25. Memekik, Menguasai

148 40 18
                                    

Vote dulu, baru baca. Selamat bersemesta <3

            Seperti apa yang dia ucapkan pada Sekala pagi tadi, Binta memang berniat ingin menemui Nava

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Seperti apa yang dia ucapkan pada Sekala pagi tadi, Binta memang berniat ingin menemui Nava. Entah untuk urusan yang mana tepatnya, tetapi dia merasa harus menemui kakak nomor duanya itu. Rasa bersalah yang menghantuinya dua minggu belakang tentu tidak bisa dilupakan begitu saja.

Lupakan sejenak perkara hubungan mereka yang saat ini adalah kakak beradik.

Binta jelas tidak pernah rela membiarkan lelaki yang sangat dicintainya itu terluka dengan begitu besar. Seumur hidupnya, selama nyaris setahun menjalin hubungan dengan Nava, Binta nyaris tidak pernah melihat wajah lelakinya dahulu separah itu. Nava yang dia kenal adalah pribadi yang hangat, ceria, dan memperlakukannya dengan begitu baik dan lembut. Melihat Nava yang sekacau dua minggu lalu dengan air mata meluber membasahi pipi miliknya, jelas merupakan mimpi buruk Cendrakasih Bintari Ayudisa.

Meskipun―ya, awal pertemuan mereka tidak tergolong baik. Namun ekspresi sakit dan luka yang dahulu ditemui Binta tidak ada apa-apanya daripada yang dia lihat malam itu.

Nava yang ia temui begitu rapuh, hancur, lemah, dan terluka di saat yang sama. Namun si nomor dua Adiwangsa jelas tidak ingin tampak lebih menyedihkan dan menyembunyikannya di balik kepribadian keras serta sok kuat yang ia tunjukkan kepada seluruh penghuni rumah.

Itu jelas terdengar lebih miris.

Maka di sinilah Binta berada sekarang. Di depan bimbingan belajar yang ditempati Nava setelah memesan satu paket cheeseburger bersamaan dengan kentang goreng dan minuman soda, lalu makanan penutup berupa es krim dengan saus cokelat yang melumurinya.

"Kamu bisa tunggu aku sebentar, Ta?" Binta bertanya memastikan saat baru saja turun dari motor Magenta.

"Bisa kok, bisa. Aku tunggu di depan bimbel saja, ya."

Binta mengangguk. Ia menyempatkan diri untuk tersenyum sejenak lalu melambaikan tangan pada Magenta. Di mata Magenta, senyum yang Binta perlihatkan padanya tampak begitu lebar dan lepas. Pendar matanya tampak begitu jelas dan siapa saja yang melihatnya walau sekilas, tetap bisa menilai kepribadian sahabatnya itu yang menyenangkan.

"Duh, Bin, Bin. Untung hatiku sudah jadi punyanya Jani, jadi tempat buat kamu udah nggak ada," gumam Magenta seraya menggelengkan kepala. Tidak percaya sendiri dengan perkataannya, lalu menuju tempat parkir menunggu sahabatnya di sana.

Di sisi lain, Binta dengan semangat menggebu, sekalipun harap-harap cemas, masih menyematkan senyum lebar miliknya. Dengan kantung plastik berisi tentengan makanan untuk Nava di sana. Yah, kalaupun nantinya Nava menolak makanannya, Binta masih sanggup pulang kendati harus kecewa. Begini-begini, Binta sudah menyiapkan hati.

"Kak Nava nggak ada pesanan lain apa? Perasaan suka banget sama cheeseburger?"

Pemuda yang ditanya tersenyum tipis, ia melirik Ayudisa yang tengah berada di sampingnya, memerhatikan raut wajah penasaran kekasihnya, "Memangnya kenapa, Disa?"

Merebah Bumi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang