30. Mimpi Indah, Binta

123 35 16
                                    

Seperti biasanya, jangan lupa vote sebelum baca. Selamat bersemesta :))

recomended playlist : Nadin - Bertaut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

recomended playlist : Nadin - Bertaut

            Binta di bawa menuju lantai 2. Tepat di mana rumah Baskara dan Biru berada. Demi menghindari percakapan yang terdengar banyak orang, Ibu Baskara dengan baik hati meminjamkan tempat tinggalnya. Lantas membiarkan tiga orang tersebut memakainya, lalu meninggalkan mereka untuk memberi ruang.

Binta cukup terkejut. Dia pikir, dirinya akan dibiarkan berada di sini sampai esok―barangkali. Namun angannya yang ingin meninggalkan rumah terpaksa buyar. Tepat ketika pintu rumah makan terbuka dan memunculkan jelas eksistensi Bunda serta Sekala di sana. Tersenyum lega menatap Binta.

"Binta nggak mau pulang. Pokoknya nggak mau!" Binta langsung mengeluarkan ucapannya bahkan sebelum siapapun memulai.

Bunda hendak memberikan usapan lembut di kepala Binta, tetapi Binta dengan gesit menolak sentuhan Bunda.

Wanita tersebut menunduk, sedikit kecewa dan menyesal, tetapi tetap memancarkan senyum teduh hangatnya, "Kenapa nggak mau pulang, Dek? Kan rumahnya Dek Binta nggak di sini."

Binta tak bisa menjawab, "P-pokoknya nggak mau!"

"Setelah ini Binta mau makan apa? Oh, Dek Binta sudah makan, ya? Atau mau Bunda belikan es krim kayak biasa? Kamarnya mau direnov juga? Atau mau dibelikan buku baru? Hm? Pulang, ya, Sayang," bujuk Bunda.

"NGGAK MAU! BINTA NGGAK MAU PULANG! BUNDA KOK MAKSA, SIH!"

"Binta!" tegur Sekala, pemuda yang sejak awal duduk di hadapan mereka hampir saja bangkit dan menarik Binta paksa untuk pulang.

Bunda memberikan tanda agar Sekala tidak berbuat apapun, mau tak mau si Naradipa menurut.

"Terus maunya gimana?" tanya Bunda masih sabar, "Mau di sini? Dek, di sini rumahnya Baskara. Nggak enak kalau kamu di sini, nanti repotin mereka."

"Ibunya Baskara nggak masalah kok. Mba Biru juga tadi sudah bilang Binta boleh di sini saja."

"Meskipun boleh, Binta nggak boleh begitu. Kalau sedang marah dan sedih, seharusnya Binta pulang ke rumah, dan rumah Dek Binta bukan di sini." Bunda perlahan menyentuh pipi sang putri, yang syukurnya tidak kembali mendapat penolakan, lantas melanjut dengan teramat lembut, "Rumah Binta adalah tempat di mana Bunda, Mas Kala, Mas Nava, dan ... Ayah berada. Bersama kami."

Binta yang sudah berniat untuk tidak kembali menangis, kini harus kembali menumpahkan air matanya. Bibirnya bergetar hebat, tetapi masih sanggup melanjutkan ucapannya tanpa pikir panjang, "Binta nggak punya rumah! Rumahnya Binta sudah pergi! Bunda nggak usah sok baik dan nerima Binta!"

"Dek, kamu bicara apa? Kamu itu putri Bunda, sudah sepantasnya Bunda―"

"AKU BUKAN ANAKNYA BUNDA!" jerit Binta pilu, mengabaikan teriakannya yang kembali menggema dan sayup-sayup terdengar sampai lantai bawah.

Merebah Bumi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang