TL ; 02- Meet?

2.7K 273 0
                                    

Jaemin menepati ucapannya.

Pagi yang cerah ini akan Jaemin manfaatkan untuk menjual beberapa bunga— yang sebelumnya sang Ibu lah yang menjual bunga sebelum wanita itu meninggal —di kota yang cukup luas ini.

Jaemin telah merapikan juga menjajarkan beberapa bunga sesuai dengan jenis-jenisnya. Teknik ini memudahkannya juga para pembeli dengan tujuan agar tidak kebingungan ketika ingin memilih.

"Paman? Bunga apa yang ingin Anda beli?" tanyanya saat sosok pria tampan mengenakan pakaian kerja serta kacamata hitam bertengger rapi di hidung mancungnya berdiri di depan toko bunga sang Ibu.

"Bi, saya ingin membeli bunga lily. Apakah bunga itu masih ada?"

"Bi? Paman ini tak salah memanggilku Bibi?" gumam Jaemin pelan sembari mengambil bunga yang pria tampan ini inginkan.

Pria itu membuka kacamata hitamnya lalu memberikan uang kepada Jaemin. Bunga lily itu sudah berada digenggamannya. "Terima kasih. Saya permi—" ucapannya terhenti kala ia menatap lurus sosok manis di depannya. "Kau siapa?"

"Saya penjual bunga di sini, Paman."

"Saya tidak mengenalmu sebelumnya. Biasanya Bibi Na yang selalu menjual bunga di sini."

Jaemin tertunduk, entah mengapa matanya tiba-tiba memanas. Rasanya Jaemin ingin menangis saat seseorang menyebut Ibunya. "Oh, Bibi Na itu adalah Ibu saya. Beliau sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Dan saya yang menggantikan posisi beliau di sini."

Merasa tak enak hati, pria itu langsung mengatakan kata maaf berulang kali, "Maafkan saya sudah lancang berbicara tentang Ibumu." setelahnya pria itu permisi dan segera pergi dari hadapan Jaemin.

"Apakah Paman itu selalu membeli bunga di sini? Terlihat sekali jika Paman itu mengenal sosok Ibu dengan baik."

—🐶❤🐰—

Sore hari semakin terlihat gelap. Jaemin pun semakin memperlihatkan binar kebahagiaan dalam sorot tatapan lembut itu. Tak menyangka jika bunga yang ia jual hari ini telah laku banyak, meskipun tak laku semua. Namun tak apa, uang yang didapatkannya mampu membeli makan malam untuknya dan juga sang Ayah.

Ketika Jaemin ingin menutup toko bunga sang Ibu, terdapat tiga pria bertubuh besar membawa senjata tajam di tangan kanan tengah mencegahnya.

"A-ada perlu apa kalian kemari?" tanyanya gugup yang dipenuhi dengan rasa takut.

"Bawa uangmu pada kami sekarang!"

Jaemin langsung menyembunyikan semua uang di belakang punggungnya. "Tidak, aku tidak akan memberikan uang ini kepada kalian! Ini uang hasil kerjaku di sini! Kalian tidak ada hak untuk memintanya bahkan memaksanya!"

"Cepat berikan uang itu kepada kami! Anak kecil sepertimu seharusnya berada di rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah, bukannya berjualan di tempat orang lain."

"Aku tetap tidak akan memberikan uang ini kepada kalian! Uang ini milikku!"

Salah satu dari tiga pria dewasa itu berjalan mendekati Jaemin. Sementara Jaemin tak bisa lagi kabur atau meminta pertolongan karena ini sudah terlarut gelap, orang-orang tidak ada yang berlalu lalang di tempat ini.

"Cepat berikan uang itu kepada kami, sialan!"

"Tidak akan!"

"Cepat berikan atau..." Pria dewasa yang mendekati Jaemin tadi langsung saja membelai pipi halus itu, satu tangan yang lain mencengkram kuat kedua tangan Jaemin. "...Kau akan aku perkosa di sini. Ah tidak, maksudku kami bertiga akan memerkosamu di sini, di tempat ini!"

"J-jangan lakukan itu, pria gila! Aku tidak akan memberikan uang ini, aku juga tidak akan memberikan tubuhku pada kalian semua!"

"Kau tidak bisa kabur dari sini, manis."

Pria itu seakan mengerti gerak-gerik Jaemin, dengan sigap melilit kaki remaja manis itu hingga tubuh besarnya semakin mendekat pada tubuh Jaemin.

"Sudah kubilang aku tidak akan— hhmmptt!"

Pria itu membungkam bibir Jaemin dengan ciuman yang kasar.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, dua pria yang di belakang langsung mengambil uang yang Jaemin sembunyikan lalu berlari dengan cepat meninggalkan satu temannya yang lain.

Pria gila itu menyudahi ciumannya lalu berkata dengan rendah, "Jangan membuang banyak waktu lain kali kalau uang itu tetap berada di tangan kami, manis. Beruntung masih di bibir, bukan di selangkanganmu. Lain kali jangan berjualan di tempat kami jika tidak ingin kami mengambil uangmu, kau mengerti?"

Setelahnya pria gila itu pergi dengan seringaian yang gila juga.

Jaemin hanya bisa terduduk sembari menangis. Ini adalah pertama kalinya ia berjualan di toko sang Ibu, tapi mengapa kali pertamanya di sini menimbulkan masalah yang sebesar ini? Semua uang hasil berjualan bunga telah dirampas oleh tiga pria gila itu dan tidak ada uang tersisa.

Jaemin hanya takut.

Takut jika sang Ayah akan kecewa padanya.

Takut jika sang Ibu akan menangis dan marah padanya di atas sana.

Juga takut pada dirinya sendiri saat ingin pulang ke rumah.

Jaemin menutup toko bunga milik sang Ibu lalu keluar dengan langkah yang gontai. Jaemin tak ingin pulang sore ini, namun ia tak tahu harus pergi ke mana.

Jaemin bingung, Jaemin kecewa, Jaemin marah. Mengapa ia tak melawan ketika ketiga pria itu memaksanya? Mengapa ia begitu lemah tadi? MENGAPA?!

"Ayah akan kecewa padaku... Ayah pasti tak ingin melihat wajahku lagi..."

Jaemin mendudukkan dirinya di halte bus lalu menangis dalam diam; menyembunyikan wajahnya di lekukan lutut. Udara dingin mulai menusuk ke dalam kulit membuatnya sesekali menggigil.

"Hidup memang tak seindah yang diinginkan."

Suara berat itu membuatnya mendongak. Sosok pria tampan yang membeli bunga miliknya pagi tadi yang tengah bicara. Bicara padanya.

"Paman yang membeli bunga saya pagi tadi? Apakah saya benar?"

Pria tampan itu mengangguk. Ia membuka jas kerja lalu memasangkan jas itu pada tubuh menggigil Jaemin, membuat sang empu tersentak kaget.

"T-tak perlu, Paman. Kenakan jas ini kembali."

"Kau yang membutuhkan jas ini."

"Tapi, jas ini milik Paman. Saya tidak berhak mengenakan barang milik orang lain. Itu tidak sopan, Ayah saya pernah mendidik agar selalu sopan kepada manusia yang lebih tua."

Jaemin ingin melepas jas hitam milik pria itu namun tangan mungilnya justru ditahan. Dan setelahnya tangan kekar pria itu ditarik kembali agar tidak lancang menyentuh tangannya.

"Paman—"

"Mari saya antar pulang. Cuaca sudah gelap dan sebentar lagi mungkin akan hujan."

Tidak banyak bicara, namun perlakuannya sungguh lembut.

Bersambung

Menyukai chapter ini? Semoga saja.

Jangan lupa vote dan komen yaaww❤
Serta jangan lupa follow akun ini jika kalian menyukai cerita ini atau cerita-ceritaku yang lain. Terima kasih dan sampai jumpa di chapter berikutnya❤🙏

True Love [NoMin]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang