Tapi naas, itu mampu dikalahkan Talica begitu saja. Baginya kekuatan Erika itu masih jauh di pinggiran jadi kelingking. Ia hanya menang soal menyindir.
"Kenapa? Gitu aja? Katanya suhu?"
Kericuhan pun mulai berlanjut dalam kantin itu. Banyak bangku yang berserakan akibat pertengkaran. Erika terombang-ambing oleh Talica yang ternyata memiliki kekuatan lebih besar. Mau macam-macam lagi dengan Talica?
Bahkan Natha yang memerhatikan itu hanya terdiam. Ia telah mengetahui, Talica mampu mengalahkan Erika.
"Masih mau?" tanya Talica dengan tangan yang ia topang pada pinggang.
"Sudah! Kesimpulannya gini, kalau Talica lawan Erika, tentu Talica yang bakalan menang! Walau badannya minim."
"Yang jelas gak minim kapasitas otak!" balas Talica pada ucapan Hito.
Akhirnya semuanya selesai dengan Talica yang berhasil mendapatkan air mineral yang ia tunggu-tunggu. Setelah mengeluarkan jurus rasa hausnya semakin menjadi-jadi.
***
"Talica kamu masih nungguin gojek kamu? Padahal dari tadi gak sampai-sampai. Mau aku antar?"
Tampak Arin yang tengah mengendarai motornya dengan helm berwarna merah muda berhenti tepat di depan Talica.
"Boleh. Kamu lewat di depan rumah aku, ya."
Talica menaiki motor scoopy milik Arin, mereka berangkat.
Hingga pertigaan itu tiba. Harusnya Arin bergerak menuju arah selatan, tapi mengapa ke arah timur? Pemikiran Talica mulai negatif.
"Arin, kita mau ke mana?"
"Ke rumah Natha dulu. Kebetulan orang tua aku nitip amplop undangan buat kakaknya."
"Apa?!"
Jelas Talica kaget. Rumah itu kan rumah yang sangat anti dengannya, seakan Talica dijebak oleh Arin.
Apa ia harus ikut memasuki rumah Natha yang penuh orang berbeda keyakinan dan membenci mereka.
"Arin, aku turun di sini. Hentikan motor kamu!" paksa Talica.
"Kenapa kamu kayak tertekan banget dengar rumah Natha? Kan kamu cuman nemenin aku jadi gak usah takut." Arin belum juga menghentikan motornya.
Sekarang Talica mendapat masalah besar. Apa yang harus ia katakan pada keluarga Natha jika sampai mereka melihatnya? Jujur saja Talica tidak ingin membuat masalah di sana.
Jarak rumah Natha hanya tinggal beberapa meter lagi, rasa tegang dan deg-dekan mulai datang.
"Arin, gak seharusnya kita ganti baju pesta dulu? Masa pakai baju sekolah ke sana?"
"Gak apa-apa. Kan kita juga teman Natha. Pasti Natha bakalan sambut kita."
Kali ini Talica benar-benar menyesal. Tak seharusnya semua tawaran di terima begitu saja, jika iya, maka inilah akibatnya.
Terlihat di arah depan rumah Natha telah tiba. Arin memarkirkan motornya pada halaman luas sebelum masuk. Terlihat para guru-guru memasuki bagian depan.
"I-itu ibunya Natha, kan?"
Terus aja mata Talica melirik ke segala arah. Ia memerhatikan di depan sana terdapat Ibu Natha tengah menyambut datangnya para teman guru. Itu semakin membuat sukar keadaan.
"Iya. Ayo masuk," ajak Arin setelah membenarkan pakaiannya.
"Aku tunggu di sini aja."
"Kan panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Beda Tuhan
Novela JuvenilSorai bercerita~ "Di kota Bali. Terluka untuk ke 1.674 kalinya, terdeteksi kehancuran sekitar dua kali perhari mengakibatkan keretakan mendalam. Aku harus mengadu pada Tuhan-ku." ~Talica_ Berdiam menatap kosong dengan pikiran yang kusut. Seolah lupa...