"Bisa kita mampir dulu di cafe itu?" pinta Alma saat dibonceng Gerry. Laki-laki yang menjabat sebagai kekasihnya menepi.
Alma menarik Gerry untuk duduk di meja depan. Memanggil pelayan untuk memesan. "Mas, aku mau latte satu, ya!" ucap Alma
"Kenapa kita kesini? Ini udah larut banget," ujar Gerry
"Cowokku espresso satu!" Pelayan itu menunduk dan menyampaikan pesanan mereka.
"Alma, kamu dengar omongan aku ga?" Gerry menatap Alma serius.
"Dengar, sayang. Aku sengaja ajak kesini, banyak orang bilang kalau minum kopi bisa melepaskan masalah. Aku tau kamu lagi banyak pikiran. Dari cara kamu bawa motor, gak setenang biasanya. Kamu kenapa? Ada hubungannya sama Fadlan?" Alma mengulurkan tangannya. Mengelus lembut tangan Gerry.
"Aku ... gapapa, sayang," helaan nafas keluar. Gerry menaruh kepalanya di meja.
"Masih gak mau cerita? Kamu gak se-percaya itu sama aku?" kini nada Alma melirih. Merasa sedikit kecewa.
Gerry mendongak. Melihat perempuannya sedikit gundah. "Bukan gitu, aku cuma bingung harus mulai darimana,"
"Gapapa. Gak semua harus kamu ceritain ke aku." Alma kembali tersenyum.
"Aku mau cerita. Tapi ... janji padaku jangan marah setelah aku cerita ini, oke?" kelingking si laki-laki mengulur.
Alma terkekeh kecil. Lucu sekali. "Janji!"
Sekali lagi helaan nafas Gerry keluarkan. Menatap serius pacarnya. Dia menceritakan semuanya. Semua yang terjadi pada Fadlan dan dirinya. Dari awal mereka bersahabat, perhatian yang mereka lakukan hingga kisah hari ini.
Dan apa hubungannya sampai harus membuat Alma pergi. Jujur Gerry takut. Benar-benar takut. Takut Alma salah arti.
Kurang lebih 30 menit Gerry habiskan untuk bercerita dan bahkan kopi mereka sudah habis selagi berbincang.
"Huh?! Wah gila, kalian? Astaga aku benar-benar tidak percaya!" Alma melipat tangannya di depan dada.
"Kumohon jangan salah mengartikan, kami memang bersahabat dekat seperti itu sejak dulu. Tapi saat kata-kata itu, aku benar-benar mengucapkan itu karena Fadlan sedang terpuruk waktu itu. Orang tuanya bercerai dan tidak ada siapapun yang mau membawanya. Paman dan bibinya pun tidak mau menampungnya. Dan dia akhirnya tinggal di panti sampai sekarang," tutur Gerry
"Harus semanis itu? Pantas saja Fadlan salah mengartikan, kau terlalu berlebihan, ger!" Alma memalingkan wajahnya
"Alma, kumohon, saat itu aku sudah buntu dan hanya itu yang ada di pikiranku," Gerry mencoba membujuk Alma. Menarik tangannya.
"Aku tidak marah. Aku hanya kesal, kenapa kamu harus menggunakan kata-kata menjijikan itu?! Oh astaga, membuat darahku mendidih." mata Alma julid bukan main.
"Ya ... aku mengikuti novel yang ku baca sebelumnya. Tentang percintaan remaja ... hehe," Gerry menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Plak
Alma memukul kuat meja. "Ya! Sudah kuduga! Apa jangan-jangan memang kau memacariku hanya untuk pengalihan?! Wah benar-benar, lo gila beneran, ya, Ger! Ga percaya gua, ck ck ck."
Gerry berdiri dan memeluk Alma erat. "Aku sayang sama kamu beneran. Semua yang aku lakukan ke kamu tulus. Aku dan Fadlan sebatas sahabat aja, sayang."
Alma memejamkan matanya. "Huft, baiklah, aku percaya padamu. Jadi hanya itu sampai membuatmu khawatir setengah mati?" gelengan Gerry berikan.
"Lalu? Apa lagi sayang? Tidak mau cerita semua, hm?"
"Hiks ... aku gak tau kenapa, tapi setelah Fadlan jujur tadi, aku jadi khawatir banget. Entah sama kamu atau Fadlan. Aku gak tau pasti hiks," air mata ia tumpahkan. Dia tidak tau kenapa. Hatinya benar-benar gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSESSIVE DAD (ENDING)
РазноеMelihat seorang ayah posesif dengan putrinya mungkin sudah hal biasa di dunia, karena memang kodratnya seperti itu. Laki-laki menjaga perempuan. Namun, jika kalian melihat seorang ayah posesif kepada putranya? Kaget? Terkejut? Heran? Sah-sah saja se...