"Bianca."
Perkenalkan gadis cantik dengan netra hijau lumut itu adalah gadis blasteran Indonesia-Irlandia. Sang Papa Toni Matondang adalah pebisnis sukses yang berjalan di bidang kuliner Indonesia, sedangkan sang Mami Lottie Tomlinson adalah Designer terkenal dari Irlandia.
Kisah cinta mereka cukup singkat, bertemu di danau yang berada di Paris, menanyakan nama dan asal kemudian bertukar nomor telfon lalu saling berhubungan melalui media sosial dan tidak ingin berlanjut lebih lama. Toni yang memang sudah memiliki cukup tabungan untuk menikah dan melabuhkan kapal di lautan rumah tangga langsung melamar Lottie ke Negara asalnya di temani seluruh keluarga yang mendukung penuh hubungan mereka berdua.
Mereka menikah di usia yang matang, karena jika menikah hanya karena kenyamanan dan daya tarik sesaat. Hubungan sakral itu bisa saja putus di tengah jalan, dan Toni sendiri hanya akan menikah sekali seumur hidup, dan dia menemukan pendamping hidup yang menerima segala kekurangannya dengan tangan terbuka. Sungguh Toni tidak pernah merasakan sedikit pun penyesalan karena telah melabuhkan hatinya pada Lottie Tomlinson, wanita cantik dan dewasa dari Luar Negri.
Setelah menikah mereka tidak langsung memiliki anak, karena beberapa alasan. Salah satunya adalah pekerjaan yang mengharuskan mereka untuk tinggal di Negara yang berbeda. Setelah tiga tahun menikah mereka baru memiliki seorang putri yang cantik, wajahnya adalah perpaduan antara Indonesia-Irlandia.
"Bianca!" Dari nada suaranya sang Mama terdengar kesal, namun jika sedang tidur dan menikmati mimpi indah, banyak yang tidak perduli termasuk gadis cantik ini.
"Kalau sampai gadis itu tidak juga bangun, aku sendiri yang akan menghukumnya!" Lottie benar-benar kesal, saat akan tidur di malam hari anak gadisnya itu memiliki banyak alasan tapi jika pagi sudah menjelang anak gadisnya tidur dengan sangat nyenyak, Lottie benar-benar kesal.
Kekesalan Lottie semakin memuncak kala putrinya tidak juga bergerak dari tempat tidurnya. Cukup, gadis remaja itu harus sedikit diajarkan untuk bangun pagi.
Melihat istri cantiknya yang pagi-pagi sudah kesal, Toni meletakkan surat kabar yang ia baca kemudian menghampiri Lottie dengan senyum tenangnya. Toni ingin bertanya tapi sepertinya dia sudah memiliki jawabannya sebelum bertanya.
Dengan bibir tipis yang menguap lebar serta rambutnya yang masih berantakan, satu-satunya orang yang di tunggu di ruang makan adalah Bianca Felicya Matondang buah cinta dari Toni dan Lottie. Gadis itu sepertinya masih berusaha mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya yang masih mengambang, namun mendengar sang Mami tercinta sudah berisik dengan berat hati Bianca bergerak dari kasurnya yang posesive.
"Putri Papa masih mengantuk?" Jika Lottie terdengar sangat mendidik maka berbeda dengan Toni yang terlihat sedikit lebih memanjakan, mungkin karena Bianca adalah putri pertamanya dan untuk sang putra, Lottie tengah hamil besar hanya tinggal menunggu sang bayi menyapa dunia.
"Mami," suara gadis itu masih serak benar-benar khas bangun tidur. Bibir tipisnya melengkung ke bawah, saat menyadari sang Mami tidak meresponnya.
Mata Bianca menatap Toni sebentar kemudian berlari mendekap tubuh besar itu, meminta perlindungan. Jika Lottie sudah diam, maka satu-satunya orang yang bisa meredakan amarah sang nyonya besar adalah tuan Toni yang terhormat.
"Bianca. Mulut Mami hampir berbusa setiap hari! Mengingatkan jangan tidur terlalu malam!" Lottie menarik nafasnya kasar, menghadapi remaja tanggung sering kali membuat emosinya sulit untuk di kontrol. Apalagi posisinya saat ini sedang mengandung, Lottie harus lebih bijak mengambil langkah atau sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Bianca menatap sang Papa penuh harap, jika sudah begini Bianca akan berusaha untuk bisa bangun pagi. Namun Bianca sama seperti gadis lainnya. Saat ini bertekad untuk berubah besok kembali berulah.
"Sudahlah Mi, mari kita sarapan," Toni tersenyum tenang, menarik jemari istrinya untuk ia genggam dan mempersilahkan wanita cantik itu untuk duduk di meja makan. "Ayo duduk sayang, kita akan terlambat pergi nanti," sambungnya menatap Bianca lembut.
Bagi Toni, Bianca dan Lottie adalah titik pusatnya. Toni sudah menemukan rumahnya untuk pulang, dan Toni selalu mengucap syukur atas apa yang telah di berikan padanya untuk itu Toni tidak akan menyia-nyiakan kebahagiaan yang telah di berikan padanya. Ya Toni benar-benar sangat bahagia.
.
***
Sekolah baru saja di mulai namun sepertinya Sagara sudah tidak betah di dalam kelas, berulang-ulang kali netranya melirik jam berharap jarum jam berdetak dua kali lipat cepatnya hari ini, entahlah seperti ada yang mengganggu ketenangan Sagara saat ini. Jika biasanya dia akan menyukai pelajaran IPA, maka kali ini dia sedikit mengharapkan pelajaran itu berlalu."Maaf menyela," suara Sagara terdengar keseluruh kelas, tangannya naik ke atas dengan netra tajam ke depan.
Pak Gerry yang saat itu sedang menjelaskan kini menatap bintang kelas dengan pandangan bertanya. Mengerti apa yang sang guru inginkan Sagara menjawab bahwa dia meminta izin ke toilet sesaat. "Maaf pak, saya hanya ingin izin ke toilet sebentar."
"Segera kembali," jawab pak Gerry tegas, kembali menjelaskan materi yang dia bawa. Dan Sagara berlalu begitu saja setelah mendapat izin.
Rooftop satu-satunya tempat yang Sagara ingin kunjungi. Sebenarnya dia jarang ke tempat itu namun ketenangannya benar-benar terusik entah karena apa. Mengambil sesuatu dari sakunya, Sagara tersenyum kecil menikmati rasa asam dan manis secara bersamaan, netra tajamnya kali ini terlihat sayu. Bukan Sagara sekali.
"Mama," gumamnya gelisah.
Bodohnya Sagara langsung menelfon sang Mama yang pasti akan langsung diangkat oleh sang pemilik handpone.
"Halo," lenyap sudah, Sagara merasa lebih tenang. Sang pemilik suara yang paling ingin dia dengar, suara lembutnya benar-benar sukses menenangkan hati Sagara yang gusar entah karena apa.
Menetralkan suaranya, Sagara tersenyum kecil sepersekian detik memukul pelan kepalanya, wanita cantik yang dia panggil Mama itu tidak akan bisa melihat senyumnya. "Sagara gelisah ma," ungkapnya lugas.
"Mama kesekolah Kakak ya," suara Olivia terdengar resah dan Sagara tidak menyukai itu meski dia sendiri yang membuatnya.
"Sagara cuman kangen Mama," Sagara berucap yakin, kekehan kecil sedikit ia sematkan untuk meyakinkan Olivia. Karena Sagara tidak ingin sang Mama gelisah.
Terdengar helaan nafas lega di sebrang sana, "Mama kirain Kakak kenapa-kenapa," Olivia merasa lega. Sagara adalah putra kebanggannya wajar kalau dia khawatir jika putranya menelfon saat jam pelajaran sedang dimulai.
"Ma," suara Sagara begitu lembut. "Sagara pulang ya," pintanya lembut.
Olivia tidak bisa menolak jika Sagara sudah seperti ini ditambah dia juga khawatir kalau sebenarnya putranya sedang tidak baik-baik saja. "Yaudah, Mama tunggu di rumah ya nak," Olivia menjawab.
Sagara menutup telfonnya dan bergegas turun, kemudian meminta izin untuk pulang lebih awal. Untuk seorang Sagara pulang di jam pertama bukan sesuatu yang sulit karena orang tuanya adalah donatur terbesar di tambah dirinya juga peraih piala terbanyak dalam setiap olimpiade yang diadakan jadi untuk alasan itu Sagara memiliki keistimewaan tersendiri.
Didalam mobil yang Sagara pakai kesekolah, Sagara melepas sealbeat nya. Lagi-lagi hatinya merasa gunda.
"Apa akan ada yang mengusik hatiku?"
Sagara mengangguk membenarkan, Sangat mustahil menampik bahwa dirinya merasa selalu gelisah saat menanti kedatangan seseorang.
1082 word❤💜
Tinggalkan komentar dan vote nya💜❤
Chalange 30 hari❤💜
Peluk sayang dari Nona Sumatera❤💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Show Me
Teen Fiction"Alvian! Gue suka sama lo!" Perkenalkan gadis cantik dengan netra hijau lumut hijau yang kita kenal dengan nama Bianca. Sifatnya sulit untuk di jabarkan. "Julio aku benar-benar mencintaimu! Ayo kita pacaran kemudian menikah lalu memiliki anak dan me...