34. Berharap Suatu Saat Nanti, Kau dan Aku kan Bertemu Lagi

123 36 6
                                    

Dikarenakan satu dan lain hal, bab ini nggak aku revisi. Jadi, kalau ada salah-salah atau typo dan semacamnya boleh dikomen, biar diperbaiki.

Bab ini mengandung 3000++ kata, jadi harap dibaca perlahan. Jangan lupa juga untuk vote sebelum baca!! Happy reading dan selamat bersemesta!

 Jangan lupa juga untuk vote sebelum baca!! Happy reading dan selamat bersemesta!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Navarendra memegang sebuah foto dalam genggaman tangannya. Pemuda tersebut tersenyum tipis. Cukup lama ia menduduki pinggiran ranjang. Hanya duduk dengan pikiran yang melanglang buana, pun sisa-sisa senang yang masih tertinggal dalam dadanya. Ada dia dan saudara-saudaranya yang tengah tersenyum lebar. Masih dengan dia dan Binta dengan baju seragam mereka, serta Sekala.

Memang selepas itu ocehan Bunda jelas terdengar. Bunda tidak mempermasalahkan anak-anaknya bersenang-senang, justru ia lega mendengar itu. Tetapi perihal Sekala yang tidak mengabari dan membuat wanita tersebut khawatir tentu tidak ditoleransi. Mereka bertiga duduk di sofa ruang tengah. Menunduk dengan Bunda yang berdiri di hadapan mereka. Sesekali memijat kepala karena pusing dengan tingkah laku anak-anaknya. Namun tanpa disadari Bunda, tiga bersaudara itu saling mengulum senyum dan menertawakan jika salah satu di antara mereka ada yang kena sasaran.

Sudah lebih dari satu minggu. Navarendra ingat selepas itu dia dan Binta tidak terlibat perkelahian apapun. Nava pun sudah tidak menolak setiap kali berangkat bersama Binta ke sekolah ataupun berjalan beriringan menuju kelas mereka masing-masing. Itu jelas kemajuan yang hebat. Serta berita hubungan darah keduanya sudah pasti menyebar ke satu sekolah. Perihal dua bersaudara yang memiliki pamor tinggi, ternyata mempunyai adik bungsu lainnya yang tidak kalah cantik.

Gadis-gadis yang awalnya hendak mem-bully Binta jelas mundur. Terutama ketika dia dan Nava berjalan bersama memasuki area sekolah. Nava memang tidak melakukan apapun. Dia tidak sedang mengancam siapapun yang berani melukai adiknya akan berurusan dengan dia. Namun sorot mata tajam dan mengintimidasi darinya sanggup membuat siapapun mundur, Binta pun mempunyai Baskara dan Magenta yang selalu ada dengannya. Terlepas dari itu semua, Binta juga cukup tangguh untuk melindungi dirinya sendiri.

Jelas ada tanda tanya besar terkait asal-usul Binta yang mendadak muncul. Namun keluarga yang bersangkutan mampu menutup semuanya dengan baik. Tidak ada yang tahu termasuk Magenta dan Baskara.

Lagipula, biarkanlah itu menjadi masa lalu mereka. Sebuah kejadian besar yang menjadi pelajaran untuk semua orang yang terlibat. Sesuatu yang bisa dipetik hikmahnya, tidak untuk dilupakan, tidak pula untuk dikenang, hanya untuk dijadikan pelajaran dan pijakan untuk mengambil langkah yang baik ke depannya.

Tok... Tok ...

"Mas Nava? Ini Binta."

Nava segera menyimpan foto tersebut dalam laci meja belajarnya. Ia lalu membuka pintu dan menemukan Binta tengah berdiri di hadapannya.

"Ada apa?"

"Bunda bilang kalau lapar,makan mie dulu atau pesan makanan di luar. Soalnya kayaknya aku, Bunda, sama Ayah bakalan pulang maleman. Mas Kala juga pulang kampus malam-malam."

Merebah Bumi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang