Tien

101 16 0
                                    

Di perjalanan, dua mobil yang dikemudikan masing-masing oleh Satya dan Reyhan -ya akhirnya Hesa mempercayai kembali Reyhan untuk mengemudikan mobil-.

Sean belum sadar, luka dipunggung Azka masih basah. untungnya Juan sudah tidak sesak napas lagi, napasnya kembali normal tepat saat Reyhan terbangun dari tidurnya.

Hesa masih mencoba membuat sadar Sean dan untungnya setelah beberapa kali mencoba akhirnya Sean siuman. Ia mengerjap lalu menoleh cepat kesana kemari, bayangan makhluk besar dengan mata merahnya itu masih terekam jelas diotak mungil Sean.

“Udah gak papa, dia udah gak ada. Lo aman” Hesa dengan lirih mencoba menenangkan sahabat yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri itu.

“Bang, beneran lo gak liat?” Tanya Sean, Hesa dengan mantap mengangguk mengiyakan.

Pandangan pemuda bernama panjang Arsean Gamaliel itu ia alihkan pada pemandangan diluar mobil, jalanan yang dikelilingi hutan dan lahan tinggi membuat Sean menelan ludahnya kelu, entah apa bentuk yang sebenarnya tapi Sean melihat banyak sekali makhluk besar seperti kera berwarna putih, ular berkepala lebih dari satu yang sedang menatapnya juga. Oh, jangan lupakan juga asap hitam yang cukup besar.

“Lo liat ya, Yan?” Tanya Hesa dan diangguki oleh Sean.

“Yaudah, pas sampe rumah nanti minta Bapak tutupin mata batin lo lagi” Lanjutnya

“Serem banget ya bang ternyata, lo liat mereka setiap waktu?”

“Gak setiap waktu juga, karena kalau dirumah mah gak ada paling kalau ada punya tetangga yang lagi lewat”

“Hah?”

“Numpang lewat, karena rumah gue kan panas buat mereka jadi mereka gak betah”

“Ohh pantes sih, rumah lo kan isinya orang yang ngerti agama semua”

Di mobil yang dikemudikan oleh Satya dan didalamnya ada Azka dan Riki, terlihat tenang. Atau mungkin tidak untuk Satya, kening pemuda pemilik gigi taring itu berkerut dalam karena kabut yang lumayan menghalangi jarak pandang mobil.

“Masih siang tapi kabutnya banyak banget, gue udah nyalain senter mobil tapi kayak gak membantu” Gumamnya.

“Tapi lo masih bisa liat mobilnya Reyhan di depan kan?” Tanya Azka, sementara Riki sedang tidur.

“Masih” Jawabnya

Mobil itu terus berjalan dengan hati-hati, karena selain kabut jalanan ini juga tepat di atas tebing, kanan hutan kiri jurang.

Ckiitttt

Satya total menekan rem mobil saat merasa ada yang tiba-tiba melintas di depan mobilnya. Sangat cepat, warnanya putih dan sangat besar.

“Lo liat tadi gak, Ka?”

“Liat, sekelibat doang sih”

“Gue cek dulu deh” Satya turun dari mobil untuk melihat apa yang hampir dia tabrak tadi, namun nihil, tidak ada apa-apa. Lalu dia memutuskan untuk kembali masuk ke mobil.

“Gak ada apa-apa” Ucapnya

“Aneh, padahal tadi jelas banget ya”

“Iya”

Mobil pun berjalan kembali dengan pelan dan karena insiden tadi Satya pun kehilangan mobil Reyhan.

“Gue udah gak liat mobil Reyhan, coba telfon biar gak cepet-cepet, nungguin kita”

“Hp gue mati”

“Riki?”

“Sama, hp dia lowbat. Sini hp lo”

Satya menyerahkan hp nya pada Azka, tenang saja hp Satya masih baik-baik saja kok, istilahnya baterai ada dan kuota pun masih banyak.

“Password nya apa?”

Satya ganteng mirip Sunghoon Enhypen” Azka memutar bola matanya malas, sudah lelah dengan tingkat percaya diri Satya yang tinggi. Untungnya memang nyata Satya itu tampan.

“Gak ada signal”

“Ah sial”

Plakkk

“Aw, sakit bego”

Plakkk

“Pantang mengumpat Satya, ini bukan daerah kita kan udah dibilang sama Bang Hesa gak boleh ngumpat”

“Gue lupa, sorry”

“Fokus ke dep—

“Ka? L-lo liat kan?”

“I-iya”

Mereka berdua saling berbagi tatapan bingung juga kaget, didepannya terlihat dengan jelas puluhan bahkan mungkin ratusan kera sedang berbaris disepanjang jalan, wajahnya menunduk seperti sedang menghormati sesuatu. Dan jauh di depan sana terlihat pula wanita dengan pakaian khas penari. Satya ingat wanita itu, dia adalah wanita yang ditanyai rute oleh Hesa saat berangkat kesini.

“Tutup mata lo, Ka!” Seru Satya pada Azka.

“Lah kenapa?”

“Gue tau lo lebih takut hantu daripada gue, jadi sekarang cepet tutup mata lo sebelum wanita itu noleh ke belakang”

“Enak aja, lo yang lebih takut ya”

“Gue gak mau berdebat sekarang Azka, cepet merem!!”

“Galak amat, yaudah”

Dengan pelan namun pasti Satya menjalankan mobilnya kembali. Saat hendak melewati wanita itu Satya tidak sengaja melihat wajah yang ternyata hanya kulit, tidak ada mata, hidung dan bibir, semuanya rata. Satya meneguk ludahnya kelu, demi sempak gambar jagung punya Reyhan Satya bersumpah momen yang hanya beberapa detik tadi sangat-sangat menyeramkan. Lebih menyeramkan dari Azka yang tiba-tiba menagih hutangnya.

Satya merapalkan banyak doa, dia ingin menangis sekarang, sungguh. Kera-kera yang menunduk tadi sekarang berganti menatap mobil yang dikemudikan oleh Satya, semuanya menatap mobil dan semua penumpang malang di dalamnya, tatapan yang bahkan tidak ada satupun kedipannya di sana.

Beberapa menit berlalu, akhirnya Satya menemukan jalan keluar dari kabut. Tapi kok?

“Sat, ini udah boleh buka mata?”

“....”

“Sat?”

“....”

“Satya, lo jangan main-main. Gue tau lo takut tapi jangan pergi ninggalin gue sama Riki, kita juga takut”

“Kita di mana?”

“Eh?” Azka membuka matanya namun dia terkejut lantaran pemandangan di depannya bukannya jalan dengan mobil yang berlalu lalang melainkan hamparan rumput juga banyak bangunan tinggi yang tidak terawat.

“Bekas pabrik?” Tanya Azka

Bukan tanpa sebab Azka bertanya atau mungkin menyimpulkan bahwa bangunan besar di depannya ini ada pabrik bekas yang sudah terbengkalai hampir satu abad.

“Gak masuk akal” Lirih Satya

“Ughhh hoaaamm” Dibelakang kemudi Riki bangun dari tidurnya.

“Udah sampe man— HAH?!”

“B-bang ini dimana?” Riki meringsut ke depan.

“Gue gak tau, pas kita buka mata kita udah disini”

“Kita cari jalan keluar” Satya kembali menyalakan mesin mobilnya lalu bergegas pergi dari tempat itu, harap-harap bisa menemukan jalan keluar.

^^^

Note :
Haloo, aku kembali. Sorry banget bulan kemarin gk sempet update karena sibuk banget 😭🙏🏻
Dan sebagai gantinya aku akan double update 😌
04.03.21
05.03.21
T Z U Y U T W I N.

Worst Holiday [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang