Chapter 34 - Still Same

815 177 7
                                    

Bangunan rumah yang berbentuk minimalis terpampang di hadapan (Y/n). Tak lain dan tak bukan rumah itu merupakan rumahnya. Lebih tepatnya ialah rumah milik gadis yang tubuhnya sedang ia gunakan saat ini.

Seusai menghela napas, (Y/n) membalikkan tubuhnya. Melangkah menjauhi rumah itu. Tujuannya saat ini adalah minimarket terdekat. Tentu saja merupakan minimarket yang sama dengan yang saat itu ia kunjungi kala dirinya tengah dilanda rasa lapar.

Pintu kaca didorongnya. Langkah kakinya terus berlanjut hingga berhenti di barisan rak berisi berbagai macam makanan yang cukup mengenyangkan.

Tangan (Y/n) bergerak untuk mengambil salah satu onigiri. Ia tidak memusingkan dengan rasanya. Satu hal yang ia lihat hanyalah tanggal kadaluarsa dari makanan berbentuk segitiga itu.

Setelah yakin tanggal kadaluarsanya bukanlah hari ini, (Y/n) pun beranjak ke kasir. Ia membayarnya lalu segera keluar dari minimarket itu.

Sesaat sebelum dirinya benar-benar keluar dari minimarket, seseorang menabrak tubuhnya. Hampir membuat dirinya kehilangan keseimbangan dan bersilahturahmi dengan permukaan lantai.

Sementara si penabrak menunduk dan mengucapkan kata maaf dengan gugup dan rasa bersalah. Merasa déjàvu, kini (Y/n) mencengkeram lengan orang yang menabraknya itu. Entah mengapa, namun dirinya merasa jika orang yang menabraknya merupakan orang yang sama dengan kejadian tempo hari.

Kala (Y/n) melihat wajahnya yang terus saja menunduk sejak tadi, seketika keterkejutan tersirat dari raut wajahnya. Namun, sedetik kemudian kembali normal, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Junpei?"

Jenamanya yang disebut membuat lelaki itu kemudian mengangkat kepalanya. Menatap ke arah (Y/n) sejenak sebelum kembali meminta maaf dengan terburu-buru.

"Maaf karena aku telah menabrakmu, (Y/n)-san!"

Bola matanya berputar jengah. Bukan karena kesal, melainkan karena (Y/n) tidak menyangka jika Junpei-lah orang yang menabraknya. Seharusnya lelaki itu tidak perlu meminta maaf terus-menerus. Toh mereka sudah saling kenal.

"Aku akan menerima permintaan maafmu jika kau ikut denganku. Bagaimana?"

***

"Ini untukmu."

Kening mengernyit, menandakan bahwa diri tengah bertanya-tanya. Namun, tangannya tetap mengambil makanan manis bernama mochi itu.

Seolah-olah paham mengapa si gadis diam sejenak sebelum mengambilnya, lelaki itu pun berujar, "Kau sudah membelikanku minuman di hari itu. Jadi, aku ingin berterima kasih." Tangannya mengusap tengkuknya sendiri. Menandakan jika dirinya tengah dilanda kegugupan.

"Oh. Terima kasih kalau begitu," sahut (Y/n) seraya mengingat-ingat minuman apa yang ia berikan pada Junpei saat itu.

Angin yang berdesir menyapu keheningan dengan hembusannya. Seketika (Y/n) berhenti berjalan. Ia menoleh ke belakang, menatap ke arah sesuatu sejenak, lalu kembali menatap ke depan.

"Ada apa, (Y/n)-san?"

"Tidak, bukan apa-apa," sahut (Y/n) cepat.

Dengan cepat keadaan kembali berubah hening. Tidak ingin mengabaikan kue mochi di tangannya, (Y/n) pun melahap salah satunya. Rasa pahit dari cokelat menyebar di seluruh bagian dalam mulut. Membuat dirinya kembali mengambil salah satunya lagi.

"Mengapa kau setuju untuk ikut denganku?"

Pertanyaan (Y/n) yang tiba-tiba itu sontak membuat Junpei-yang tengah menenggak soda dari dalam kaleng minuman-tersedak. (Y/n) hendak menyuruhnya minum untuk meredakan batuknya. Namun, seketika ia baru tersadar jika di dalam genggaman tangan lelaki itu pun terdapat sekaleng soda.

Pada akhirnya, gadis itu pun hanya menyaksikan Junpei yang tampak tertekan karena batuknya itu belum mereda. Kejam? Memang.

"Karena dengan begitu, kau akan menerima permintaan maaf dariku. Benar, bukan?" Junpei pun bersuara setelah batuknya menghilang. Ia kembali berjalan di sisi (Y/n) seperti biasa. Menyusuri trotoar yang tampak sepi.

"Bisa saja perkataanku itu merupakan kebohongan. Yang kugunakan hanya untuk memancingmu. Bagaimana jika aku memutilasimu, memotong-motong setiap bagian tubuhmu, lalu memasukkannya ke dalam berbagai kantung sampah sebelum kubuang?"

Tatapan ngeri yang Junpei tunjukkan sudah cukup menjelaskan bahwa lelaki itu merasa takut. Mungkin perkataan (Y/n) bisa saja terjadi. Namun, bukan (Y/n)-lah pelakunya. Karena lelaki itu tahu, kika (Y/n) bukan orang yang akan berbuat demikian. Itulah yang ia tanamkan di dalam kepalanya.

"Kurasa kau tidak akan berbuat demikian," ujar lelaki itu, mengutarakan isi pikirannya.

(Y/n) hanya mendengus. Ia ingin merutuki kenaifan milik Junpei. Tentang betapa mudahnya lelaki itu mempercayai orang lain. Mungkin ia berpikir semua orang itu baik. Padahal kenyatannya berbeda dengan pemikiran dangkalnya itu. Jauh berbeda.

"Mengapa kau berpikir seperti itu? Apakah kau bisa membaca pikiran?" balas (Y/n) lagi. Ia hanya ingin Junpei merasa waspada kepada setiap orang. Pun termasuk gadis itu.

Tetapi, apa yang Junpei katakan tidak pernah (Y/n) duga. Karena sebelumnya tidak pernah ada orang yang menganggapnya demikian. Tentu saja, sikap yang ia tunjukkan pada mereka yang seharusnya menjadi rekannya berbeda jauh dari apa yang orang-orang harapkan. Karena faktanya, gadis itu tidak ingin merasakan hal yang sama.

Termasuk rasa sakit yang sama.

"Karena kau itu orang baik, (Y/n)-san."

***

Dihempaskannyalah tubuhnya ke atas tempat tidur. Dengan piyama yang sudah melekat di tubuhnya, (Y/n) pun berbalik. Menatap ke arah langit-langit kamarnya yang didominasi oleh warna putih. Hanya saja kumpulan bintang glow in the dark itu mengurangi sebagiannya.

Sejenak gadis itu berpikir. Belakangan ini pikirannya selalu dihantui oleh perkataan orang-orang di sekitarnya. Memang, bisa saja (Y/n) mengabaikannya. Namun, tidak semudah yang ia harapkan. Justru semakin lama perkataan mereka semakin sulit untuk dilupakan.

Kini beban pikirannya ditambah oleh lelaki yang menabraknya tempo hari. Tak lain dan tak bukan ialah Yoshino Junpei. Lelaki itu naif, menurut (Y/n). Dengan mudahnya ia mempercayai orang lain. Tanpa rasa waspada yang seharusnya ditunjukkan kepada orang yang baru dikenalnya.

Namun, lelaki itu tidak melakukannya sama sekali.

Sesaat (Y/n) terdiam. Bukan perkataan orang-orang di sekitarnya yang ia pikirkan. Melainkan tentang apa yang akan ia lakukan ke depannya. Ia tahu, hidupnya tidak pernah mudah. Bahkan masalah selalu saja muncul bahkan sebelum ia selesaikan salah satunya.

Pada akhirnya, dirinya tetap sama; hanya ingin mengakhiri hidupnya.

***

Lalalalala aku pusing sama TO dan uprak🚶‍♀️

━━ # . 'Dancing in the Shadow ✧ Jujutsu KaisenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang