8) Calon Papa

9 14 3
                                    

"Hallo tuan putri, sudah lama menunggu?"

Safira mengangkat kepalanya, mengalihkan atensi ke arah suara yang memanggil namanya. Kemudian seutas senyum terbit. Suara menenangkan itu hadir dari kekasihnya.

"Leem," ucapnya spontan. Polos itu yang Liam pikirkan.

Pria tampan yang adalah kekasih Safira itu tersenyum, menyodorkan pelindung kepala, hari ini Liam memiliki rencana untuk mengajak Safira berkencan.

"Butuh, teman kencan?"

Safira melongo sejenak mengamati Liam, dan cara pria itu memperlakukannya. Kemudian tersenyum mengangguk.

Safira yang tadinya duduk di bangku halte berdiri, senyumnya selalu terbit. Liam memiliki caranya sendiri.

"Aku mencintaimu," Safira mengutarakan isi hatinya.

Wajah Liam memerah, dia salting hanya karena Safira mengatakan isi hatinya, padahal ini bukan yang pertama kali. Tapi Liam masih merasakan debaran yang sama saat menjadikan Safira miliknya. "Aku lebih mencintaimu."

"Leem. Motormu terlalu, besar. M-maksud Safira, rok nya terlalu pendek," cicitnya malu.

"Didalam tas ada jaket, kamu pake itu buat nutupin ya," Liam memberi saran.

Mengerti dengan apa yang di maksud oleh Liam, Safira mengambil jaket dan mengikat di pinggangnya. Merasa sudah, Safira mengangguk.

"Udah?" Tanya Liam.

"Bentar. Safira, masih belum naik."

Liam mengulurkan tangannya, membantu gadis itu untuk naik ke atas motor besarnya.

"Udah nyaman?" Memastikan kenyamanan Safira, Liam selalu menanyakan hal yang sama.

Merasa nyaman, barulah Safira mengangguk. Memeluk tubuh kekasihnya erat, Safira menyukai aroma coklat vanilla yang lembut dari tubuh Liam.

"Kerumah Papa ya. Calon Papa mertua kamu kangen katanya," Liam terkekeh saat Safira mencubit pinggangnya.

"Leem," panggilnya ragu.

Mengurangi kecepatan Liam berhenti di lampu merah. "Ada masalah?" Liam cukup peka dengan Safira, dua tahun menjalin kasih dengan Safira membuat Liam terbiasa dan hafal dengan gadis itu.

"Kita beneran kerumah kamu?"

"Ia sayang, Papa dari kemaren udah neror katanya, calon mantu kok gak pernah di ajak kerumah," Liam tidak berbohong. Papanya memang menginginkan Safira menjadi menantu, tapi masih ada sekat yang tak terlihat. Safira masih ragu dengan dirinya. Liam begitu sempurna sedangkan dirinya jauh dari kata baik. Safira hanya tidak ingin Liam memilih wanita yang salah untuknya.

"Safira beruntung. Safira bersyukur, Liam pria sangat tampan yang jadi kekasih Safira. Safira benar-benar beruntung! Suatu saat nanti Safira akan buktikan kalau Liam juga beruntung dapetin Safira!"

Tawa Liam terdengar, pernyataan cinta menggelikan dari gadis polos namun terkesan tukus secara bersamaan. Liam menyukai hal-hal romanis seperti ini. "Menjadi kekasihmu, aku benar-benar bersyukur. Saat menjadi suamimu nanti. Aku berjanji! Akan menjadikan Safira, satu-satunya wanita yang Liam jadikan rumah,"

"I love you Leem."

"Love you too my Queen,"

Diatas motor, dibawah lampu merah. Sepasang kekasih tanpa sadar sudah saling mengikat, satu sama lain. Namun manusia hanya bisa berencana dan Tuhan yang menentukan.

***

"Liam pulang." Masuk rumah seharusnya dengan salam bukan teriakan.

Show MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang