak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Dia tipe wanita ambisius, mandiri, berempati dan dapat berkomunikasi dengan sangat baik.

"Em, boleh aku tahu berapa umurmu?" Tanya Jaein begitu pintu lift tertutup, menyisakan mereka berdua didalamnya.

"Aku lahir ditahun macan, sepertinya aku lebih tua setahun." Tebak Sinbi begitu saja setelah beberapa menit yang lalu ia melihat wajah Jaein begitu mulus dan tampak lebih muda.

Jaein tertawa pelan karenanya. "Aku yakin kau lebih muda.. aku 29 tahun."

Sinbi langsung menoleh dan menatapnya seolah bertanya. benarkah?

"Apa aku harus memanggil dengan sebutan senior?"

"Tidak..tidak perlu.." cegah Jaein sambil tertawa pelan. "Aku senang bisa berbicara santai denganmu seperti sekarang. Jadi jangan merubah apapun, kau tidak perlu memanggilku seperti itu."

Sinbi mengangguk paham, mencoba santai meski dia tahu diri harus bersikap lebih sopan.

"Apa kau tinggal sendiri?"

"Ya?" Cengo Sinbi, tersadar dari lamunannya. "O-oh..ya, aku tinggal sendiri."

"Diumur akhir dua puluhan memang sudah saatnya mencoba peruntungan dan hidup mandiri. Bukankah rasanya menyenangkan?"

Hidden ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang