TL ; 03- Meminta Restu Ayah

2.5K 251 1
                                    

Kehidupan memang tak selalu indah seperti ekspetasi dan imajinasi yang ada di dalam pikiran kita.

Nyatanya, kehidupan itu selalu dipenuhi dengan luka, kepedihan, kekecewaan, kesedihan serta keterpurukan. Kehidupan yang benar-benar menyatakan kalau itu adalah kehidupan. Jika seseorang bertanya apa itu kehidupan, jawab saja kehidupan itu sangatlah pahit. Jika seseorang juga bertanya tentang bagaimana dunia ini berjalan, jawab saja bahwa dunia ini berjalan tidak adil.

Tidak ada bedanya ketika bertanya tentang kehidupan yang pahit dan dunia yang tak adil. Kedua hal tersebut justru dirasakan oleh pemuda manis bernama Na Jaemin.

Hidupnya yang benar-benar pahit juga dunia yang tak adil padanya. Lihat saja betapa buruk kehidupannya saat ini. Uang untuk makan saja hanya pas-pasan dan itu akan habis sebentar lagi. Ayahnya bahkan belum menerima gaji dalam tiga minggu ini.

"Siapa pria yang mengantar Nana semalam?"

"Nana tidak tahu, Ayah. Nana hanya tahu kalau Paman itu selalu membeli bunga di toko Ibu."

"Mungkin Ibu sudah mengetahui tentang pria itu sebelumnya. Apakah Nana mendapatkan luka ketika pria itu mengambil paksa uang yang Nana sembunyikan?" tanya pria paruh baya itu terlampau khawatir.

"Nana baik-baik saja, Ayah. Tapi uang hasil berjualan bunga itu telah diambil semua oleh ketiga pria gila itu. Uangnya tak ada yang tersisa. Maafkan Nana, Ayah..."

"Hei, tak apa jika uang itu diambil semua. Yang penting menurut Ayah adalah Nana baik-baik saja. Uang bisa dicari lagi, Ayah akan berusaha lebih keras lagi supaya Ayah dan Nana bisa makan dengan baik."

"Maafkan Nana, Ayah. Maafkan Nana karena selalu merepotkan Ayah."

Pria paruh baya itu segera memeluk Jaemin dan mengelus lembut surai hitam sang anak. "Jangan meminta maaf. Ayah tidak menyalahkan Nana. Ini semua sudah terjadi, sebaiknya dilupakan saja, oke?"

"Mhm..."

Pria itu mengecup sekilas dahi Jaemin sebelum melepaskan pelukannya. Ia mengambil sehelai kain lalu mengusap pelan di bibir sang anak. Gerakannya sungguh perlahan juga hati-hati.

"Bibir Nana terluka. Biarkan Ayah mengobatinya."

"Sshh— Rasanya sakit, Ayah..."

"Ayah akan mengobatinya dengan perlahan. Tahan rasa sakitnya, sebentar lagi akan selesai."

Jaemin hanya menurut. Pemuda manis itu menahan rasa sakit kala sang Ayah menyentuh sudut bibirnya yang terluka. Memang nyatanya, bibir itu terluka hingga mengeluarkan darah. Tak banyak, namun tetap saja rasanya sakit.

"Sudah selesai." Tuan Na itu menyimpan sehelai kain di dalam kotak lalu memusatkan semua perhatian kepada sang anak. "Apakah Nana akan menjual bunga di toko Ibu lagi?" tanyanya kemudian.

Jaemin diam tak menjawab. Pemuda manis itu menundukkan kepalanya dalam.

"Tak apa jika Nana ingin berhenti menjual bunga. Ayah mengerti keadaan Nana sekarang. Sebaiknya Nana tidurlah di kamar, ini sudah larut malam."

Mengecup sekilas pipi tirus sang Ayah dengan sayang sebelum melenggang pergi ke kamar.

"Selamat malam, Ayah. Nana sangat menyayangi Ayah."

"Selamat malam juga kesayangan Ayah. Ayah harap, semoga keesokan hari Nana mendapatkan kebahagiaan yang tak bisa dibeli oleh orang lain. Ini adalah doa seorang Ayah untuk anaknya."

Semoga harapan Ayah untuk Nana terkabul dengan baik.

—🐶❤🐰—

True Love [NoMin]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang