18. Tolak Peluru

533 96 6
                                    



Di Selasa pagi yang cerah tapi dingin ini Lisa sudah membuat kegaduhan, ia lupa membawa celana olahraganya; ya entah bagaimana bisa dia hanya membawa kaosnya saja. Alhasil Seulgi tidak jadi sarapan di MD karena harus menemani Lisa meminjam celana olahraga anak kelas 8e, karena anak kelas 8 mendapat jam olahraga mulai jam ke-3.

Semalam Seulgi begadang mengerjakan tugas PKN yang harus dikumpulkan hari ini, dan tugas itu sebanyak hampir lima halaman penuh buku tulisnya. Yah, begitulah Seulgi. Jadi sekarang ia mengantuk dan kelaparan karena bangun kesiangan tidak sempat sarapan.

Seulgi tidak tau apakah tadi ada Irene di dekatnya atau tidak saat menemani Lisa ke kelas 8e, karena saat Lisa masuk kedalam kelas itu Seulgi sibuk cuci muka di washtafel depan kelas 8e; soalnya sepi.



Dan pagi ini Wendy adalah dewi penolongnya Seulgi, karena saat mereka berdua kembali ke kelas terlihat Wendy membawa gorengan untuk mereka berempat dan juga segelas minuman suplemen favorit Seulgi.

"Beli dimana ini, Wen?" Lisa bersuara sambil menyuap bakwan jagung dan mengigit cabe rawit.

"Di jalan tadi aku dianter mamaku terus dibeliin ini." jawab Wendy sambil mengunyah pisang goreng; nggak pake saos ya sahabat soalnya lagi di kelas.

"Panternya dapet dari mana?" seperti biasa Seulgi memilih memakan tahu isi, gorengan favoritnya.

"MD, sekalian aku beli minum. Kata Moonbyul soalnya tadi kamu nganter Lisa."

Seulgi mengacungkan jempol kirinya karena tangan kanannya masih memegang tahu isi dan mulutnya penuh.


Bersamaan dengan habisnya tahu isi milik Seulgi bel tanda pelajaran dimulai berkumandang. Menurut Seulgi sekolahnya ini tidak konsisten, kadang belnya menggunakan musik, kadang hanya menggunakan bel kode, kadang pagi hari mengumandangkan lagu-lagu nasional, kadang tidak.

Sambil berjalan menuju lapangan Seulgi membuang gelas panternya yang sudah kosong, sekarang ngantuknya sudah berkurang karena efek minuman itu.

Pak Soleh, guru olahraga mereka yang berjenggot panjang memberi tahu bahwa pagi ini materi olahraga mereka adalah tolak peluru dan akan dinilai. Yang artinya mereka akan melakukannya di lapangan volly yang berada didepan kelas 8f dan 8e.

Seulgi bergidik melihat anak-anak kelas 8f ramai duduk didepan kelas dan terlihat seperti tidak akan menuju aula untuk pelajaran seni tari seperti biasa.


Selesai pemanasan mereka bergegas menuju lapangan volly, bola besi yang akan mereka gunakan ternyata sudah menunggu disana. Begitu juga dengan bola kegelisahan Seulgi yang duduk didepan kelas 8e yang sangat dekat dengan tempat mereka berkumpul.

Seperti biasa pak Soleh memberi contoh pertama kali. Seulgi sudah tidak asing dengan olahraga ini karena setiap tahun ada materi olahraga ini, yang asing adalah perasaan salah tingkahnya karena Irene sepertinya tertarik untuk menonton kelas Seulgi berolahraga.

Tidak perlu diragukan lagi, ketiga sahabat kepompong Seulgi sudah terus-terusan meledeknya diam-diam, membuat Seulgi semakin salah tingkah.

"Jisoo, kok pada diluar?" Lisa yang melihat Jisoo tidak jauh dari Irene sengaja bertanya untuk menggoda Seulgi.

"Kosong, kak. Bu Wahyu ada urusan katanya."

Seulgi berusaha tidak memperhatikan mereka berdua, ia memilih untuk memperhatikan dua teman laki-lakinya yang sedang mencoba berlatih secara bergantian karena setelah ini adalah gilirannya.

"Alnaya Seulgi!"

Mendengar namanya dipanggil Seulgi bergegas berdiri dan berjalan menuju lingkaran dimana ia harus berdiri, tidak lupa diiringi siulan dan ledekan dari sahabat-sahabatnya.

Sebenarnya Seulgi panik, pikirannya berkecamuk apakah Irene sedang memperhatikannya atau tidak karena posisinya membelakangi Irene.

Bola besi seberat tiga kilogram ini tidak berasa apa-apa untuk Seulgi, dengan mudah Seulgi melakukan gerakan per gerakan tanpa melakukan kesalahan. Rasa panik dan salah tingkah yang melanda Seulgi membuat tangannya melontarkan bola besi itu cukup jauh; 3,1 meter hingga mendapat teriakan 'bagus' dari pak Soleh dan sorakan dari teman sekelasnya.


"Kawan kita yang sangat menawan ini sepertinya lebih cocok menjadi lelaki ketimbang wanita seperti kita." ledek Moonbyul begitu Seulgi kembali ketempat awalnya bersama ketiga sahabatnya.

"Apasih!" Seulgi duduk diantara Wendy dan Moonbyul.

"Dia dari tadi ngeliatin kamu terus tau." bisik Wendy dan disetujui Moonbyul dengan anggukan.

"Siapa?" Seulgi tidak mau kegeeran dong kalau yang dimaksud itu Irene.

"Siapa lagi, ya adik kelasmu itu lah."

"Ah mengada-ada." Seulgi mencoba menyangkal.

"Nih ya, kalo boleh ngeluarin hp disini udah aku rekam tadi." dengus Moonbyul sembari lengannya merangkul Seulgi sampai tercekik.

"Hehe iya ampun, sana maju giliranmu tuh."

Seulgi melepaskan lengan Moonbyul yang hampir membuatnya terbatuk kehabisan oksigen.

Tanpa sengaja Seulgi melirik kearah dimana Irene duduk bersama temannya dan benar saja, Irene bukan memperhatikan anak kelasnya berolahraga namun Irene memperhatikan Seulgi yang semakin salah tingkah.



Waktu berlalu, namun bola kegelisahan Seulgi tidak lekas bergulir ke tempat lain dan malah sengaja memperhatikan Seulgi yang sedang melakukan penilaian.

Pak Soleh memberi tiga kali kesempatan melempar apabila terjadi diskualifikasi pada percobaan pertama atau merasa kurang puas dengan hasil lemparannya.

Seulgi? Jangan ditanya. Baginya bola kegelisahan yang semakin membesar di dadanya lah yang menjadi rintangan, bola besi di tanganya lagi-lagi bukanlah menjadi masalah. Buktinya pada lemparan pertama saja ia berhasil melempar sejauh 3,8 meter dan memilih untuk tidak mengambil dua kesempatan yang tersisa.

Hari itu Seulgi mendapat lemparan paling jauh diantara teman-teman perempuannya. Begitu juga perasaannya yang tanpa ia sadari mulai belayar semakin jauh.




-

Seulgi : Widih tumben panjang?!

Author : Awas gumoh

Seulgi : Jam terbang nambah, bayaran nambah dong asek!

Author : *leave the universe*


Votmen yak reader-nim yang budiman 👌

Middle School || SeulRene ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang