Dertien - END

146 15 6
                                    

Tetes demi tetes air hujan masih terasa pagi itu, kemarin hujan lebat diiringi gemuruh petir yang seperti mengamuk menyambar ke sana ke mari. Suasana dingin bak puncak gunung pun tak dapat dielak lagi, ketujuh pemuda itu merapatkan jaketnya untuk menghalau udara dingin yang kian menusuk.

Ya, mereka berangkat bersama-sama lagi, entah kebetulan atau tidak, padahal biasanya Mahesa, Reyhan dan Riki paling sering telat. Saat ditanya kenapa berangkat pagi, mereka kompak menjawab tidak bisa tidur. Wah, apakah ini juga kebetulan? Rasanya bukan. Mungkin itu hanya alibi mereka karena semalaman bermain game hingga larut dan tidak sempat tidur karena saat mereka mematikan game ternyata matahari sudah mulai menyingsing malu-malu.

“Bang Azka, tangan lo dingin banget” Ucap si bungsu saat mereka keluar dari parkiran sekolah.

“Tangan Lo juga, Ki. Padahal udah pake jaket ya” Jawab yang lebih tua

“Tangan gue juga, tapi pas gue gak sengaja nyenggol tangannya Daniel kok anget ya?” Tanya Juan, entah pada siapa.

“Daniel kan pake mobil lah kita pake motor” Jawab Sean, dia sempat melihat Daniel keluar dari mobil saat masuk ke parkiran sekolah.

“Oh iya”

“Sat, lo makin hari makin pucet ya?”

“Dingin, terus tadi gue lupa pake lipbalm”

“Lo pake lipbalm? Seriusan?” Reyhan bertanya, nadanya cukup antusias tapi saat sampai ditelinga Satya nadanya berubah menjadi seperti ejekan.

“Ya mangnape sie? Emang cewek doang yang boleh pake?” Sewot Satya, lagian apa salahnya coba cowok pake skincare

“Gak anjir, suudzon banget. Maksud gue tuh, gue pengen belajar tutorial pake skincare biar glowing kayak orang-orang”

“Di Youtube juga banyak, jangan kayak orang susah deh”

“Kampret”

“HAHAHAHAHAHAHA”

Asik bercanda iris mata ketujuh pemuda itu menatap heran pada masing sekolah yang dikerumuni banyak siswa, padahal masih pagi tapi sudah sangat ramai.

“Mau ada Presiden kesini kah?”

“Ngaco, Presiden kesini mau ngapain? Sekolah kita kan flop”

“Berdosa sekali mulutnya. Bisa gak sih mulut lo digunain untuk hal yang bermanfaat?”

“Gue ngomong kenyataan ya Bang”

“Bener juga sih hahahaha”

“Dipikir-pikir sekolah kita emang flop, mana pas ikut lomba gak pernah dapet juara, masuk sebagai peserta aja harusnya bersyukur hahaha”

Mereka sontak tertawa terbahak-bahak mendengar fakta tentang sekolahnya itu.

“Udah mulai sepi tuh, liat yuk!” Azka berjalan mendahului teman-temannya menuju mading sekolah yang cukup laris dikerumuni siswa beberapa saat yang lalu.

“HAH?!”

“APA-APAAN?!”

“SIAPA YANG BUAT BERITA?!”

“Kita... Meninggal pas pulang dari liburan?”





































Flashback

“Gue harap, ini terakhir kali kita ngalamin hal-hal diluar nalar”

“Iya, ini yang terakhir”

“Jangan meleng, Sat!”

BRAKKKK

Bunyi besi beradu dengan besi itu terdengar keras menyapa indera pendengaran tiga remaja itu, puing-puing kendaraan yang terlepas berterbangan apik bak bulu yang ditiup.

“SATYA AWASSS!!!”

Teriakan Reyhan memecah keheningan sesaat, Satya dengan cepat membelokkan arah mobil ke kiri untuk menghindari puing yang akan jatuh tepat di atas mobil yang mereka tumpangi, namun sial, dari arah belakang muncul truk besar dengan kecepatan tinggi langsung menghantam mobil mereka tanpa ampun.

Mobil itu terdorong ke depan sampai menabrak beton pembatas jalan, mobil terguling beberapa kali lalu berhenti dengan keadaan terbalik. Sangat mengenaskan.

Kecelakaan beruntun. Lagi, di tempat yang sama saat mereka berangkat beberapa hari yang lalu. Namun, kini mereka yang menjadi korbannya.

Teriakan dan langkah kaki terburu-buru memenuhi tempat penuh darah, api dan serpihan dari badan mobil yang lepas. Sayup-sayup juga terdengar sirine polisi dan ambulans.

Satu persatu korban dikeluarkan dari mobil yang terbalik dan hancur itu, wajah yang penuh darah dan mata yang tertutup rapat menjadi pemandangan awal orang-orang yang melihatnya. Sangat menggetarkan hati, rasa iba menjadi suasana dominan saat itu.

Lima belas korban teridentifikasi, tujuh diantaranya adalah siswa SMA. Begitu sepenggal kalimat yang berhasil menyita perhatian tujuh pemuda itu.

Mereka saling menatap satu sama lain, tidak percaya dan mungkin tidak akan percaya.

“Gak mungkin...”

Wushh

Bagai slow motion tubuh Sean terdorong ke depan saat ada seorang guru yang berjalan terburu-buru. Mereka kian mematung saat menyaksikan sosok guru itu menembus tubuh Sean dan mereka akhirnya menyadari bahwa siswa yang berpapasan dengan mereka tidak ada yang menyapa, bukan, bahkan melirik pun tidak. Mereka seperti menganggap tujuh pemuda itu tidak ada, karena memang kenyataannya memang sudah tidak ada.

Angin kembali menyapa tujuh pemuda itu dan saat mereka membuka mata, mereka sudah dihadapkan pada pemandangan rumah besar yang didominasi warna putih. Itu rumah Azka.

Dengan langkah berat mereka mulai memasuki rumah itu, di tengah ruangan yang terbiasa sepi karena hanya ditinggali Azka dan kakak laki-lakinya beserta asisten rumah tangga orangtuanya kini terlihat begitu ramai dengan panjatan do'a dan tangis memilukan yang setia mengiringinya.

Dua orang pria dan wanita terlihat tengah memeluk kain dengan tubuh kaku didalamnya, itu orangtua Azka. Mereka buru-buru pulang dari perjalanan bisnisnya saat mendengar kabar yang cukup menyakitkan dari anak bungsunya.

“Daddy, Mommy, Abang...” Suara parau itu bergetar menahan tangis saat melihat kedua orang tuanya menangis tersedu-sedu. Dia masih tidak percaya namun semua yang dilihatnya seakan memaksa untuk dipercayai.

Saat hendak melangkah mereka malah dibawa ke sebuah tempat luas yang biasanya sepi jika tidak ada empat keluarga yang terlihat menunduk seraya menangis memegangi nisan sang buah hati.

Keluarga Mahesa, Reyhan, Sean dan Juan ada di sana. Dan tiga liang lahat yang masih kosong mereka yakini itu adalah tempat terakhir untuk Azka, Satya dan Riki. Benar saja, tak lama kemudian tiga mobil ambulans datang menurunkan jasad ketiganya.

“Terima kasih” Ucap yang tertua

“Terima kasih untuk semuanya, gue gak nyangka bakal bareng-bareng terus sama kalian bahkan saat meninggal dan tempat tidur terakhir kita juga bareng. Bukannya ini yang namanya sahabat sejati? Gue gak pernah nyesel kenal kalian, malah gue bersyukur dipertemukan sama orang-orang keren kayak kalian. Ikhlasin ya, takdir kita ternyata sampe disini” Lanjutnya

“Kalau kehidupan selanjutnya bener-bener ada, ayok kita ketemu lagi! Kita sahabatan lagi kayak gini. Sampai jumpa” Final si bungsu.

Untuk yang terakhir kalinya mereka saling memeluk satu sama lain. Dan pergi ke tempat seharusnya dimana mereka berada.

END











👻👻👻
6 Juli 2022 Worst Holiday official END.
Terima kasih untuk yang udah baca sampe sini, maaf karena ngilang dan nelantarin ff ini 😔
Maaf juga kalau ada salah kata dalam penulisan dan adegan yang kurang nge-feel.
Jauh dari kata sempurna, aku masih sangat butuh kritik dan saran jadi tolong drop krisan kalian biar aku bisa lebih baik lagi buat ff nya.
Salam hangat dari Mahesa, Reyhan, Azka, Satya, Sean, Juan dan Riki 🖤💕
Bye bye 👋🏻👋🏻
Sampai jumpa di ff selanjutnya yaa 😊
TZUYUTWIN

Worst Holiday [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang