Part 14 Krisis Kepercayaan

327 28 2
                                    

Judul: WAJAH BIDADARI
Nama Penulis: Triana Kumalasari

Part 14
Krisis Kepercayaan

.
.

Sepasang mata Dilla melebar. “Sungguh?”

Selina mengangguk. Genangan air mulai muncul lagi di pelupuk matanya. “Ada orang mengirimi Mas Bram fotoku di pelukan Gito.” Ia mengeluarkan ponsel, mengotak-atik layar sejenak, kemudian menyodorkan benda pipih tersebut ke hadapan Dilla. Foto yang dimaksud terbuka di layar. “Ini kan kafe yang aku pingsan itu. Kamu manggil Gito, Dil?”

“Iya. Habis aku nggak kuat bawa kamu sendirian, Lin. Jadi, aku minta tolong Gito untuk bawa kamu ke kosku.”

Selina mengeluh. “Duh, lalu kenapa ada foto ini?  Siapa yang memotret?”

“Ooh, jangan-jangan kerjaan Susan. Kamu tahu kan, Susan naksir berat sama Mas Bram sejak pertama kenalan di kampus kita dulu itu? Katanya kakakku selera dia. Inget, nggak?”

Selina mengangguk pelan.

“Susan sama cantik dan pintarnya denganmu. Pasti dia sakit hati kakakku memilihmu. Padahal Susan kan sudah nembak Mas Bram duluan, tapi ditolak.” Dilla bersedekap. “Sebelum kalian jadian, Susan emang agresif banget menelepon kakakku tiap hari. Pasti dia yang memotret kejadian di kafe dan mengirimkannya kepada Mas Bram.”

“Benarkah? Apa aku harus menanyakan ini kepada Susan?” Kedua tangan Selina terkulai di pangkuan. “Duh, padahal aku nggak ingin ribut dengan siapa pun.”

“Menurutku sih, dia nggak bakal ngaku, Lin. Mana ada maling mau ngaku dengan sukarela. Apalagi dari awal dia nggak suka sama kamu. Baginya, kamu tuh saingannya.”

Wajah Selina tertekuk lemas. “Padahal aku nggak bermaksud bersaing.”

Dilla mendecak. “Susan hanya salah satu sainganmu. Sebenarnya, ada lagi yang harus lebih kau waspadai, Lin.”

Selina memandang Dilla dengan mata bengkaknya. “Siapa?”

“Janet. Dia teman SMA Mas Bram. Sejak mereka remaja, Janet sudah mendekati Mas Bram. Kakakku juga menyukai Janet. Yah ... mereka punya hubungan istimewa gitulah. Harusnya mereka menikah, Lin, kalau saja kau tidak muncul dalam hidup Mas Bram dan membuatnya bingung.”

Selina terbelalak. “Maksudmu … Mas Bram dan Janet saling menyukai, lalu aku merebut Mas Bram dari Janet?”

Dilla mengangguk. “Begitulah.”

“Tapi, Mas Bram bilang, selain denganku, dia nggak pernah jadian dengan cewek lain.”

“Ya udah, kalau kamu nggak percaya, Lin.” Dilla mengangkat bahu. “Toh, aku nggak punya bukti kedekatan mereka. Masa iya aku buntutin kakakku kencan dengan Janet dan motretin mereka.”

Selina tak percaya. Ia lebih ingin memercayai ucapan Bram. Akan tetapi, cerita Dilla tak urung menyelipkan keraguan di hatinya.

“Dil, pinjam ponselmu. Aku perlu menelepon Mas Bram untuk menjelaskan kesalahpahaman ini. Kakakmu memblokir nomorku.”

Dilla terdiam.

“Dil ….” Selina meraih tangan Dilla, menggoyangnya.

“Lin, sebenarnya aku nggak ingin ikut campur masalah kalian. Aku nggak mau nanti kakakku jadi marah ke aku juga.”

“Ya enggaklah, Dil. Ngapain Mas Bram marah ke kamu? Pinjem, ya?” Izin belum turun, tetapi Selina sudah mencondongkan tubuh ke kiri dan meraih ponsel Dilla yang tergeletak di meja.

“Ya?” Selina menggenggam ponsel merah Dilla. Tatapan mata berbulu lentik itu tampak memohon.

Dilla membuang napas. “Ya udahlah. Tapi, aku nggak mau lho, kalau Mas Bram jadi marah sama aku.”

WAJAH BIDADARI (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang