2. Sebuah Kisah yang Harus Berakhir

273 55 41
                                    

Dibiasakan sebelim baca, tekan tombol bintang dulu yaa. Ramaikan lapak ini di kolom komentar juga. Terimakasihh.
Selamat bersemesta

   BAB 2

SEBUAH KISAH YANG HARUS BERAKHIR

________________

        Binta baru saja selesai menata seluruh makanan di atas meja. Dari hasil penilaiannya, Bunda termasuk wanita yang pandai memasak. Tidak jauh berbeda dengan ibunya dahulu. Menghabiskan waktu memasak bersama Bunda setidaknya mampu membuat rindu Binta dengan ibu kandungnya terobati. Gadis remaja tersebut pun cukup senang ketika Bunda berhasil memuji kemampuan memasaknya. Bahkan mengajak Binta untuk membuat kue bersama di akhir pekan nanti.

"Bunda, aku pulang!"

"Bunda di dapur, Nava!" balas Bunda ikut meninggikan suaranya.

Meja makan sudah terisi dengan Ayah yang kini tengah sibuk membalas beberapa pesan penting yang ada di ponselnya, lalu Sekala yang baru saja turun dengan penampilan lebih segar dan rambut yang masih basah.

"Bersihkan badan dulu, Nava. Ganti baju baru ikut makan malam."

Namun bukan sebuah kata 'iya' seperti yang biasanya Nava ucapkan ketika Bunda menitah. Pemuda tersebut justru berdiri dekat meja makan. Menatap tajam Binta yang sejak tadi menunduk dan mengalihkan pandang. Menyibukkan diri dengan kegiatan lain asalkan tidak membalas tatapan menusuk Nava padanya.

Sekala yang tak sengaja melihat Binta dan Nava bergantian, pada akhirnya bersuara, "Nava, ganti baju dulu," peringatnya.

Nava menarik satu sudut bibirnya. Lidahnya dimainkan dengan menusuk pipi bagian dalam dengan mata memincing, "Nggak nafsu makan. Nanti keracunan. Dulu kan Bunda dan Ayah ngajarin kalau kita nggak boleh gampang percaya sama orang asing."

"Nava!" itu Ayah. Suaranya tegas dan ponsel yang sejak tadi dimainkan bahkan sudah diletakkan di atas meja, "Jaga ucapan kamu. Kalau nggak mau makan ya sudah. Nggak usah buat masalah di sini."

Suasana yang baik itu mendadak berubah dalam sekejap. Mencekam. Pegangan Binta pada sendok dan garpunya mengerat dan kepalanya tertunduk dalam. Gadis tersebut bahkan menggigit bibir kuat-kuat hanya menahan air mata tetap berada di pelupuk.

Sekalipun sudah menyiapkan mental sejak jauh-jauh hari, tetapi kenapa rasanya tetap menyakitkan seperti ini?

Memberanikan diri, Binta mencoba mengangkat sedikit kepalanya. Hanya untuk melihat Nava yang masih berdiri di tempat yang sama. Dua pasang netra itu saling bersirobok. Di sana Binta bisa merasakan betapa dingin dan tidak bersahabatnya sorot yang diberikan Nava untuknya.

Menahan napas, diam-diam Binta meringis dalam hati. Ah, jadi sorot teduh yang dulu selalu aku terima sudah benar-benar hilang, ya?

"Oh jadi gitu? Mentang-mentang sudah ada anak baru. Anak yang lama main dibuang saja. Besok siapa yang mau dibuang? Mas Kala? Atau justru Bunda?"

Merebah Bumi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang