Princess

261 63 23
                                    


 
 
Luhan sedikit dibuat takjub dengan hiasan mawar merah segar yang berada di segala sisi ruang utama rumah megah keluarga bangsawan Oh. Langkahnya tetap terurai dengan tangan sang tunangan yang bertengger di pinggang untuk membimbingnya menuju tempat dimana nyonya rumah megah ini berada.
 

Kurang dari beberapa langkah dapat ia lihat seorang wanita cantik yang dibalut busana sedemikian elegan menghampirinya dengan tergesa bersama satu tangkai lebat bunga mawar merah.
 

“Ya Tuhan, Nona Luhan terima kasih telah memenuhi undangan Mama..”. Seru Ibu Sehun yang langsung menyodorkan setangkai mawar merah yang dipengangnya kepada sang menantu.
 

Diraihnya tangan lembut Luhan kemudian memberi kecupan penghormatan dilanjut dengan sapaan cinta yang terlabuh pada kecupan di kedua pipi.
 

Luhan membalas dengan tindakan yang sama sebagai ramah tamah kesopanan seorang keturuan bangsawan. “Dengan senang hati, aku bersyukur karena Mama selalu menyempatkan waktu untuk mengundangku bertemu..”. Jawabnya dengan nada manis yang membuat nyonya Oh mendesis haru.
 

Sesungguhnya, jauh di dasar hatinya Luhan cukup tidak menyukai wanita yang kini tampak memuja-muja dirinya karena di masa lalu Ibu Sehun tersebut pernah memberi tatapan cemooh pada mendiang kekasihnya ketika pertama kali ia dibawa kesini.
 

Ibu Sehun mengusap-usap punggung tangan lembut milik Luhan. “Astaga.. rasanya Mama ingin hidup selamanya karena memiliki menantu sempurna sepertimu, Nona..”.
 

“Mama pasti memiliki hidup yang sehat dan panjang..”. Luhan tidak sekalipun menunjukkan sedikit rasa tidak sukanya yang ia timbun dalam-dalam di dasar hati.
 

Kemudian Luhan digiring oleh nyonya besar rumah megah tersebut menuju ruang tengah, tempat dimana biasanya keluarga besar berkumpul untuk menikmati waktu santai. Sehun mengekori dari belakang. Menyunggingkan separuh senyumnya ketika mendapati sang Ibu tampak selalu antusias ketika bertemu Luhan. Bahkan Ibunya tidak berbasa-basi untuk memberinya sapaan karena terlalu sibuk pada Luhan.
 

“Mama hanya Ibu mertua, sedangkan aku tunangannya. Kenapa Mama bertindak seolah-olah Nona Luhan lebih berhak dengan Mama daripada aku..?”. Sehun memprotes dari belakang. Jas ditenteng di tangan kanan, menyisakan kemeja lengan panjang yang dilipat sebatas siku.
 

“Jika bukan karena Mama, kau tidak akan lahir ke dunia dan tidak akan bertemu dengan wanita mahadewi seperti Nona Luhan, Sehun. Jadi, diamlah..!”.
 
Sehun terkekeh mendengar jawaban ketus dari sang Ibu, lalu ikut mendaratkan bokong di sofa panjang yang terletak berseberangan dengan Luhan dan sang Ibu.
 

“Kenapa pakaianmu berantakan..?”. Tanya nyona Oh setelah melihat kembali putera semata wayangnya. Lalu mulutnya membuka yang kemudian ditutup segera dengan tangan. Matanya menguar dengan binar menggoda. “Oh Ya Tuhan.. apakah undangan Mama menganggu acara yang seharusnya kalian nikmati saat ini..?”.
 

Luhan tahu pertanyaan itu mengarah pada maksud yang berbau dewasa. Memberi gelengan dengan cepat sebelum Sehun membuka mulut dan mengatakan sesuatu yang mendukung prasangka nyonya rumah.
 

“Tidak, Ma. Kami sempat berselisih tadi dan Sehun yang dikabung amarah secara kasar menarik dasi hingga kancing kemeja bagian atas terlepas..”.
 

“Berselisih..?”. Nyonya Oh tanpa sadar sedikit menaikkan volume suara karena terkejut. “Kenapa..? Apa yang kalian selisihkan..? Apa sekarang sudah baikan..?”. Arah mata kemudian menghunus sang putera. “Oh Sehun cepat minta maaf pada Nona Luhan..!”. Titahnya kemudian.
 

“Sudah Ma. Selisih yang kami permasalahkan bukan hal besar..”. Luhan menyela sebelum Sehun benar-benar bersimpuh di kakinya.
 

Bagi semua orang di luar sana adalah sebuah ketidak-mungkinan melihat kedua lutut Sehun terkekuk di bawah orang lain. Namun itu adalah hal biasa bagi Luhan. Lelaki yang memiliki banyak topeng muslihat tersebut mungkin tidak akan segan mencium kakinya jika ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan.
 

Sebelum meminta kepastian pada sang putera tentang kebenaran ucapan sang menantu. Satu lelaki paruh baya datang dengan sapaan hangat dan senyum lebar yang tertuju pada Luhan. Menginterupsi niat nyonya Oh untuk mengurusi masalah dua pasangan tersebut.
 

“Apa Nona cantiknya Papa sudah lama sampai..?”. Tanya tuan Oh sembari mencium kedua pipi Luhan dan merengkuh pinggang ramping tunangan puteranya tersebut.
 

Luhan terkekeh manis. Sikap tuan Oh membuatnya nyaman. Seorang lelaki yang selalu bersikap dan bertindak seolah-olah ayah kandungnya sendiri. Sikap manis dan humoris yang dimiliki tuan Oh persis seperti Sehan. Selain itu kontur wajah tuan Oh sama persis dengan wajah Sehan. Bertemu dengan tuan Oh sama saja mengobati rindunya pada Sehan.
 

“Papaaa..”. Serunya terdengar manja. “Apa kedatangan Luhan menganggu waktu sibuk Papa..?”.
 

Nyonya Oh menyaksikan interaksi hangat dan manis tersebut. Terkadang merasa iri dengan sang suami yang tampak lebih bisa menaklukkan Luhan.
 

“Siapa yang berkata demikian..? Semua orang sudah tahu bahwa seluruh waktu Papa itu khusus untuk Nona Luhan..”.
 

Keduanya tertawa lebar kemudian duduk berdekatan. Luhan diapit oleh kedua orang tua Sehun, sedangkan Sehun berada di seberang yang lurus dengan posisi Luhan.
 

“Mama sudah menyiapkan menu kesukaan Nona. Mama yang memasak sendiri, ya lebih banyak dibantu para maid tapi setidaknya ada sentuhan tangan Mama di semua menu kesukaan Nona..”. Nyonya Oh menggenggam tangan kiri menantunya dengan lembut.
 

Luhan tersenyum. “Terima kasih. Seharusnya Mama tidak serepot itu. Tapi karena Mama sudah membuat tangan-tangan Mama yang cantik ini menyentuh peralatan dapur untukku, aku pasti akan sangat menikmatinya..”.
 

“Terima kasih, sayang. Mama cinta sekali dengan Nona Luhan..”.
 

Adalah hal biasa ketika puja-puji cinta ia dapat dari Ibu tunangannya. Luhan tidak tahu entah itu tulus atau hanya karena dia keturunan dari kasta tertinggi.
 

“Pa..”. Sehun bersuara. Mengalihkan tatapan intensnya yang semula bermuara pada Luhan kini beralih pada sang Ayah.
 

“Ada apa..? Kenapa tampaknya serius..?”. Tuan Oh membuka kacamata kemudian jas kerja yang kemudian segera diambil oleh asistennya.
 

“Jika aku mengajukan tahun pernikahan agar dimajukan pada Tuan besar Xi, apa tidak akan ada masalah..?”.
 

Pertanyaan yang mengundang reaksi berbeda. Nyonya Oh berbinar dengan semangatnya. Tuan Oh menolehkan kepala pada menantunya kemudian memberikan kembali netra pada sang putera. Dan Luhan yang membulatkan mata marah pada tunangannya.
 

“Jangan terburu-bur___”.
 

“Strata duaku hampir selesai. Semua syarat yang diberikan Tuan Besar Xi sudah sukses aku jalankan. Aku hanya ingin meminta hakku, Pa..”. Memotong jawaban sang Ayah dengan nafas yang sedikit terburu. Rupanya amarah masih tersisa di dadanya.
 

“Papa tahu. Tapi Tuan Besar Xi belum menyinggung masalah pernikahan. Jadi, jangan gegabah untuk berani membuka topik sebelum Tuan Besar Xi memberi tanda..”.
 

“Jika Papa tidak berani, aku yang akan menghadap langsung pada Tuan Besar Xi. Aku sungguh ingin segera menikahi Nona Luhan, Pa..”.
 

“Sehun..!”. Luhan bersuara dengan sedikit menaikkan nada.
 

Membuat kedua orang tua dari satu-satunya pemuda tersebut serempak menoleh. Mereka juga khawatir apabila mencipta percik api di hati cucu Tuan Besar Xi tersebut.
 

Kemudian Luhan menoleh bergantian kepada kedua orang tua Sehun dengan tatapan lembut. “Mama, Papa, boleh Luhan berbicara berdua dengan Sehun..?”.
 

Mempersilahkan adalah jawaban mengingat dua pasangan yang beberapa tahun lagi akan menikah tersebut butuh berbicara sebagai solusi dari ketidak-sepakan yang sepertinya tengah terjadi.


To be continue


😎✌
 
 

SIN'S SLAVE (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang