A sidetime for lust

582 125 33
                                    


 
 
 
Sehun tahu jika tunangannya begitu menyukai menu irisan daging gurita yang dibumbui cukup banyak cabai di kedai sederhana namun bersih ini. Kendati demikian hal tersebut tidak membuat sang tunangan kalap dalam menyantap sajian hingga tandas tak tersisa.
 

Luhan tetaplah Luhan, nona bangsawan dari hirarki paling tinggi. Perihal menyantap sajian pun geraknya tetap begitu anggun laksana kepakan sayap merpati. Sehun yakin bahwa seluruh lelaki akan mudah tunduk di bawah gerakan jari telunjuk sang tunangan yang melebihi paras rupawan para dewi.
 

“Suka..?”.
 

Mengangguk pelan tanpa sahutan berarti. Fokusnya hanya pada sajian lezat yang dibuat langsung oleh pemilik kedai, wanita berusia senja.
 

“Apa setelah ini ada acara..? Aku mendengar percakapan stylishmu dengan orang-orangnya ketika hendak memasuki kedai ini..”.
 

“Kau tidak perlu tahu..”. Jawabnya tanpa memberi netra pada sang lelaki.
 

Menyelesaikan santapan lalu membersihkan sudut-sudut bibir dengan tissue yang dibawa oleh sang asisten pribadi. Memberikan bekas yang dipakai lalu menyuruh asistennya untuk keluar ruangan.
 

“Hari ini aku bertugas mengantarmu..”.
 

“Tidak perlu. Tugasmu hari ini hanya cukup menjemput dan mengantarku kemari..”.
 

“Sudah mengosongkan jadwalku hari ini pada sekretaris, dan tolong hargai kesibukan yang aku pangkas hanya untuk menemanimu..”.
 

“Kau keberatan rupanya..”.
 

“Tidak demikian, sama sekali tidak sedikit pun aku keberatan menemani tunanganku bepergian. Aku hanya ingin kau mengizinkanku untuk membersamaimu seharian..”.
 

Luhan mengangkat bola mata lalu menjatuhkan netra pada sorot elang sang lelaki. Menyunggingkan senyum tipis kemudian berdiri menuju jendela terbuka cukup lebar yang menghamparkan pemandangan menyegarkan. Seperti yang dikatakan bahwa kedai berlantai dua ini berada di dekat bukit pegunungan. Di lantai dua dibangun dengan sekat-sekat per ruangan khusus ruang makan pribadi.
 

Sehun pun mengikuti lalu melingkarkan lengan kekar pada pinggang sang nona dari belakang dengan sapuan mesra.
 

Luhan tidak menghindar sekalipun lekukan tubuh indahnya ditarik mendekat hingga membentur proporsi sempurna tubuh sang tunangan.
 

“Jadi kemana tujuanmu setelah ini..?”. Tanya Sehun lagi.
 

“Tidak perlu tahu..”. Masih jawaban yang sama. Dapat ia rasakan pundaknya dijatuhi kecupan basah dari bibir kurang ajar tunangannya.
 

“Sungguh, aku begitu penasaran siapa yang hendak kau temui dengan merepotkan diri mengganti busanamu setelah ini..”.
 

“Salah satu orang yang ku anggap penting..”.
 

“Apa itu orang yang menorehkan goresan di lukisan yang sudi kau panjang di kamarmu..?”.
 

“Kau mengetahuinya..?”.
 

“Aku bahkan tahu orangnya..”.
 

“Mustahil. Dan jangan mengganggunya..!”.
 

“Jika masih dalam batas wajar memasuki ranah kehidupanmu akan ku pertimbangkan..”.
 

“Jangan berpikir sedikit pun untuk menyentuhnya..! Kau tahu apa yang akan terjadi jika aku murka, bukan..?”. Itu peringatan. Bukan ancaman yang bernada omong kosong belaka.
 

Sehun marah tentu saja. Luhan tidak pernah membuang-buang waktu berharganya untuk melindungi orang lain sekalipun hal tersebut hanya melalui susunan kata.
 

SIN'S SLAVE (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang