29. Pulang dan Rumah yang Sesungguhnya

136 38 11
                                    

sebelum baca, dibiasakan vote terlebih dahulu. Selamat bersemesta :)

            Mengunjungi tempat pemakaman umum disaat rembulan tengah menampakkan eksistensinya dengan teramat jelas, jelas sebuah tindakan konyol sekaligus bodoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Mengunjungi tempat pemakaman umum disaat rembulan tengah menampakkan eksistensinya dengan teramat jelas, jelas sebuah tindakan konyol sekaligus bodoh. Terlepas dari ada-tidaknya hantu yang menjadikan tempat tersebut sebuah tempat tinggal, tidak menutup fakta bahwa tempat itu mengerikan. Jangan lupakan sebuah fakta bahwa ada banyak sekali mayat yang terkubur di dalam sana dengan cerita kematian tiap-tiap mayat tersebut yang tidak kalah mengerikan.

Binta tahu dia benar-benar tolol. Siapa pula yang rela mengunjungi tempat mencekam ini di malam hari. Sendirian pula. Tentu saja tidak ada yang senekat dan seberani Binta. Terkecuali kumpulan manusia-manusia kurang kerjaan yang tengah menguji nyali―barangkali saja. Tetapi di sana, Binta justru memasuki kawasan tersebut tanpa ragu. Mengabaikan atmosfer yang sekejap berubah semenjak ia memasuki area pemakaman, tidak menutup fakta bahwa di luar area tersebut, ada sebuah jalanan ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang.

Gadis tersebut melangkah tanpa ragu. Dengan isi kepala separuh kosong, kewarasaannya yang menguap, serta rapalan doa yang ia baca agar tidak memperoleh gangguan apapun. Niatnya baik mengunjungi tempat ini, ia tidak sedang melakukan sebuah ritual atau pesugihan semacam itu.

Sorot mata Binta menatap lurus dan mencoba melangkah berhati-hati. Mencoba tidak menginjak apapun yang berbahaya dan menghindari makam-makam yang kerap menghalangi langkahnya.

Sampailah ia pada sebuah makam yang tidak begitu tampak baru, berbeda dengan makam lainnya, makam ini hanyalah berupa sebuah gundukan tanah dengan batu nisan di ujungnya.

Tangis yang sejak tadi Binta tahan, tumpah begitu saja. Gadis tersebut mengepalkan dua tangannya erat-erat. Tidak membutuhkan waktu lama untuknya segera bersimpuh. Mengabaikan celananya yang kotor pun menundukkan kepala dalam-dalam, dan menempatkan kedua tangannya pada gundukan yang sudah tertutupi rumput tipis.

Suara isak tangis Binta memenuhi area pemakaman yang sepi. Bahu gadis remaja itu naik-turun tak berirama. Air mata terus bercucuran membasahi celana sekaligus tanah kuburan yang lembab dan dingin. Dadanya sesak sekali, sehingga dilepaskan saja tangisan itu tanpa memedulikan keadaan sekitar.

Perlahan, di sela-sela tangisannya, Binta menggumam pilu.

"Ibu ... ibu ... Binta mau pulang, Binta ingin kembali dengan Ibu," pintanya dengan suara tersendat dan bergetar. Gadis tersebut mengepalkan tangan, membuat tanah yang menutupi raga ibunya itu mengotori ruas-ruas jemari sekaligus kukunya. Namun Binta memilih abai.

"Ibu, kenapa meninggalkan Binta? Kenapa tidak ajak Binta ikut bersama Ibu saja? Ibu sudah berjanji akan terus bersama Binta. Kenapa Ibu pergi seperti ini?! Kenapa?!" serunya.

Binta tak bisa menahannya. Ia lantas terjatuh dengan kepala yang berada di puncak makam sang ibu. Gadis tersebut menangis tanpa henti. Tak peduli wajah dan lengan bajunya yang sudah kotor dengan tanah. Binta lantas kembali mengucapkan permohonannya yang sia-sia.

Merebah Bumi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang