"Papa kenapa pergi juga dengan kakak! harusnya kakak saja yang pergi!" kata Amel yang ikut keluar rumah
"Camelia!!" Zahra menoleh dan membentaknya
Zahra kemudian menyeret Amel ke kamarnya
"Kamu tidak merasa bersalah?!!" bentak Zahra
"Kenapa Amel harus merasa bersalah?! mama sendiri yang bilang kenapa kakak tidak mati saja dulu!"
"Amel!! cukup! mama sudah tidak tahan dengan sikap kamu! kenapa kamu tidak mau mengerti!! kamu bisa sembuh karena Edel! Dia sakit juga karena kamu!! apa kamu belum mengerti juga?!!" pertama kali Zahra berteriak histeris pada Amel
"Ma .. ma" Amel kaget setengah mati melihat ibunya berteriak seperti itu
"Jangan panggil aku mama jika kamu tidak bisa berubah!!" Zahra keluar dari kamar Amel
*
"Pa, papa sudah salah paham tadi sama mama"
"Mulai hari ini papa tidak mau kamu mengungkit mama atau adik kamu! papa sudah muak dengan mereka !"
"Pa, tapi dengar penjelasan Edel dulu, mama tadi mau memukul Amel"
"Terus kamu lindungi adek yang kurang ajar denganmu itu?"
"Adekkan masih kecil, kasihan dipukul seperti itu"
"Lalu apa kamu pernah berpikir? dulu kamu kecil sering dipukul mamamu juga?"
Edel diam, dia tahu bagaimana rasanya sakit dipukul ibu sendiri maka dari itu dia tidak ingin adiknya juga merasakan hal yang sama
"Kita sementara tinggal disini ya Del, papa akan beli rumah lain"
"Pa, kita pulang saja ya, mama pasti khawatir"
"Tidak perlu! jika mamamu benar khawatir dia pasti akan melakukan sesuatu untuk mencarimu, papa mau lihat sebesar apa sayang Zahra padamu"
Edel menggaruk kepalanya, dia bingung tapi untuk sekarang dia akan mengikuti perkataan Bram, jujur dia juga penasaran dengan kalimat Amel, apakah ibunya hanya pura-pura?
Edel dan Bram tinggal disalah satu apartemen milik Bram yang diketahui Zahra, Bram sengaja tinggal disana ingin melihat apa yang akan Zahra lakukan untuk mendapatkan Edel kembali.
*
Zahra duduk termenung dikasurnya, tatapannya kosong, dia merasa sangat gagal menjadi ibu, ibu bagi Edel maupun untuk Amel.
Berhenti menangis, dia kembali ke kamar Amel melihat putri bungsunya sedang tidur,
"Bangun! turun dan makan!" kata Zahra membangunkan Amel, dia hanya menurut dan turun kebawah, makan sendiri tanpa ditemani Zahra, harusnya Amel tahu sekarang bagaimana rasanya menjadi Edel, harusnya dia bisa berubah, harusnya .
"Awas saja jika kakak kembali! aku tidak mau kakak kembali! kakak sudah merebut papa dan mama! aku benci kakak!!!" katanya sambil melempar sendok
*
Edel terbangun lebih dulu, memeriksa ayahnya masih tertidur pulas, dia berinisiatif membuatkan sarapan.
Bram yang mencium aroma roti bakar pun keluar,
"Anak papa membuat sarapan?"
"Cuma membuat roti bakar saja pa"
Bram tersenyum, tapi bunyi bel terus berbunyi tanpa henti,
"Tidak perlu dibuka, papa sudah tahu siapa itu"
Edel melihat di lubang intip dan benar ibunya sudah ada didepan pintu
"Pa, kenapa tidak dibukakan?"
"Ayo sarapan" Bram menarik tangan Edel duduk dimeja makan,
"Bram! aku tahu kamu didalam! tolong buka pintunya! Bram! aku ingin bertemu anakku!"
Bram mengunyah roti itu dengan santai, tapi tidak dengan Edel, dia tidak tega pada ibunya,
"Bram! Edel itu anakku! kembalikan padaku!" teriak Zahra yang terdengar sedang menangis
"Pa .. kasihan mama pa"
"Ini ditambah selai kacang lebih enak, papa oleskan untukmu ya"
Selesai sarapan Bram mencuci piring dan gelas bekas, sudah tidak terdengar suara Zahra lagi
"Hanya seperti itu usaha mamamu Del, lihatkan hanya 20 menit dia berteriak, sekarang sudah sunyi kembali, untuk apa kamu kembali kerumah?"
"Pa, mama masih diluar" kata Edel yang dari tadi berdiri mengintip didepan pintu
"Oh masih ya? kita lihat mama mu bisa bertahan berapa lama berdiri diluar"
"Pa, pulang ya?"
"No! tidak ! sampai papa puas menyiksa mamamu" jawab Bram santai
Seharian itu mereka tidak keluar dari apartemen, Zahra masih berjongkok didepan pintu menunggu pintu dibuka, hingga sore hari Zahra memilih pulang dulu karena masih ada Amel yang harus diurus.
Bram mengintip sudah tidak ada Zahra diluar, dia segera menuntun Edel dan meninggalkan apartemen
"Kita mau kemana pa?"
"Pergi makan, kita hari ini hanya makan mie, tidak baik untukmu"
"Kapan kita pulang?"
"Selesai makan kita pulang"
"Benar pa?" tanya Edel dengan wajah berseri
"Pulang ke apartemen bukan kerumah"
Wajah Edel murung kembali, dia tidak tahu bagaimana keadaan Zahra saat ini,
*
"Ma, papa kapan pulang?"
"Papa tidak akan pulang jika kamu masih bersikap kasar pada kakakmu!"
"Kakak lagi!! kakak lagi !! kenapa sih harus ada kakak?!! kenapa mama jadi sayang sama kakak!!! Amel tambah benci dengan kakak!"
"Camelia! Kamu bisa sembuh itu karena Edel! ginjal ditubuhmu itu dari Edel!!" jawab Zahra sambil melototi anaknya
"Amel tidak suruh kakak memberikan ginjalnya! jika tahu Amel juga tidak mau!!" teriaknya kemudian berjalan santai ke kamarnya
Zahra terkejut, dia mengira jika Amel tahu dia akan merasa bersalah tapi kenapa dia justru seperti itu? Amel sudah berubah menjadi monster karena ulahnya sendiri.
Ponsel Zahra berbunyi, nomor tak dikenal, awalnya dia enggan menjawab, tapi panggilan itu terus masuk.
"Hallo"
"..."
"Ke-kecelakan?!"
....
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELWEISS
FanfictionKisah hidup seorang anak yang tidak diinginkan ibunya , dari kandungan hingga detik ini dia tidak pernah tahu kasih ibu itu seperti apa.