26 • Dua Kalimat Syahadat

2 1 0
                                    

"Baik, jika itu kemauan Ibu. Detik ini tidak akan. Aku akan mengucap dua kalimat syahadat dan akan kupastikan aku anak Nabi Adam!"

Natha meninggalkan ibunya, berlari mencari kemana arah Michael dan Talica pergi.

"Natha! Ibu juga akan pastikan kamu bukan lagi anak Maryam Buana!" teriak Maryam lagi dari arah belakang.

Siapa yang mengira tempat baru di Bali akan sekacau kejadian Jakarta minggu itu.

Sedangkan Natha, wajahnya tampak tertekan. Ia terduduk pada sebuah kursi pinggiran trotoar sambil menyeka perlahan pelupuknya. Di samping itu terlihat Talica mengintip dari kejauhan, memerhatikan Natha.

"Michael, boleh aku temui Natha?"

"Nggak! Kita pergi sekarang!" Kaki Michael melangkah pergi tapi tarikan tangan Talica menghentikannya. Talica menggenggam pelan, hingga Michael tak bisa menolak.

"Jika aku berhasil menemui Natha kali ini, sejarah pada diary ponselku akan berwarna dari yang lalu."

"Maksudnya?"

"Sepercik kebahagiaan akan kutulis. Sendu berganti senandung hati kala menemui dia di sudut kota Bali untuk ke 01 kalinya."

"Are you ok?"

"I can do it, if you say Yes!"

"Yes! Tapi, kembalilah kepadaku saat Natha menorehkan ketikan terluka untuk ke 1.674 kalinya pada ponselmu."

Senyum riang digemparkan Talica. Ia perlahan menemui Natha dan meninggalkan Michael berdiri memantau dari balik gedung tinggi.

Langkah Talica amat pelan. Ia tak lupa memastikan jangan sampai terdapat keluarga Buana di sana.

"Tha," panggilnya pelan tepat di hadapan Natha yang tertunduk.

Sontak saja Natha mendongakkan kepalanya pelan, mendapati sesosok wanita yang sempat ia tangisi tadi. Wajah tak percaya menghampiri.

"Cha?"

"Iya. Ini Cha-cha."

"Kamu datang ke sini buat aku?"

"Tidak juga. Aku datang mencari darah dagingku di kota Bali. Kita bertemu hanya karena kebetulan. Bukan jodoh ataupun keinginan."

Talica tak ingin membuat Natha kegeeran. Ia mengatakan langsung apa maksud sebenarnya. Perlahan tubuhnya terduduk tepat di samping kiri Natha. Suasana ini sangat dirindukan.

"Kamu tau? Ini takdir. Dan mungkin juga takdir akan membawaku menjadi anak Nabi Adam."

Ha? Siapa yang mengira Natha akan mengatakan itu. Bahkan Michael yang bersembunyi keluar dari sana menghampiri walau ia tak ingin melakukan itu tapi ucapan Natha sangat berlebihan.

"Apa maksudmu? Meninggalkan Tuhan Yesus? It's so impossible!"

"Di hadapan Talica ini, Alexandria Minatha mengucap syahadat. Ajarkan aku membuka mulut, Cha!"

"Tidak! Sebagaimanapun aku menginginkan kamu, aku gak bakalan lakuin itu. Tolong bersandar pada tiang agamamu sendiri, Natha! Aku gak butuh itu!"

Tangis pecah perhasil lolos dari bibir Talica. Ia pergi, entah kemana ia akan berlalu sedangkan di sana tak ada kenalan.

"Tolong jangan sakiti Talica lagi Natha! Kumohon bersandar pada agamamu, jangan mengikuti ego. Semua akan kecewa kepadamu terutama pendeta! Jangan pernah nekat mengucapkan itu!"

"Ini cara agar aku sama Talica bersatu! Kamu nggak bakalan tau itu!"

"Aku tau! Pengecut terbesar adalah kamu jika bertindak tanpa berpikir! Kembalilah ke gereja dan memohon ampun atas rencanamu ini! Aku izin susul Talica!"

Kita Beda TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang