"Spongebob, anjirr" ujar Bella yang tengah duduk di sofa ruang tengah bersama adiknya yang berumur 5 tahun.
"Nggak, Ara mau upin-ipin"
Bella merebut remote televisi, lalu segera mengganti channelnya.
Ara merebutnya kembali dan mengganti dengan upin-ipin.
"Apaan sih bocil, ganti gak?!" Teriak Bella kesal.
Ara menggeleng, dia menatap layar televisi di hadapannya dengan tenang hanya karena film kesukaannya. Bella mencak-mencak, menatap tajam sang adik. Lalu merebut kembali remotenya.
"Udah diem, lebih seru spongebob juga!" Kata Bella tidak mau kalah. Bella mah gitu, gak mau ngalah sama adik sendiri juga. Segitu Ara masih kecil.
"Nggak mau, Ara maunya upin-ipin!"
"Dua tuyul di tonton, apa serunya coba?!"
"Mamaaaa!" Ara malah menangis, memanggil sang mama. Bella semakin kesal dengan adiknya itu yang bisanya cuma mengadu dengan menyebut mama, apa-apa mama. Ck, dasar anak mama!
Ara menangis semakin kencang tapi Bella malah santai menonton film kartun kesukaannya. Entah mengapa dia sangat menyukai film itu.
"Mamaa, hikss"
Bella menoleh, menatap ke arah sang adik yang duduk di sampingnya. Wajahnya sudah memerah, air matanya mengalir sangat banyak. "Bocil cengeng!" Ledek Bella.
"Aaaa mamaaa, Ara mau liat upin-ipin" teriak Ara sembari menangis.
"Panggil aja terus, mama gak bakalan dateng wlee!" Bella menjulurkan lidahnya. Senang sekali rasanya menjahili Ara.
"Kamu ini ya! Adiknya nangis bukannya di bujuk, malah di ledek!" Pekik sang mama dari belakang dengan menjewer telinga Bella.
Bella mengaduh kesakitan, mengusap telinganya yang terasa sakit. "Ampun, ma"
Ara yang sedang menangis, tertawa melihat Bella yang di jewer oleh sang mama.
"Bocil anjirr, berani ngetawain gue ya!" Bella menatap Ara dengan jengkel.
Elena yang sudah berada di hadapan keduanya, berkacak pinggang melotot tajam ke arah Bella. "Heh, mulutnya!"
Bella tersenyum, menampakkan gigi putihnya. "Keceplosan ma"
Elena duduk di samping Ara, mengusap pucuk kepala anak kecil itu. "Kenapa nangis sayang?" Tanya mamanya lembut.
"Kinipi ningis siying" Bella menirukan gaya bicara mamanya dengan menye-menye. Sama Ara aja ngomongnya lembut, sama Bella mah boro-boro. Yang ada ngegas mulu, heran.
"Ara mau nonton upin-ipin ma, tapi sama kakak ndak boleh" ujar Ara jujur.
"Bocil anjir, kalau ngomong gak bisa bohong dikit apa?" Ucap Bella dalam hati.
Elena kembali menatap Bella dengan tatapan tajamnya dan Bella malah tersenyum sok manis.
"Peace ma" Bella mengangkat kedua jari tangannya membentuk tanda peace.
***
Saat ini Bella berada di supermarket yang tak jauh dari rumahnya, suasana sore begini memang pas untuk keluar rumah. Tapi sebenarnya, Bella sangat malas jika harus keluar, dia lebih baik tidur di kasurnya yang empuk.
Berhubung persediaan camilan untuk menemani kegabutannya menipis, jadi dia terpaksa harus keluar sore-sore dengan menggunakan motor scooter kesayangannya.
Bella memasukkan beberapa camilan ke keranjang yang ia dorong, lalu dia menuju rak yang paling ujung. Saat matanya sedang melihat rak, seseorang menabraknya.
Bella menoleh, merasa tidak asing dengan cowok itu. Dia sedikit membungkuk, membantu merapihkan makanan yang tergeletak di lantai.
Tidak, tidak ada drama seperti ftv yang pegangan tangan lalu saling tatap-tatapan satu sama lain.
"Thanks" ujar cowok itu.
Bella tersenyum, mengangguk singkat.
"Bella?" Panggilnya.
Bella mengangkat alis bingung, mengapa cowok itu mengetahui namanya? Padahal kenal saja tidak. "Ya?" Balas Bella cuek.
"Lo benar Bella, kan?" Tanya cowok itu meyakinkan.
"Iya, kenapa?" Bella semakin penasaran, siapa cowok itu. Bella tidak mengenalnya tapi dia bersikap seolah sudah mengenal Bella. Kalo kata ininya mah sksd, sok kenal sok dekat!
"Lo kenal iwan?" Bukannya menjawab, cowok itu malah balik bertanya.
"Hah?" Dahi Bella semakin berkerut, tidak mengerti akan pertanyaan cowok itu. "Iwan siapa?" Lanjutnya.
"I wanna be your favorite boy"
Haha, cringe banget anjirr.
Mendengar itu bukan malah senang tapi Bella malah merasa gimana gitu. Dia melirik sekilas ke arah cowok itu lalu berbalik badan, mulai melangkahkan kaki menuju kasir.
***
"Lama amat lo," kata Devan ketika Deza datang dengan menenteng plastik kresek di kedua tangannya.
"Si anjir, gak ada akhlak banget. Tuan rumah baru dateng, lah elo udah ada di dalem rumah duduk santai di sofa, kaki di naikkin satu lagi!" Oceh Deza ketika melihat Devan yang sedang santai duduk di sofa sembari menonton televisi.
"Tamu adalah raja" ujar Devan dengan gaya songongnya sambil tersenyum manis. Heran, dimana-mana selalu tersenyum gak bosen apa?
"Eza, ambilin kue di kulkas!" Teriak sang bunda yang baru turun dari tangga.
Deza berdiri, masih menenteng kantung kresek tersebut. Ia mengambil kuenya lalu menyimpan beberapa camilan dan minuman yang di beli tadi ke dalam kulkas.
Deza kembali ke ruang tengah, dia melihat bundanya yang sudah duduk berbincang asyik dengan Devan. Memang sebegitu dekatnya dia sama Devan.
"Bun, kuenya" ucapnya lalu menaruh kue di atas meja.
"Ayo, di makan kuenya Devan. Tante buat sendiri loh, ini brownies kesukaan kamu 'kan?" Ujar Bundanya sangat lembut.
Devan tersenyum manis "Eh iya tante, masih ingat aja kalau Devan suka brownies"
Deza mendengus kesal, dia pikir kuenya buat siapa. Ternyata buat Devan, tapi tak apalah kalau untuk Devan dia ikhlas. Beda lagi kalau ada Daffa, sudah di pastikan cowok itu akan menyambar kuenya tanpa malu.
"Assalamualaikum, anybody home?" Teriak Daffa dengan suara cemprengnya yang sangat khas.
"Ngapain lo ke sini?" Tanya Deza ketus.
"Anjirrr, kue kesukaan gue" cowok itu tidak menjawab pertanyaan Deza. Dia malah jalan ke arah meja, menatap dengan binar kue tersebut.
"Kuenya enak tante" ujarnya menoleh ke arah bunda Deza.
Tuh kan, sudah di bilang Daffa itu orangnya tidak tahu malu. Baru datang, udah langsung makan saja.
"Syukurlah, kalau gitu di habiskan ya"
"Swiap twante" Daffa berucap sambil mengunyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNABELLA
Teen FictionIni bukanlah kisah laki-laki berwatak dingin, ketua geng motor ataupun ketua osis. Ini hanyalah kisah Annabella Cassandra, seorang gadis cuek dan galak yang tiba-tiba mencintai sosok laki-laki yang memiliki senyum manis dengan sifat yang menyebalka...