Part 7 Kenangan yang Tak Punah

334 35 4
                                    

Judul: WAJAH BIDADARI
Nama Penulis: Triana Kumalasari

Part 7
Kenangan yang Tak Punah

.
.

Selina mengangguk, lalu mulai menelusuri daftar menu. Dilla menyodorkan secarik kertas kecil dan bolpoin yang dipegangnya. Setelah memutuskan, Selina menuliskan ayam bakar dan es teh di bawah pesanan Dilla.

“Sudah, Mas,” ujar Selina, seraya mendorong daftar menu, kertas pesanan, dan bolpoin ke hadapan Bram.

Lelaki itu tak membutuhkan waktu lama untuk menulis pesanannya, lantas bangkit dan menyerahkan kertas tersebut ke meja pemesanan.

Sambil menunggu makanan datang, Selina memperhatikan dua bersaudara yang menurutnya tidak mirip itu mengobrol. Terkadang, ia senyum-senyum sendiri melihat betapa manja Dilla kepada kakaknya. Bram juga tampak tak keberatan dan meladeni saja tingkah adiknya. Ah, Selina jadi iri. Ia ingin juga punya saudara.

“Selina asli mana?” Bram menoleh pada Selina.

“Malang, Mas.”

“Ow, Arema.”

Selina mengangguk. “Mas Bram kuliah di Malang juga?”

“Enggak. Aku sudah lulus. Dulu kuliah di Bandung, sekarang kerja di Jakarta.”

“Oh, Mas Bram tinggal di Jakarta.” Selina manggut-manggut.

   "Mas Bram ke Malang buat nengokin aku." Dilla berkata riang.

   Selina tersenyum. "Oh, gitu."

“Iya. Aku bawa titipan Ibu buat Dilla. Anak kesayangan Ibu memang adikku ini.”

Dilla tertawa semringah.

Pesanan mereka datang. Ayam bakar Ibi Kafe memang nikmat, apalagi bila disantap saat perut keroncongan setelah kuliah yang membuat otak bekerja keras. Untuk beberapa saat, mereka asyik dengan makanan masing-masing.

Bram yang selesai makan lebih dulu, beranjak ke kasir untuk membayar tagihan. Ketika ia kembali ke meja, Selina terlihat menunggunya dengan dompet abu-abu berhias bunga tulip di tangan.

“Ini buat makananku, Mas.” Gadis itu menyodorkan dua lembar uang.

“Nggak usah. Kali ini, aku traktir,” tolak Bram.

Sebenarnya Selina ragu menerima traktiran dari lelaki yang baru dikenalnya. Namun, mengingat orang ini adalah kakak temannya, akhirnya gadis itu mengucapkan terima kasih dan menyimpan kembali uangnya.

Pertemuan itu ternyata berlanjut ketika keesokan harinya Selina yang tengah membuat rangkuman di meja lobi gedung kuliah dikejutkan oleh sebuah sapaan dari samping kanan.

“Lina, tahu Dilla di mana, nggak?”

Selina menoleh. “Oh, Mas Bram. Dilla masih kuliah.” Gadis itu mengecek arloji. “Sekitar setengah jam lagi baru keluar, Mas.”

Bram duduk di sebelah Selina, lantas memperhatikan tulisan di buku gadis itu. “Kamu nggak kuliah?”

“Dosenku nggak datang, Mas.” Selina menuliskan kalimat terakhir, lalu menutup bukunya. Ia menarik napas lega. Akhirnya selesai juga rangkumannya. Gadis itu memang suka membuat rangkuman untuk dipelajari bila kuis tiba. Baginya lebih mudah daripada harus membaca buku tebal dalam waktu semalam.

Untuk sesaat, mereka berdiam diri, hanya memperhatikan mahasiswa-mahasiswa lain yang berlalu-lalang.

“Lin, akhir pekan nanti, kamu ada acara, nggak?”

WAJAH BIDADARI (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang