Kamu menatap dengan mata mengerjap beberapa kali. Kepalamu bergeser agar tanganku tidak bisa menyentuh. Rambut indahmu kuelus pelan. Mahkota yang selalu dirawat dengan paripurna. Tidak salah aku memilihmu.
Kukupas beberapa apel dan membelahnya kecil. Potongan yang sesuai dengan ukuran kunyahan kesukaanmu. Ya, aku memang selalu menjadi hamba pada cinta yang membiusku sehingga sanggup melakukan apa saja. Untukmu, lebih tepatnya untuk keegoisanmu. Setiap suruhan yang kamu cetuskan merupakan firman yang harus kulaksanakan.
Kuelus pipi ranum milikmu bersamaan dengan beliak matamu yang memerah. Ah, sempurna. Akhirnya, kamu bisa bersamaku sekarang, tanpa sumpah serapah, tanpa amarah. Kamu tunduk dengan tangan terikat dan bibir yang kujahit pelan-pelan tadi malam.
YOU ARE READING
Pentigraf - Kisah Kisah Pendek
General FictionTulisan tiga paragraf menggambarkan cerita tak banyak kata