11. Hotel

391 58 0
                                    

Sohyun sedang menunggu Jimin yang sedang memesan kamar hotel, dia duduk di tempat menunggu sambil memainkan ponselnya. Jimin mengatakan jika mereka akan menginap sehari, ingin menghibur Sohyun. Bukan menghibur yang aneh-aneh, dia ingin mengajak Sohyun ke suatu tempat yang berada di sekitar pantai ini.

"Kapan kita akan mendapatkan kunci kamar?" Sohyun bertanya ketika Jimin berjalan ke arah dirinya. Pria itu duduk di depannya lalu mendesah lega, akhirnya dia sudah bisa duduk karena sudah terlalu lelah berdiri mengantri untuk memesan kamar.

"Sebentar lagi, resepsionis sedang menyuruh pegawainya untuk membersihkan kamar yang akan kita tempati. Hotel ini sedang full, karena terdapat orang penting yang menyewa 100 kamar. Sangat gila, kan?"

Sohyun membuka mulutnya, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jimin. Seratus kamar? Kenapa banyak sekali? Apa mereka memiliki acara penting sehingga harus menyewa seratus kamar?

"Benar-benar gila, biasanya mereka menyewa 100 kamar untuk apa?" Sohyun bertanya karena penasaran, tidak mungkin menyewa 100 kamar untuk liburan.

"Biasanya orang yang memesan 100 kamar itu karena memiliki acara penting di hotel ini, atau kemungkinan karena mereka berlibur. Orang-orang itu seperti ... orang terpandang." Jawab Jimin, namun Sohyun tetap saja masih tidak mengerti. Liburan? 100 kamar? Berapa banyak orang itu?

"Kenapa kau tau?"

"Aku pernah melakukannya." Sohyun membulatkan matanya, mengundang tawa. "Iya, aku pernah melakukannya. Saat itu, aku tengah berulang tahun, dan disaat itu juga di mana aku mendapatkan puncak kesuksesan ku. Aku memiliki 100 lebih rekan kerja, dan semuanya itu adalah pemilik perusahaan, sama seperti ku, aku memberi undangan kepada mereka untuk datang ke hotel bintang 5, aku juga menyuruh mereka untuk membawa keluarga. Lalu kami berlibur di suatu pulau sampai malam, aku juga menyewanya, besoknya kami pergi ke tempat yang direkomendasikan Jungkook, tempat itu adalah tempat yang cocok untuk para orang dewasa dan anak-anak. Sebuah villa, yang di sana terdapat banyak sekali hal-hal yang menarik."

"Kau sinting. Tapi acara itu kapan terjadi?"

"Dua bulan sebelum kita berpacaran."

Sohyun menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kalau aku sudah menjadi pacarmu saat itu, aku pasti sudah melarang mu untuk melakukan acara itu. Sinting sekali." Jimin terkekeh, dia sudah menduga jika jawaban Sohyun akan seperti itu. "Kau membuang-buang uang mu untuk perayaan itu, apalagi ini 100 kamar hotel, lalu menyewa pulau? Aku yakin, kau pasti memilih kamar yang harganya tidak bisa terbilang biasa."

"Benar ... saat itu aku membutuhkan hiburan karena stress dengan pekerjaan ku. Tentu untuk mendapatkan puncak kesuksesan, aku harus benar-benar bekerja keras. Aku hampir gila jika kau ingin tau. Tapi untung saja, Ayahmu membantu ku, sehingga aku bisa menyelesaikan pekerjaan ku dan mencapai kesuksesan itu."

Sohyun terdiam sejenak, kembali mengingat Ayahnya yang selalu menyuruhnya untuk bekerja keras.

"Saat perayaan itu, kau tidak mengundang Ayahku?"

"Tidak mengundang Ayahmu? Mana mungkin, dia orang pertama yang ku beri undangan, bahkan saat itu aku ingin memberinya hadiah, namun dia menolaknya. Dia juga tidak ingin datang ke perayaan kesuksesan ku, karena suatu hal. Kau tau apa alasannya, Sohyun?" Sohyun menggeleng, dia tidak tau, apa pun tentang pekerjaan Ayah nya dia pasti tidak tau. Dia tidak pernah ingin tau, karena menurutnya itu hal yang sulit. "Dia ingin menemani putri kecilnya, karena putrinya ingin menonton film bersama di rumah."

Sohyun ingat waktu itu, dia merengek kepada orang tuanya untuk menonton film bersama. Film kesukaan nya. Jika diingat-ingat, she missed those memories.

"You miss them?"

"Yeah, of course."

Jimin hanya bisa tersenyum kecil, "Ah ya ... perusahaan Ayah mu, bagaimana? Kau yang melanjutkannya?"

"Tidak, bukan aku. Tangan kanannya yang melanjutkan nya. Namun beberapa penghasilan dari perusahaan Papa, akan masuk ke rekening ku. Untuk pembagian gaji, sekretaris Papa yang melakukan nya. Dia mengatakan, jika aku sudah siap mengambil alih, aku harus menghubungi nya."

Jimin memiringkan kepalanya, "Kapan kau bertemu dengannya?"

"Kami tidak bertemu, namun dia menghubungi ku. Aku juga tidak tau di mana dia mendapatkan nomor telepon ku, tapi ku rasa dia bertanya nomor telepon ku saat ke beberapa keluarga ku saat kematian orang tuaku. Karena aku juga tidak mengenalinya."

Jimin hanya mengangguk pelan, sebenarnya dia tidak setuju dengan Sohyun yang terlihat santai karena terdapat seseorang yang mendapatkan nomor telepon nya tanpa meminta izin kepada nya.

"Mulai sekarang kau harus berhati-hati." Sohyun mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti dengan ucapan Jimin yang menyuruhnya untuk berhati-hati. "Aku tidak setuju, jika keluargamu langsung memberikan nomor telepon mu kepada sekertaris Ayah mu. Aku juga tidak setuju dengan dirimu yang terlihat santai begini, seharusnya kau takut dan lebih berhati-hati karena seseorang yang tidak kau kenali dan tidak pernah kau lihat, sudah mendapatkan nomor telepon mu. Bagaimana jika itu orang jahat?"

"Kenapa ... berpikir jika dia orang jahat?"

"Oh, come on, Sohyun. Aku tidak bermaksud menyakiti hatimu, tapi ku rasa kata-kata ini akan membuatmu mengerti. Orang tua mu sudah meninggal, orang tua mu juga terkenal akan perusahaan nya yang selalu maju setiap bulannya. Memangnya, siapa yang tidak mengetahui Ayahmu, Sohyun? Semua orang yang bekerja sebagai CEO hampir mengenali nya, dan dia kini sudah tiada, dan pastinya perusahaan itu akan turun ke tanganmu. Bisa saja ada orang jahat, yang mengetahui jika kau adalah anaknya, dia akan membunuhmu dan perusahaan itu akan menjadi bangkrut. Lebih tepatnya, mereka akan membunuh saingan mereka agar perusahaan mereka menjadi maju."

Oke, Sohyun mengerti sekarang.

"Aku mengerti ... apa perlu aku mengganti nomor ku?"

"Tidak perlu.. karena orang itu adalah sekertaris Ayahmu. Apa dia memberikan bukti jika dia adalah tangan kanan Ayahmu?"

"Ya ... dia memberikannya. Papa pernah memberi password kepadaku, kata Papa, password itu hanya untuk orang-orang yang dekat dengan Papa ku. Dan dia mengetahuinya. Ku rasa, dia memang tangan kanan Papa."

Jimin bernapas lega sekarang, setidaknya, yang mendapatkan nomor telepon Sohyun merupakan orang yang baik dan dipercaya oleh Papa.

Saat mereka sudah puas bercerita, resepsionis yang tadinya melayani Jimin pun menghampiri mereka berdua, kemudian memberikan kunci kamar. Dan tentu saja mereka langsung berjalan ke arah lift, mereka sudah lelah, ingin beristirahat dulu satu jam lalu keluar dari hotel lagi untuk menenangkan diri-jika tidak ketiduran.

"Aku ingin tidur satu jam, tolong kau bangunkan nantinya." ucap Jimin, matanya sudah terlihat sayu, terlihat mengantuk. Sedangkan Sohyun, wanita itu masih terlihat bersemangat. Seperti tidak merasakan rasa lelah dalam tubuhnya.

"Baiklah. Omong-omong, kapan aku masuk sekolah?"

"Lusa, itupun jika kau sudah siap."

"Aku sudah siap ..."

Jimin hanya tersenyum tipis. Saat lift terbuka, keluar beberapa seorang pria yang memakai jas. Penampilan mereka terlihat keren sekali. Ah, pastinya mereka yang termasuk dalam acara menyewa 100 kamar itu.

Dan Sohyun serta Jimin terdiam ketika orang terakhir yang keluar itu, tersenyum kepada mereka.

"Jimin? Dan gadis-aku lupa nama mu. Sedang apa kalian di sini?"

"Taehyung?"

•••

hum ... jangan lupa vote dan komennya ya!

Jimin Ahjussi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang