10.

162 30 22
                                    

Halo guys!!
Jangan lupa follow aku terlebih dahulu sebelum baca cerita ini, biar aku semangat!!!



Gue menatap Mas Abi yang duduk di kursi yang berada didepan kamar, kamar kost gue ada satu set kursi dan pas banget di depan kamar gue, soalnya gue ke bagian dikamar depan.

Mas Abi yang tau gue datang, dia langsung berdiri. Penampilan Mas Abi terlihat kacau nggak seperti biasanya yang selalu rapih, bajunya kusut rambutnya berantakan, dan jangan lupakan kantong matanya. Dia nggak tidur berapa hari emangnya.

"Habis belanja?." Dia menanyai gue, ya jelaslah nggak lihat apa gue bawa tentangan belanjaan.

"Iya." Hanya satu kata yang terlontar dari mulut gue, bingung mau jawab apa.

"Saya mau ngomong sama kamu." Suaranya terdengar lesu.

"Aku buatin minum dulu." Gue masuk ke kamar buat naruh barang belanjaan. Sambil membuatkan Mas Abi minum, kasian kan mau ngomong takut haus nanti.

Gue keluar dari kamar sambil membawa secangkir kopi, kenapa dari kamar? Soalnya gue punya dispenser sendiri nggak perlu repot-repot ke dapur kost. Kost punya bu intan ini ada dapurnya dibelakang, tapi gue males kalo harus ke belakang.

Gue suguhkan kopinya.

"Terimakasih."

"Iya sama-sama." Tumben dihari Senin begini dia kelihatan santai, biasanya kan lagi dikantor pacaran sama berkas-berkasnya. Kalo gue jadi dia mending dikantor yang jelas ngasilin duit daripada disini ganggu gue yekan.

"Saya nggak bisa tidur." Loh kok curah ke gue. Harusnya curhat kedokter yang tau obatnya. Berati gue salah dong nyuguhin kopi, ntar malah tambah nggak bisa tidur.

Gue hanya diam. Bingung mau nyautin apa.

"Saya nggak mau kita putus." Tandasnya.

Kemarin gue bilang putus dia fine-fine aja kok, bahkan nggak nyegah gue. Kok sekarang nggak mau.

"Kenapa?." Tantang gue.

"Saya sayang sama kamu."

Oh ya? Misi sih? Ingin gue jawab kayak gitu.

"Kamu marah sama saya karena saya kirim uang sepuluh juta? Atau karena pesan dari Liodra?." Serasa diintrogasi sama polisi.

"Kamu jangan kekanakan gini dong Ran, cuma karena ini kamu putusin saya?." Kekanakan? Gue kekanakan?.

"Kalo aku kekanakan, yaudah nggak usah pacaran sama aku dong, bagus kan aku putusin kamu biar kamu bisa cari cewek yang lebih dewasa." Ketus gue, kesel lah gue dibilang kekanakan.

Tanpa gue duga Mas Abi menarik tangan gue kasar, langkah kakinya lebar gue kesusahan ngimbangin langkahnya.

"Mas lepasin sakit!." Gue berteriak. Seolah dia tak mendengarkan suara gue.

Dia tetap mencengkram tangan gue menuju mobilnya. Gue terpaksa masuk mobilnya. Gue mau keluar dari mobilnya, tapi gue kurang cepet karena Mas Abi udah masuk mobil dan mengunci mobilnya.

Dia menjalankan mobilnya dengan kecepatan diatas normal, gue yang nggak biasa jelas panik dong.

"Mas, bisa pelanin nggak?."

"Nggak!." Bentaknya.

Gue menelan ludah dengan susah payah, selama ini baru ngeliat Mas Abi semarah ini. Gue menoleh kearah jalan, aman! ini jalan ke arah rumahnya. Gue kan takutnya pergi ke hutan atau kemana, karena saking marahnya Mas Abi ke gue gue dibuang disana, ihhh kan ngeri.

Masih dengan seretan paksanya mas Abi menarik gue dirumahnya. Gue kaget saat masuk rumah kenapa banyak barang-barang pecah, sofanya yang ada juga sudah tidak selayaknya sofa biasa  diduduki.

Mas Abi nggak memberikan gue ruang buat lepas, dia memasukan gue kekamarnya. Anjir pikiran gue udah travelling kemana-mana. Mau di apain gue hua mama!.

Mas Abi meninggalkan gue di kamar, pintunya pun dikunci dari luar.

"Mas Abi!! Buka pintunya!!." Teriak gue sambil berusaha membuka pintu.

"Saya nggak akan buka pintunya sebelum kamu tarik kata-kata sialan mu itu." Kata Mas Abi dari luar.

Apa-apaan sih Mas Abi. Harusnya dia hargai dong keputusan gue.

"Buka Mas!." Lelah berteriak-teriak gue memutuskan untuk mendudukan diri dikasur.

Gue merogoh saku celana mencari HP ketemu!. Segera mendial nomor mami, siapa tahu Mami bisa bantu gue.

"Halo mi, mami bisa ke rumah Mas Abi sekarang nggak?." Tanya gue memburu.

"Halo, kenapa Ran?." Nada suara mami terdengar khawatir.

"Mami ke rumah Mas Abi sekarang bisa mi?."

"Iya mami kesana sekarang, kamu tunggu ya." Seolah mami tahu kalo gue di rumah Mas Abi.

Tak berselang lama gue dengar sayup-sayup suara dari luar kamar. Itu suara Mami, cepet juga mami nyampenya belum ada 15 menit udah disini, syukur deh.

"Mami!." Pekik gue saat mami membuka pintu kamar.

"Kamu nggak apa-apa, Abi nggak ngapa-ngapain kamu kan?." Tanya Mami beruntun.

"Mas Abi nggak ngapa-ngapain kok mi, cuma aku ngga boleh keluar."

"Sekarang kita bicarain ini sama-sama, dengan kepala dingin, Liodra juga ada di depan."

Apalagi yang perlu di bicarain sih. Gue hanya mengikuti langkah Mami yang keluar kamar dan beranjak menuju ruang tengah. Ternyata tempat yang tadinya berantakan kini sudah rapi, entah kapan tempat ini di bersihkan. Gue melihat ada Liodra yang duduk bersebrangan dengan Mas Abi. Liodra menundukkan kepala tanpa melihat gue.

"Liodra minta maaf ke Rania sekarang!." Titah Mas Abi telak.

"Mbak aku minta maaf ya soal pesanku kemarin, aku tau itu keterlaluan." Aku, mbak? Sejak kapan Liodra bicara sama gue pake aku, dan sejak kapan juga Liodra manggil gue mbak, gue kaget. Dari sorot matanya Liodra benar-benar menyesal. Eh ini beneran apa cuma karena disuruh sama Mas Abi aja?.

Mas Abi menatap gue seolah meminta jawaban dari perminta maafan Liodra.

"Kamu nggak salah kok Li, aku nggak papa." Jawab gue kaku.

"Jadi masalah kalian clear?." Suara Mami memecahkan suasana yang agak canggung.

"Kamu nggak serius kan minta putus dari saya?." Gue langsung natap Mas Abi.

"Aku serius." Gue menjawab tanpa ada keraguan.

"Kenapa?." Tanya Mas Abi datar. Mami menatap gue heran, dan Liodra masih menundukkan kepala.

"Dari awal aku udah bilang Mas, ini nggak ada sangkut pautnya sama Liodra yang kirim pesan ke aku."

"Lalu kenapa?." Tuntutnya.

"Bisa Mami bicara berdua sama Rania?." Tiba-tiba suara Mami memutus pembicaraan gue sama Mas Abi.

Mami mengajak gue ke taman belakang, sebenarnya apalagi yang mau di bicarakan.










Lama ngga update, ada yang nungguin??

Gimana sama part ini???

Yukk gas Vote dan komen

Lope sekebon buat yang baca ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Rania (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang