8. Stunning Man

2.1K 371 35
                                    

Aku sudah waswas kalau Oliver bakal langsung nonjok Farel. Di sini ada banyak orang, aku nggak kebayang gimana hebohnya mereka kalau sampai ada adegan baku hantam. Awalnya aku ingin menyusul Oliver dan menghentikan semua niat nggak baik yang ada di kepalanya, tapi ternyata aku mengkhawatirkan sesuatu yang nggak perlu. Saat mereka berdiri berhadapan, Oliver cuma keluarin ponsel dari saku celananya. Aku yang sudah melangkah tiba-tiba melambat karena mendengar Oliver bicara dengan Farel.

"Kamu tahu Kapolsek sini? Aku lagi hubungi dia biar ngirim anak-anak buahnya buat ngeberesin kamu dan anak-anak buahmu yang nggak bermoral itu."

Tahu nggak? Farel wajahnya langsung kaku, lho. Terus para laki-laki berandalan yang tadi sibuk ngacak-ngacak rangkain bunga di halaman, mendadak terdiam.

"Kamu kira aku bohong nyebut Kapolsek?" tanya Oliver.

Ponselnya yang masih menunggu panggilan dijawab, terdengar keras. Kurasa Oliver mengaktifkan fitur pengeras suara. Farel nggak nyahut, dia seperti ragu apakah Oliver serius atau nggak. Lalu saat panggilan itu dijawab, kegaduhan kembali terdengar. Suara gaduh itu berasal dari orang-orang bawaan Farel, yang kemungkinannya terkejut kenapa bisa sampai membawa Kapolsek dalam urusan ini.

"Selamat sore, Nak Oliver. Tumben ini menghubungi saya. Ada yang saya bisa bantu, Nak?"

"Sore Pak. Maaf kalau saya mengganggu. Jadi begini, saya sedang melakukan acara lamaran, tapi ada sekelompok orang yang mengacau di rumah calon pengantin saya. Apa Pak Jaya bisa membantu saya?"

"Wah, nggak beres ini. Kirimkan alamat lengkapnya, Nak. Bapak akan langsung mengirim anak-anak Bapak ke sana."

"Berengsek, Rel! Katanya bakal aman-aman aja!" protes seorang laki-laki yang lengan kanannya penuh tato.

Aku nahan senyum, ngerasa kocak banget. Bisa-bisanya Farel bawa orang yang kelihatannya doang sangar, tapi nyalinya cuma seujung kuku.

Oliver nggak langsung jawab Pak Jaya, dia kayak ngasih kesempatan buat Farel mikir. Please ya, aku nggak bisa mendeskripsikan ketegangan Farel dan para suruhannya. Pengennya aku tuh ketawa keras-keras karena mereka saat ini lagi lari keluar rumahku, termasuk Farel. Masalah kelar. Gils nggak, sih? Segampang itu Oliver menyelesaikannya.

"Baru saya telepon Bapak, mereka sudah pada kabur. Tapi saya tetap minta tolong ya, Pak."

Aku nggak tahu lagi apa jawaban dari Pak Jaya yang memang Kapolsek di sini, karena Oliver mematikan fitur pengeras suaranya. Dia juga sempat bicara pelan yang membuatku nggak bisa dengar lagi ngomong apa. Setelah Oliver mematikan telepon, barulah beberapa orang mendatangi Oliver dan nanya sebenarnya apa yang terjadi.

"Udah, nggak usah dipikirin. Maaf ya acaranya jadi agak kacau. Ayo ayo, kita balik lagi ke dalam lanjutin makan."

Dan jawaban Oliver sesederhana itu. Orang-orang nggak lagi nanya apa-apa, mereka beneran balik ke dalam rumah. Kudengar Ayah dan Bunda juga sempat meminta maaf atas gangguan tadi. Terus ya, Ayah tuh geleng-geleng pas tatapan sama aku. Aku tadi panik, jadi nggak merhatiin kalau ternyata Ayah juga berdiri di teras. Beneran deh, Ayah pasti nanti ceramah yang intinya Farel itu memang bukan laki-laki yang tepat buat aku.

Iya, iya, aku mengakui dengan sukarela bahwa Farel itu bukan calon suami idamanku. Selain suka gombalin aku, kayaknya dia nggak ada nilai plus lainnya, deh. Kenapa coba dulu aku suka sama dia?

Sudah nggak ada orang di teras, semua pada anteng di dalam. Rina dan anggota tim dekor lainnya gegas membereskan kekacauan di halaman. Mereka nggak nanya apa-apa ke aku, tapi aku rasa mereka tahu inti masalahnya. Sewaktu masih pacaran sama Farel, dia lumayan sering ke toko. Sekarang di saat aku lagi lamaran sama laki-laki lain dan Farel datang sebagai pengacau, ya anak-anak tokoku bisa menyimpulkanlah cerita singkatnya gimana.

Full of BetonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang