TL ; 01- Nana's Life

3.3K 309 0
                                    

Jaemin berlari tergesa-gesa sambil membawa sebuah kertas yang diangkatnya dengan tinggi-tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin berlari tergesa-gesa sambil membawa sebuah kertas yang diangkatnya dengan tinggi-tinggi. Anak laki-laki berusia 12 tahun itu tersenyum lebar kala melihat sang Ayah sedang melambaikan tangan di depan sana.

"Ayaaaaah!!!"

Tatapan remaja berwajah manis itu masih tetap di depan sana, hingga ia tak sadar bahwa ada sebuah batu cukup besar yang sebentar lagi akan membuatnya—

Bruk!

—terjatuh.

Sang Ayah yang melihat sang anak terjatuh langsung berlari menghampiri dan membantu sang anak untuk berdiri. Setelahnya pria paruh baya itu mengusap pelan luka di lutut yang mulai mengeluarkan darah segar.

"Tak apa, Nak? Apakah sakit?"

Jaemin hanya menggeleng kecil lalu tersenyum. "Nana tak apa, Ayah. Nana 'kan kuat seperti Ayah, jadi Nana tidak akan menangis." walaupun luka itu sebenarnya benar-benar menyakitkan.

"Ayo kita pulang sekarang. Ayah akan mengobati lukamu."

"Jangan pulang sekarang. Setidaknya Ayah harus melihat ini lebih dulu." Jaemin menyodorkan kertas itu kepada sang Ayah kemudian melanjutkan kalimatnya, "Ayah akan bangga memiliki anak seperti Nana."

Pria paruh baya itu meraih kertas lalu melihat juga membaca tulisan yang ada di sana. Wajah yang sebelumnya terlihat khawatir kini wajah itu terlihat memancarkan semburat kebahagiaan yang besar.

"Nana masuk ke pendidikan menengah pertama? Nilai yang Nana dapatkan semuanya berada di atas rata-rata." Pria itu dengan sigap memeluk erat sang anak. Mengucapkan banyak-banyak kalimat terima kasih kepada Tuhan, tak lupa juga mengucapkan syukur telah diberikan anak sebaik Na Jaemin.

"Nana hebat. Ayah bangga memiliki Nana. Terima kasih karena telah belajar giat selama ini."

"Ayah juga hebat karena selalu memberikan asupan nutrisi yang baik untuk otak kecil Nana." Jaemin terkekeh di akhir kalimat. Ia tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Tak menyangka nilainya akan setinggi ini.

"Nana ingin apa? Ayah akan memberikannya."

Tak berpikir lama, Jaemin hanya menjawabnya dengan menggeleng pelan. "Tidak ada yang Nana inginkan. Tapi kalau boleh menginginkan satu permintaan, Nana hanya ingin Ayah selalu ada di sisi Nana. Karena jika ada Ayah, Nana akan selalu bersemangat."

Jaemin mengerti jika keluarganya tidak semewah itu untuk membelikan apapun yang ia inginkan. Jaemin hanya tak ingin merepotkan orang tuanya saja.

"Jika Tuhan mengizinkan, pasti Ayah akan selalu berada di sisi Nana."

—🐶❤🐰—

Jaemin sekarang menginjak usia lima belas tahun. Persiapan ujian dan segala kegiatan belajar juga ia ikuti dan pahami. Jaemin tak mau membuat orang tuanya sedih karena kegagalan pasca ujian dan nilai yang mendadak turun. Jaemin hanya ingin orang tuanya kembali bangga padanya sebagai seorang anak. Selain itu, Jaemin juga tumbuh menjadi remaja yang memiliki wajah manis dan juga cantik— kata orang-orang yang melihatnya. Bahkan ada beberapa pria dewasa yang ingin mengajaknya kencan atau sekedar menjadikan Jaemin sebagai kekasih. Namun Jaemin langsung menolak dan pergi menjauh dari beberapa pria dewasa itu.

"Pria-pria dewasa seperti kalian hanya akan memanfaatkan wanita atau pemuda manis sepertiku sebagai bahan nafsuan. Lalu setelahnya akan membuang dan mencampakkan setelah birahi itu terpuaskan. Dasar pria-pria dewasa yang menjijikkan."

Katanya kala itu yang membuat beberapa pria dewasa mematung serta menelan saliva dengan perasaan kalut.

Jaemin langsung berlari menjauh juga berhasil lolos.

Untung saja. Nasib baik berada di pihak Jaemin.

—🐶❤🐰—

Tak terasa Jaemin sudah menginjak usia depalan belas tahun. Waktu terasa begitu cepat berjalan, dan terasa begitu senang kala Jaemin akan masuk ke universitas impiannya sedari dulu. Ia lulus dari sekolah menengah atas dan akan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi. Namun, rasa senang juga bahagia itu seketika lenyap begitu saja. Seakan waktu telah berhenti membuat Jaemin kehilangan semua kebahagiaannya, terutama Ibunya yang meninggal karena penyakit jantung yang sudah lama diderita serta uang yang sudah lama ia tabung kini telah habis untuk membayar hutang.

Jaemin kini hanya memiliki sang Ayah, pria yang semakin terlihat tua dengan waktu yang terus berputar. Pria itu tak lagi bekerja di sebuah perusahaan sebagai karyawan, melainkan menjadi pekerja kasar yang selalu membahayakan nyawanya. Tentu Jaemin sangat mengkhawatirkan Ayahnya, terlebih lagi kesehatan pria itu.

"Nana, maafkan Ayah. Ayah tak bisa membuatmu berada di universitas yang kau inginkan. Uang yang Ayah peroleh masih sangat kurang dari yang seharusnya. Ayah hanya seorang pekerja kasar yang memiliki gaji pas-pasan, tak sebanding dengan biaya mahal di sana."

Jaemin menggeleng keras. Dipeluknya hati-hati sang Ayah dan menumpahkan segala kepedihan juga kesedihan. "Ayah tak perlu meminta maaf. Nana tidak apa-apa jika Nana tidak masuk ke universitas itu, yang terpenting Nana masih bersama Ayah."

"Sekali lagi Ayah meminta maaf. Ayah belum bisa menjadi Ayah yang terbaik untuk Nana. Ayah belum bisa mewujudkan impian Nana untuk masuk ke universitas itu."

"Jangan berkata begitu. Ayah masih yang terbaik untuk Nana. Ayah adalah Ayah yang terbaik di dunia juga di hati Nana, tidak ada yang bisa menggantikan posisi itu selain Ayah. Ayah sudah melakukan yang terbaik untuk Nana selama ini, tak masalah jika Nana tidak kuliah."

"Nana..."

Jaemin melepas pelukannya. Mengusap lembut air mata yang mengalir deras di pipi sang Ayah. "Tak apa, Ayah. Jangan menyesal. Nana akan menggantikan posisi Ibu sebagai penjual bunga di kota. Nana ingin membantu Ayah."

"Tak perlu, Nana. Jangan melakukan itu. Biar Ayah saja yang bekerja menghidupi kehidupan kita."

"Nana harus bekerja, Nana ingin membantu Ayah meskipun mendapatkan hasil yang sedikit. Lagi pula toko kecil itu sudah lama tidak terpakai. Ibu pasti sedih karena Nana telah lama melupakan toko bunganya."

Pria paruh baya itu tak bisa menolak lagi. Hanya anggukan kecil yang ia berikan. "Baiklah, Nana boleh menggunakan toko bunga itu. Jika Nana lelah, jangan dilanjutkan, biar Ayah saja yang bekerja."

"No, no, no, Nana tak kenal lelah. Sudah Nana bilang kalau Nana itu kuat. Kuat seperti Ayah."

Pria itu mencubit gemas pipi sang anak. "Anak Ayah memang hebat. Maaf karena mengecewakan Nana."

Janji akan memasukkan sang anak ke dalam universitas impian telah terputus begitu saja. Janji itu telah ia ingkar sendiri.

Janji yang seharusnya terpenuhi.

Nana, maafkan Ayah karena mengecewakanmu berkali-kali...

Bersambung

Jangan lupa vote dan komen ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote dan komen ya.
Terima kasih banyak❤

True Love [NoMin]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang