9) Awal masalah

11 11 23
                                    

Berharap dunia mengulurkan tangan dan membantu orang yang lemah? Tolong! Dunia bukan ibumu yang akan langsung mengulurkan tangan untuk memelukmu saat kau menangis! Jangan berharap banyak! Untuk tetap bertahan di Dunia yang kejam, kau harus lebih tangguh dari yang sebelumnya, karena jika hanya mengharapkan sesama manusia. Kau akan semakin di sesatkan.

Saat angin berhembus, rambut bergelombang ikut berterbangan saat dihembus angin, kulit ikut tergelitik. Dedaunan kering berjatuhan dan beberapa bunga di pinggir jalan bergoyang mengikuti angin yang berhembus.

Cahaya yang menghangatkan serta memberi penerangan pada setiap makhluk hidup sepertinya masih enggan untuk bersinar lebih terang, tetesan jejak air hujan saat di malam hari masih begitu terasa dinginnya di pagi hari.

Bianca tersenyum lebar saat netranya menangkap puluhan kupu-kupu sedang menghisap nektar dari bunga-bunga indah yang bermekaran. "Mereka indah," gumamnya.

Pria disampingnya mengangguk, menatap Bianca lembut pria itu menarik Bianca ke pelukannya. Pagi yang dingin, dan pria itu tidak ingin Bianca'nya merasakan hawa dingin itu.

"Mereka memang indah tapi Bianca yang ku lihat jauh lebih indah dan tidak ada yang bisa menandingi semua itu," Pria itu tersenyum kecil saat lengannya menjadi sasaran empuk untuk di pukul.

"Aku berkata yang sejujurnya Bi," pria itu lagi-lagi tertawa. Saat melihat gadisnya bersemu.

Sagara Lintang Dirgantara tersenyum kecil, satu tangannya sejak tadi tidak henti mengusak gemas rambut Bianca, itu seperti kebiasaan yang baru di temukan.

"Ayo pulang," Sagara mengajak Bianca pulang, mereka sudah sejak tadi berada di taman. "Ini sudah hampir siang," lanjutnya pelan.

Bianca tersenyum. "Ayo. Aku sudah mencintaimu hari ini," ucapan tiba-tiba dari Bianca sukses mendebarkan jantung Sagara.

"Bianca!" Mendengar pengakuan cinta sederhana dari Bianca, wajah Sagara memerah kemudian tertawa.

Bianca mengangguk kemudian mendekatkan wajahnya dengan Sagara.

Cup

Serangan dadakan, Sagara tidak kuasa. Masih belum percaya dengan apa yang terjadi, Sagara menyentuh bibirnya kemudian menatap Bianca yang bersemu merah. Itu tadi first kissnya jangan bilang kalau Bianca menduluaninya.

Pria itu tersenyum. Bianca tidak sepolos yang dia kira. "Nanti kerumah ya, Mama sama Papa udah setuju sama hubungan kita."

Bianca menatap Sagara bingung. Otaknya belum berhasil mencerna apapun. "Maksud kakak apa?"

"Kita akan menikah besok dan akan punya dua belas anak."

Gdubrak!!

"Sialan! Mimpi sialan!" Sagara mengumpat, mengusap kasar pelipisnya yang terbentur kursi belajar. Masih pagi sudah kena sial.

Brak

"Mama denger ada yang jatuh? Kamu jatuh dari tempat tidur kak? Apa yang sakit? Kok bisa jatuh? Ayok kerumah sakit yok kak, Mama khawatir," terlihat jelas gurat khawatir di wajah cantik itu, Sagara tersenyum kecil meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Terkekeh kecil Sagara bangkit dari posisinya kemudian menarik tangan Olivia untuk duduk, sang Mama sedang hamil muda. Jangan sampai lelah.

"Sagara gak apa-apa Ma, jangan terlalu khawatir berlebihan," tutur Sagara pelan, tidak ingin sang Mama merasa semakin khawatir.

Sebagai seorang ibu, Olivia memang memiliki rasa khawatir yang berlebihan pada anaknya. "Mama itu khawatir sama kamu nak, kalau putra kebanggaan Mama sampai luka. Itu artinya, Mama bukan ibu yang baik," pecah sudah tangis Olivia, entahlah padahal ini masih pagi tapi emosi Olivia sudah di uji.

"Ma. Jangan nangis! Mama tau kalau Sagara kurang menyukai kalau mama nangis."

"Maksud kakak?" Olivia tidak langsung mengerti, selain emosi yang semakin sensitif ternyata daya ingat ibu hamil berkurang.

"Mama itu wanita kesayangan Sagara. Kalau Mama nangis Sagara juga ikutan sedih, Mama mau adik perempuan Sagara lahir jelek?" Walaupun tidak tau apapun, Sagara ingin Olivia berhenti menangis kemudian tersenyum.

Olivia menggeleng, kemudian menghapus air matanya. Sagara benar, dirinya tidak boleh nangis jika ingin calon bayinya terlahir cantik atau tampan jangan sampai calon anaknya terlahir cemberut.

"Yaudah. Kakak pergi mandi, nanti Mama siapkan baju seragam kakak," Olivia mengecup pucuk kepala Sagara singkat, kemudian sibuk mengambil seragam Sagara selagi putranya mandi.

"Kak. Mama kebawah ya, seragamnya udah Mama siapkan di tempat tidur!"

"Terimakasih Ma," mendapat jawaban dari Sagara, Olivia keluar dari kamar putranya.

***

Hanya butuh waktu dua puluh menit, Sagara muncul dari lantai atas sudah lengkap dengan seragam sekolah, rambutnya masih acak-acakkan terkesan maskulin.

"Lo disini?"

"Ia dong. Tu bokab gue, lagi masak didapur," pria itu berucap bangga. Berbeda dengan Sagara yang langsung melompat kedapur, khawatir jika Mamanya benar-benar bertingkah. Calon adiknya memang banyak tingkah!.

"Om kenapa?" Tanyanya.

Orion mendesah pelan, menyandarkan punggungnya di sandaran sofa menatap anak dari pilot tapi bertukar profesi menjadi chef dadakan itu tajam. "Om lagi galau! Jangan berisik!"

Sagara datang dengan wajah yang ditekuk, Alvin terkekeh mengelus punggung sahabatnya itu iba sebelum duduk di tempatnya semula.

"Udah patah hati?"

"Jangan banyak bacot!"

Tau Olivia tidak akan mengindahkan ucapannya untuk tidak terlalu dekat dengan Pilot sialan itu, Orion meraih sepotong brownis. Merajuk hanya akan membuat perutnya lapar ditambah dia harus bekerja jangan sampai karyawannya di PHK hanya karena cemburu.

Alvin yang memperhatikan itu terkekeh. "Pelan-pelan Om, nanti mati. Tante Olivia jadi Mama ku," Alvin gak punya akhlak.

"Mau kuburan atau langsung ke neraka?" Tanya Sagara, sejak tadi sahabatnya itu memang menaikkan suhu ruangan menjadi panas sedangkan Orion duduk tanpa tenaga.

"Mau sekolah," cengirnya menunjukkan deretan giginya yang rapi.

Nyaris saja Orion tersedak saat melihat istrinya sengaja menggenggam tangan pria yang berprofesi pilot itu. Cemburu? Jangan ditanya, Orion benar-bemar terbakar cemburu.

"Olivia!" Suaranya naik beberapa oktaf. Olivia dan pria yang di kenal Axel itu tersentak kaget. Belum hilang rasa kaget ...

"Mas cemburu," kelanjutan ucapan Orion benar-benar membagongkan.

Kalau hari ini Orion dikenal sebagai pria pencemburu, Orion tidak masalah dengan itu.

Olivia menggeleng. "Mas jangan berisik! Atau Olivia suru tidur diluar?" Ancam Olivia tidak main-main.

"Pa. Ayo keluar dari sini. Sagara udah kenyang."

"Gue nebeng ya cuk!"

"Papa gak kerja, mau ngawasin mereka berdua!"

"Pa! Alvin sekolah dulu ya, semangat! Semoga tante Olivia jadi Mamanya Alvin,"

"ALVIN! PERGI GAK LO DARI RUMAH GUE! SEBELUM GUE TENDANG LO KE MARS!"

"Sagara. Mama gak suka ya suara kamu tinggi!"

"Maaf Ma."

940 word💜💙
Salam dari Mona Sumatera Utara💜💙
Gimana part kali ini? Udah ketemu hillalnya? Hihihi.

Show MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang