4. 3D : Devan, Deza, Daffa.

145 169 128
                                    

Uhuk uhuk

Bella terbatuk saat Devan menghampiri dan tiba-tiba duduk di sampingnya. Cowok itu sedari tadi memperhatikan Bella yang sedang memakan mie, tapi Bella tidak sadar. Ya, Bella mah soal makanan nomor satu. Gak peduli mau ada yang perhatiin kek, mau ada yang foto kek gak penting, yang penting mah perut Bella kenyang. Udah itu aja.

Keringat bercucuran di pelipis Bella, mie ini memang benar-benar pedas seperti biasanya. Walaupun lidahnya sudah merasa kepanasan, pipinya sudah memerah tapi dia tetap melanjutkan makannya itu.

Sedang asik-asiknya makan, tiba-tiba mienya di tarik begitu saja. Ini tidak bisa di biarkan, Bella mendengus kesal.

"Balikin mie gue!" Bella memutar bangkunya ke arah Devan sehingga mereka duduk berhadap-hadapan.

Devan malah memakan mie itu dengan tampang tak berdosanya. Dia tidak melirik sama sekali kearah Bella.

"Mie gue anjirr, lo kalau mau tinggal bilang ke bude!"

Devan semakin cepat memakan mie itu, hingga sampai habis, bersih tak ada sisa. Devan mengambil tissu di depannya lalu mengelap ke sudut bibirnya.

"Aish shibal!" Umpat Bella.

"Mienya enak" ujar Devan sembari tersenyum manis. Memang dia selalu tersenyum dimanapun berada, bagaimanapun keadaannya, senyum tetap harus di lakukannya.

Bella memutar bola matanya malas "iyalah enak, orang gratis!"

"Thanks" ujar Devan lagi-lagi tersenyum dengan tampang tak berdosanya membuat Bella muak. Memang manis sih, tapi ya lama kelamaan juga kesel anying! Udah makan mie orang tiba-tiba, gak merasa bersalah lagi.

Bella menghembuskan napas, mengusap dadanya pelan berusaha ikhlas. Lalu dia menatap cowok itu, tersenyum dengan semanis dan selebar mungkin. "Sama-sama Devan" ucap Bella sangat di paksakan.

***

"Ayo, silahkan masuk. Anggap aja rumah kalian sendiri" ucap Daffa di ambang pintu mengulurkan kedua tangannya, menyambut kedatangan kedua temannya itu.

Deza memukul tangan Daffa lumayan keras "jangan belagak kayak tuan rumah ya anjing!" Sewot Deza.

Tanpa memedulikan perkataan Deza, Daffa membalikkan tubuhnya dengan sedikit di gayakan dan bola matanya yang berputar. Dia berjalan lebih dahulu meninggalkan kedua temannya, seolah-olah dialah yang punya rumah.

Devan dan Deza duduk di sofa ruang tamu. Berbeda dengan Daffa yang malah nyelonong ke dapur untuk mengambil beberapa camilan dan minuman dingin. Dia sangat menekankan kata 'anggap aja rumah sendiri'. Nggak tau diri memang, belum di suruh sudah gercep duluan.

Tapi santai, orang tua Devan mah baik. Gak kayak temannya Devan yang kayak babi. Eh, mon maap ni ya jadi ngatain. Padahal kan temannya Devan ganteng masa ganteng-ganteng babi? Ngatain lagi kan, eh.

Serius tapi, orang tua Devan itu baik, bahkan sangat baik. Jadi, Daffa dan Deza bebas melakukan apa aja. Asal jangan yang macem-macem katanya.

Devan yang merasa panas, karena dirinya belum mandi. Dia pergi ke kamar untuk mengganti baju.

"Mau gak lo?" Tanya Daffa seraya menunjukkan minuman dingin di tangannya.

"Wish pengertian banget lo, kebetulan gue lagi haus" ujar Deza mengusap tenggorokannya yang kering.

"Nih, tangkap" Daffa sudah mengangkat minuman itu, mau melempar ke arah Deza, tapi saat tangan Deza sudah bersiap ingin menangkapnya Daffa malah meneguk minuman itu. Kan sialan!

"Anjing!" Umpat Deza.

Daffa tertawa ngakak "hahaha, ambil sendiri. Punya tangan sama kaki kan lo!"

"Sialan, lo. Gitu amat!"

"Devan kemana?" Tanya Daffa tidak melihat keberadaan Devan, karena memang dia baru saja dari dapur. Menggoda asisten rumah tangga di rumah Devan yang masih muda.

"Kamar"

Daffa sudah duduk di samping Deza. "Busett, kamar mulu kayak perawan!" Pekik Daffa yang mengganggu pendengaran Deza yang sedang asik-asiknya menonton televisi.

"Suara lo, bikin budeg tai!" Ujar Deza sedikit ngegas.

"Lah suara lo juga!"

"Berisikk!" Ucap Devan yang sudah berada di belakang mereka.

Daffa menoleh ke arah belakang, lalu mengerutkan dahinya bingung. "Lah kayak ada yang ngomong, tapi nggak ada" ucap Daffa pura-pura tidak melihat keberadaan Devan.

"Lo liat gak za?" Tanya Daffa mengangkat alisnya.

"Nggak, setan kali" balas Deza. Jika sedang mengerjai Devan, mereka akan bekerja sama. Tidak ada perdebatan dan adu bacot.

Devan sudah berada di hadapan Daffa dan Deza lalu dia melempar keduanya dengan bantal secara bergantian "Elu berdua yang setan! Gue mah ganteng, manis. Mana ada setan kayak gue!" Sombongnya.

"Sombong bethulll" cibir Daffa.

"Gue juga ganteng, Daffa doang emang yang setan mah!" Deza menatap Daffa.

"Apaan lo nyebut gue setan? Kata emak gue juga, Daffa mah ganteng anaknya emak jamilah!" Bangga Daffa dengan menyebutkan nama emaknya itu.

"Van, cewek yang di kantin itu, dia Bella 'kan?" Tanya Deza menghiraukan perkataan Daffa.

Devan meneguk minuman kaleng lalu menjawab pertanyaan dari Deza "gue nggak tau nama dia siapa, yang jelas itu cewek ngeselin parah, orangnya gak mau ngalah walaupun salah" Devan berkata fakta, memang Bella mempunyai sifat seperti itu. Tidak ingin mengalah dan selalu mengelak.

Daffa menepuk kedua tangannya, hingga menimbulkan suara yang lumayan keras. "Nah iya anjirr, itu cewek cantik banget tapi sayang katanya cuek. Gak bakalan mempan sama gombalan receh yang kayak lo sering pake za!"

Deza mendelik tajam "Daffa tai! Lo yang sering gombal, kenapa malah bawa-bawa gue sialan!"

"Lah, lo 'kan sering gombal ke si fani za" Daffa keceplosan, Deza yang mendengar itu sudah melotot tajam ke arah Daffa. Memang mulut Daffa kayak ember bocor, nggak bisa jaga rahasia. Fani itu teman sekelasnya, bagaimana jika Daffa membocorkan kepada anak kelas? Huh, Deza pasti malu setengah mati.

"Fuck! lo pinjem ponsel gue ternyata buat buka whatsapp. Sialan! Privasi gue ke bongkar!"

Daffa tertawa terpingkal-pingkal melihat Deza kesal, pasalnya wajah cowok itu sudah memerah. Sedangkan Devan tidak memedulikan, toh itu hak Deza mau dekat dengan fani ataupun yang lainnya.

ANNABELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang