BAB 03

39 20 10
                                    

Seperti yang dikatakan Paman Silva, pelayan pribadi Prince Daniel, bahwa Ibu Selir Hua tengah berkunjung.

Saat Prince Daniel dan Niel melewati gerbang istana, kupu-kupu terbang di atas taman kecil di depan istana. Harum bunga yang tenang menyapa indra penciuman mereka. Niel pernah menemani Prince Daniel mengunjungi keempat istri Kaisar, masing-masing memiliki ciri khas yang menandakan wilayah atau kedatangan. Termasuk Selir Hua, yang harum seperti bunga dan dikelilingi kupu-kupu cantik.

Memasuki istana, harum bunga semakin kuat, saat itulah pandangan keduanya jatuh pada sosok cantik yang duduk di ruang tamu. Menurut informasi yang Niel dapatkan, Selir Hua berumur kurang dari seratus tahun. Merupakan selir terakhir Sang Kaisar, sosoknya sangat cantik seperti tidak nyata. Selain harum bunga dan kupu-kupu, yang khas dari selir ini adalah pakaiannya. Niel ingat, pakaian yang dipakai Sang Selir ini adalah pakaian tradisional negara Asia Timur. Dengan rok panjang dan lebar, kemudian baju dengan lengan lebar pula yang menyapu lantai.

“Ibunda Selir Hua, maafkan putra ini karena membuat Ibunda menunggu.”

Niel melihatnya. Mata yang sipit dan meruncing di ujung yang tadinya menatap bunga di vas kini memejam. Sejak pertama kali melihatnya, Niel merasa bahwa selir ini sedikit berbeda.

“Prince Daniel, apakah kau kembali ke makam?”

Suaranya sangat halus, dalam semilir angin itu memabukkan, membuat seseorang terbuai untuk memejam. Namun sayang, bagi Niel, suara ini seperti lonceng tanda kematian. Niel tahu tidak seharusnya dia mengumpamakan suara indah ini menjadi hal yang kejam, tapi itu yang Niel rasakan.

“Ibunda mengetahui putra ini dengan baik. Putra ini hanya merasa bosan, lalu melihat teman putra ini yang mungkin juga lelah melihat kemegahan istana, mengapa tidak keluar saja? Keindahan di kekaisaran, siapa yang tidak tahu bahwa itu adalah makam sang jenderal?”

Tatapan Selir Hua tiba-tiba jatuh padanya, Niel tidak bisa menahan untuk tidak gemetar. Sosoknya yang berdiri di belakang Prince Daniel yang tengah duduk berhadapan dengan Selir Hua awalnya terasa terabaikan, tapi kini tidak. Dengan cepat Niel menunduk sopan, menghindari pandangan yang seolah menelanjanginya.

“Ini adalah teman pertama, sekaligus asisten prince? Maafkan ibunda yang baru melihatnya dengan jelas saat ini. Temanmu sangat menarik, tapi saran Ibunda, jangan membawanya keluar sembarangan lagi.”

“Putra berterima kasih untuk saran Ibunda. Namun, putra telah membuat janji agar kami besok bisa berkunjung kembali ke makam. Sebelumnya, putra dan teman ini hanya mengagumi bunga, belum mengunjungi makam sang jenderal.”

Selir Hua tidak mengatakan apa pun lagi. Hanya menatap dalam diam Prince Daniel, membuat suasana seakan canggung dan dingin. Bahkan Prince Daniel tidak berani untuk bergerak demi menunggu gerakan lain dari Selir Hua.

“Baik, bawalah besok temanmu itu ke sana untuk memberi penghormatan pada Jenderal Divers Horatius. Namun, segera kembali sebelum matahari bergeser ke arah Barat.”

Setelah mengatakannya, Selir Hua berdiri dan melangkah menuju pintu. Pakaiannya yang mencapai lantai seolah melayang tak menyentuh di setiap langkahnya. Bagaimanapun Niel menajamkan telinganya, suara tapak dari sepatu Selir Hua tidak akan bisa terdengar. Karena hal ini, banyak yang menyebutnya Malaikat Bunga. Sebutan itu sangat cocok untuknya yang seolah tidak nyata.

Setelah memastikan Selir Hua pergi, Prince Daniel melepas napasnya dengan lega. Memang selalu seperti ini. Siapa pun yang ditemui Selir Hua, tidak ada yang bisa merasa tidak terintimidasi, entah apa yang membuatnya seperti itu. Kecuali kaisar, tidak ada yang bisa mengalahkan aura dominasi Selir Hua.

Nap of A StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang