Terlihat wajah dari Natha mulai memerah, ia menatap dalam kedua bola mata Talica. Rasanya memang berat, hubungan yang telah dibangun dari dulu hanya sia-sia.
"Aku juga gak tau. Entah kita akan menikah di masjid dengan penghulu ataukah di gereja dengan pendeta. Siapa yang akan menghianati Tuhanya."
Sesak? Itu yang sedang dirasakan oleh keduanya.
"Cha, tatap aku."
Natha berpindah pembicaraan. Ia tak boleh mengeluarkan setitikpun air mata di hadapan Talica. Ia tahu Talica kali ini sangat lemah. Dirinya yang membuat Talica merasakan hubungan tak berarti ini.
"Apapun cobaannya, kamu harus bertahan. Ingat, ada Tha-tha kamu yang bakalan bertahan, walau itu gak lama. Peluk aku sekarang!"
"Tha, aku hanya takut yang pisahin kita orang tua."
"No prablem, aku hanya sayang sama kamu!"
Tangan Natha mulai mengelus pelan ubun-ubun milik Talica hingga menenggelamkan wajahnya pada jaket wangi yang ia kenakan.
***
Pengalaman kemarin setelah bertemu Natha di taman membuat Talica pagi ini agak pendiam. Dirinya berangkat sekolah mengandalkan kaki, tak seperti biasanya yang selalu saja mendapatkan jemputan mobil mewah Natha.
"Talica, kamu kok jalan sendiri lagi?"
Perjalanan kaki menuju gerbang sekolah terhenti setelah Maya, teman sebangku dari Talica datang menghampiri.
Ia tentu bertanya-tanya, biasanya Talica berangkat sekolah bersama Natha, tapi kali ini berbeda.
"Aku pengen jalan aja." Talica menyembunyikan apa yang tengah terjadi. Mungkin saja Maya tak tahu jalan cerita itu.
"Terus, Natha ke mana?"
"Dia kayaknya udah ada di sekolah." Talica menjawab seadanya saja.
"Ngomong-ngomong tugas kamu udah selesai belum?" tanya Maya mengingatkan.
Mereka berdua melewati trotoar hingga melewati bagian depan kelas milik Natha yang telah ada di bangku barisan paling depan terduduk dengan buku yang ia terawang. Dasar kutu buku.
"Tugas apaan?"
"Kamu lupa? Kemarin kan Ibu Jihan nyuruh kita buat selesaiin tugas kimia uji kompetensi halaman 157."
"Oh my god!" Sontak saja Talica memukuli jidatnya. Belun juga sampai pada dasar kelasnya, ia mendudukkan tubuhnya dengan tas yang ia taruh di depannya. Dirinya duduk pada sela kelas lain, mengecek tugas yang dimaksud oleh Maya.
"Aku belum selesai, kok bisa lupa kemarin!"
Talica memerhatikan buku paket miliknya. Ternyata memang benar, halaman 157 terdapat bekas lipatan yang ia tandai agar tak lupa mengerjakan tugas. Tapi naas, tetap saya ia lupa.
"Ini gimana, Maya? Aku belum selesai!"
"Kerjain aja dulu, pelajaran kimia setelah istirahat."
"Gak bisa, aku belum pelajari materinya. Apa aku minta Tha-tha aja, ya buat kerja?"
Berhubung kelas Natha tak jauh dari tempat ia saat ini, Talica tanpa berkata memutar balik ke kelas Natha. Sesampainya, ia menyodorkan buku paket miliknya, membuat pria kutu buku itu terheran.
"Apaan?" tanya Natha dingin.
"Tha, bantuin aku kerjain ini, kemarin malam kelupaan. Serius!"
"Ya udah, kamu ke kelas aja, nanti kalau udah selesai aku bawa atau titip ke teman kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Beda Tuhan
Ficção AdolescenteSorai bercerita~ "Di kota Bali. Terluka untuk ke 1.674 kalinya, terdeteksi kehancuran sekitar dua kali perhari mengakibatkan keretakan mendalam. Aku harus mengadu pada Tuhan-ku." ~Talica_ Berdiam menatap kosong dengan pikiran yang kusut. Seolah lupa...