tiga

1.5K 223 15
                                    

Aku akan memperlambat alurnya ya, sebenernya aku kemarin cepet-cepetin karna aku ga tahan liat yayang wina aku sakit </3 (pdhl aku yg buat☹)

BTW, kayaknya partnya aku panjangin deh, due to hectic work, aku gabisa ketik lgsg banyak so ngikut aja ya :p

Hope you like it. Maaf kalo banyak typo.

__

Karina membuka kedua matanya perlahan. Sinar matahari ini berhasil menembus jendela kamar mereka dan menapaki wajahnya hangat. Tangannya meraba ruang disebelahnya. Ketika ia tau bahwa sosok istrinya tidak ada disamping, Karina menoleh.

Karina beranjak dari tempat tidurnya, beringsut keluar dari kamar dan mengedarkan pandangan mencari sosok itu. Bi Inem yang terlihat sedang mengelap meja makan mendongak untuk menemukan majikannya berdiri di anak tangga,

"Pagi Mbak Karin."

Dengan suaranya yang masih parau Karina menjawab, "Bi, Wina dimana?"

"Oh Mbak Wina sudah berangkat kerja Mbak. Tadi juga nggak sempet sarapan, buru-buru keliatannya." Karina bisa merasakan sedikit kekecewaannya, dia berharap untuk menemukan sosok itu ketika ia membuka mata. Perasaan ini terasa nyata dan tidak nyata disaat yang bersamaan. Dia berusaha mengerti bagaimana cara bekerja hati dan kepalanya.

"Oh,"

Dia mengangguk sebelum melangkah kembali memijaki anak tangga,

"Bi, Pak Bejo anter Wina, ya?"

"Enggak, Mbak. Ada diluar, Mbak Wina nyetir sendiri tadi."

"Oke. Tolong bilangin untuk anter aku ke kantor Wina deket-deket jam makan siang ya, Bi."

Bi Inem tersenyum sumringan entah kenapa, "Baik, Mbak Karin.."

___

Perjalanan ke kantor istrinya tidak begitu jauh. Karina agak menyesali dandanannya yang dinilai kurang. Dia mengenakan casual sleeveless dress maroon selutut dengan make up yang sederhana.

Aduh, overdressed gak, ya?

Tapi kalau Wina yang pakai apa aja kenapa tetep attractive... Karina tidak menyadari bahwa dirinya kini sedang tersenyum,

Jika semesta bisa memberikan jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaannya mengenai figure itu, dia akan sangat berterima kasih. Yang terjadi semalam adalah suatu kemajuan baginya dan Wina, dia pun tidak mengerti kenapa dia membalas ciuman seorang Winata yang ia merasa belum cukup mengenal dalam. Apa yang terbesit dikepalanya saat itu hanyalah pengorbanan Winata yang sudah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga ini. Wina adalah wanita yang sempurna. Namun terkadang bagi Karina flawless saya tidak cukup. Dia membutuhkan lebih untuk itu. Terlebih perasaannya untuk sang kekasih belum memudar, Karina sendiri mulai bisa merasakan pening yang kembali menyerang kepalanya hanya dengan memikirkan hal-hal ini.

Mobil hitam gagah itu berhenti di lobby Gedung pencakar langit yang tergolong mewah di kalangan Sudirman. "Pak, nanti ditungguin aja ya, harusnya gak lama kok."

"Baik, Mbak Karin."

Karina beringsut keluar dan berjalan mlenggang dengan bunyi hak sepatunya yang mengisi ruangan lobby. Dia menukarkan identitas diri dan sempat bertanya mengenai lantai untuk kantor Roesdiono Mining co.

Lantai 32, 33 dan 34 adalah lantai yang cukup tinggi pikirnya saat lift itu mulai bergerak naik ke atas. Dia baru teringat bahwa dia belum memberitahu istrinya itu bahwa dia akan datang. Karina berdecak kesal akan kebodohannya dan mulai meraih telpon genggamnya.

"Win, kamu lagi dikantor kan?"

"Oh, berapa lama kira-kira meetingnya?"

"Aku dikantor kamu soalnya."

FlawlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang