21. Better that We Break(2)

1.4K 309 55
                                    

Sebenarnya aku pengen menutup toko dan menyuruh anak-anak pulang lebih cepat, tapi aku sadar perasaan pribadiku nggak boleh merugikan orang lain. Ada cukup banyak orderan buket yang belum diambil. Sekarang sudah mendekati jam makan siang, anak-anak pasti kepikiran karena belum menyelesaikan semua rangkaian. Biar nggak lebih buang-buang waktu, aku menghubungi Rina buat balik ke toko. Dan karena penampilanku yang semakin parah setelah datang tanpa alas kaki, buat sementara aku pindah ke lantai atas. Akan sangat memalukan kalau mereka lihat aku kayak mayat hidup gini.

Ada satu kamar mini plus matras di sini, tentu saja aku sengaja membuatnya begitu karena sewaktu-waktu butuh istirahat. Nggak ada yang aku lakuin dari tadi selain berbaring dan menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang sangat hampa.

Di mataku perpisahan adalah solusi mengingat kemungkinan kami akan berdebat untuk hal yang sama akan terus ada, sayangnya keluarga nggak setuju. Memang, sih, Allah benci perpisahan antara suami istri, tapi kalau suaminya menyebalkan macam Oliver apa Allah nggak bakal ngerti keinginanku?

Aku memejamkan mata, lalu bayangan Oliver yang tersenyum mendadak hadir. Nggak hanya itu, bayangan-bayangan singkat tentang perlakuan Oliver ke aku juga muncul. Dia yang menyapa ramah di pagi hari lalu membuatkan sarapan. Dia yang berinisiatif bersih-bersih rumah tanpa menyuruh atau memaksaku yang melakukannya. Dia yang sering bertanya aku butuh apa. Dia yang selalu memastikan aku terselimuti dengan benar saat malam hari.

Segitu cicaknya Oliver, sampai-sampai aku saat ini merasa bersalah karena terlalu emosi, padahal dia sudah banyak melakukan kebaikan untukku. Hah!

Pusingku makin parah, juga perasaan lelah ini harus segera kutangani. Satu-satunya cara terbaik saat ini adalah tidur dan melupakan sejenak semua hal.

Bangun tidur aku bukannya merasa lebih baik, tapi semakin pusing. Kerongkonganku kering, sedangkan perut meronta-ronta minta diisi. Aku meraba sekitar, meraih ponsel yang memang kuletakkan di dekat bantal sebelum aku tidur. Pukul 3 sore lewat, pantas saja aku kelaparan.

Ada beberapa pesan dari Bunda, Azmi, dan Mama. Intinya sama, menanyakan kabar dan menyuruhku pulang jika sudah merasa lebih baik. Selain itu, notifikasi dari Stagram-ku cukup banyak dan seketika membuatku mengernyit. Ada beberapa pesan pribadi yang dikirim oleh satu orang. Siapa? Tentu saja Oliver.

Ck! Harusnya aku tadi memblokir dia juga di Stagram.

Bram Oliver P

Sayang, kamu ada di toko?

Masih di toko?

Sofie, aku kepikiran tapi aku nggak bisa pergi sekarang.

Tunggu, ya, nanti aku jemput ke toko.

Malas banget buat jawab! Biarlah dia tahu kalau aku memang beneran marah.

Keluar dari ruang percakapan, aku memeriksa notifikasi Stagram lainnya. Foto carnations kuning yang aku posting beberapa jam lalu dikomentari oleh beberapa temanku, juga followers, dan ... yang paling mengejutkan adalah Oliver ikut komen di sana. Celaka! Dia pasti bikin heboh karena sampai sekarang aku belum mengumumkan ke publik wajah suamiku.

Benar saja, ada banyak orang yang membalas komentar Oliver. Gimana nggak? Komennya saja begini, "No messages and calls, yeah I know I deserve it. Wish I could see your smile and redeem my mistake soon, Wifey. I'm so sorry." (1)

Astaga! Astaga! Astaga! Oliver sudah gila, ya? Lihat tuh, pada heboh nanya apa benar Oliver suamiku. Walaupun followers-ku nggak banyak-banyak banget dan belum melewati angka 150k, tapi tetap saja kalau ada sesuatu yang berpotensi seru buat dibongkar, orang-orang pasti suka dan bakal berkumpul. Padahal Oliver bukan orang yang lebay sampai bisa komen hal seperti ini di media sosial, menurutku. Feed Oliver sangat sedikit diisi foto pribadi, setelah kami menikah pun dia cuma lebih sering posting bagian-bagian kecil dalam prosesi pernikahan, seperti souvernir, meja yang sudah tertata cantik, jas yang tergantung sebelum Oliver pakai, dan sejenis itu. Ada fotoku saat resepsi yang Oliver pamerkan di Stagram-nya, tapi wajahku nggak kelihatan karena tertutup buket. Foto kami saat akad juga ada, lagi-lagi wajahku nggak kelihatan karena gambarnya diambil dari arah belakang.

Full of BetonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang