Part 12 Curiga

326 28 2
                                    

Judul: WAJAH BIDADARI
Nama Penulis: Triana Kumalasari

Part 12
Curiga

.
.

“Eh, bukan begitu. Aku cuma kaget, Mas. Nggak nyangka.” Selina melengkungkan senyum.

“Aku mau ngasih kejutan,” ujar Bram. Tadinya ia berpikir akan mengatakan ini sambil tersenyum lebar, dalam suasana yang manis. Namun, kenyataannya, kini ia malah menatap istrinya penuh curiga, dengan perasaan tak enak mendera dada. “Dari mana, Lin?”

“Kerja kelompok, Mas.”

“Sama Dilla?”

Selina menggeleng.

“Sama siapa?”

“Teman.”

Bram membuang napas. “Ya tentu saja dengan teman kuliahmu. Namanya siapa? Temanmu punya nama, kan?”

Selina menggigit bibir, membuat kecurigaan Bram semakin berkobar. Tatapannya kian garang.

“Gito?” tebak Bram, berusaha menahan kekesalan yang mulai naik menggelegak.

Perlahan, Selina mengangguk, setengah menunduk. Ia khawatir memancing kecemburuan suaminya. Latar belakang Bram membuat cemburunya bisa menjadi berbahaya.

***

Tatapan Bram masih terarah pada lantai semen yang basah karena percikan air hujan. Ibu jari dan telunjuk tangan kanannya mengusap jenggotnya yang pendek. Mendadak, peristiwa sendok jatuh di pantri berkelebat kembali di benak. Saat itu, Selina sedang bersama Riri.

Memutar badan, Bram menghadap Selina yang berdiri di sebelah Johan. Dilihatnya wanita itu hanya diam, tidak ikut dalam perbincangan Johan dengan site engineer. Mata sayu berbulu lentik terarah ke jendela, memandang curahan air hujan.

Bram menyipitkan mata. Ada yang disembunyikan oleh Selina. Ia mengenal bahasa tubuh mantan istrinya. Wanita itu mudah menjatuhkan barang saat gugup atau panik. Di saat seperti itu, konsentrasi Selina buyar.

***

Endah tengah bersenandung pelan sambil memasukkan data ke laptop saat Bram masuk ruang administrasi dan menghampiri meja kerjanya.

“Selamat siang, Bu Endah.”

Endah mengangkat wajah. Senyumnya langsung terkembang. “Ah, siang, Pak Bramantyo. Apa ada yang bisa saya bantu, Pak?”

Bram menyodorkan map biru, meletakkannya di meja. “Ini dokumen perjanjian kerja antara Jinowan Architect dan PT Atmaja Building. Bisa minta tolong dicek lagi apa sudah lengkap?”

“Eh, kenapa, Pak? Apa ada masalah dengan dokumennya?” tanya Endah, heran dan khawatir. Diambilnya map tersebut, kemudian ia buka.

“Hanya ingin dicek ulang saja, Bu,” kata Bram, mengamati wanita gemuk berjilbab merah di depannya yang mulai membalik-balik kertas-kertas dokumen. “Riri tidak datang ke sini lagi, Bu?”

“Riri?” Endah mendongak dari dokumen, lalu menoleh ke ambang pintu. Ia memandang ke arah lobi. “Riri masih sering ke sini.” Wanita itu menoleh ke jam bundar di dinding. “Biasanya jam segini dia sudah datang, Pak. Anak itu biasa datang saat jam makan siang. Cuma tadi hujan, Pak. Mungkin sebentar lagi dia muncul.”

Bram menatap Endah dengan saksama. “Riri anak Bu Endah yang nomor berapa?”

Endah menoleh ke arah Bram dengan muka heran. “Oh, Riri bukan anak saya, Pak. Anak saya laki-laki semua. Namanya Adam, Adi, dan Agil. Adam baru masuk SMA, Adi kelas delapan SMP, sementara Agil kelas enam SD.” Endah terus bercerita tentang anak-anaknya, sedangkan Bram lebih fokus pada fakta yang pertama disebutkan oleh karyawan administrasi tersebut.

WAJAH BIDADARI (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang