Chapter 35 - Underestimated

767 168 3
                                    

"(Y/n)."

Suara serak bak orang yang baru saja bangun dari tidurnya yang panjang terdengar. Menyahuti panggilan yang entah siapa itu.

"Apa?"

"Bangunlah, Pemalas," ujar Clove. "Tidak ada gadis yang baru bangun ketika matahari sudah tinggi," cibirnya.

"Hari ini adalah hari Minggu, Clove. Hanya orang bodoh yang bangun pagi ketika hari Minggu," balas (Y/n) tak mau kalah. Meskipun perkataannya demikian, nyatanya dirinya tetap bangun. Ia bangkit dari posisi tidurnya dan duduk di atas tepi tempat tidur.

"Aku ingin menyelesaikan suatu urusan terlebih dahulu. Sarapan sudah kusiapkan di meja makan," pesan Clove singkat. Sesaat setelahnya lelaki itu lenyap dari pandangan (Y/n). Seolah-olah ia tidak pernah berada di kamar gadis itu sebelumnya.

Helaan napas terdengar sesaat setelah kepergian Clove. Dengan enggan, (Y/n) melangkahkan kakinya menuju dapur. Ia merasa terlalu malas hanya untuk membasuh wajahnya dengan air serta menggosok gigi. Alhasil, kini dirinya tengah melahap sandwich buatan Clove.

Selesai menghabiskan sarapannya, barulah (Y/n) beranjak menuju kamar mandi. Di sana ia melakukan rutinitasnya kala pagi tiba. Selesai dengan urusannya di dalam kamar mandi, (Y/n) bergerak menuju halaman belakang rumahnya. Sepertinya ia akan berlatih untuk hari ini. Tentu saja ia tak menginginkan tubuhnya menjadi kaku karena dirinya yang jarang melakukan pergerakan bermutu.

Selama beberapa saat, (Y/n) berlatih di sana. Ia mengayunkan pedang kayunya berkali-kali. Sampai tiba ketika (Y/n) mengayunkannya terlalu kuat. Hingga menimbulkan sebuah suara yang aneh dari bagian lengannya. Tepatnya di bagian tulang hasta dan tulang pengumpil.

"Sakit..." gumamnya lirih. Ia merintih sesaat. Sepertinya ada sesuatu yang terluka di dalam sana. Atau mungkin pendarahan di dalam?

Segera menjauhkan pikiran buruknya, (Y/n) pun kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia memutuskan untuk duduk di sofa ruang tamu seraya mengecek apa yang terjadi pada lengan kanannya itu. Semoga saja ia baik-baik saja. Pasalnya, Clove tidak berada bersama dengannya saat ini.

Bel rumah yang dibunyikan oleh seseorang sontak membuat (Y/n) menoleh ke arah pintu. Sejenak ia berpikir. Memikirkan siapa orang yang kini sudah membunyikan bel rumahnya untuk kedua kalinya.

Tidak ingin terus diselimuti oleh rasa penasaran, (Y/n) pun berjalan ke arah pintu. Ia membukanya dengan tangan kirinya dengan hati-hati. Sebab tangan kanannya terlalu sakit hanya untuk diangkat beberapa centimeter saja.

Mendapati wajah yang berdiri di depannya itu, sontak pintu kembali dibanting. Memang tidak sopan membanting pintu di depan tamu yang tak bersalah, namun hal itu bisa dibantah dengan konsep gerak refleks. Setidaknya itulah yang (Y/n) pikirkan jika ada orang yang mungkin akan mengajaknya beradu argumentasi terkait persoalan ini.

Setelah diam cukup lama di balik pintu, (Y/n) pun membuang napas panjang. Ia berbalik, lalu membuka pintu kayu itu dengan tangan kirinya lagi.

"Untuk apa kau datang ke sini?"

***

Suara batuk yang beriringan dengan debu yang mengepul ke udara sudah menjadi paket lengkap. Clove mengibas-ngibaskan tangannya. Berusaha menghilangkan jejak debu-debu di udara untuk meredakan batuknya.

Ruangan itu kini tampak lebih jelas di dalam pandangannya. Lelaki itu bergerak menyusuri rak-rak berisi buku-buku tebal. Siapapun yang terkena lemparan buku itu, dijamin rumah sakitlah yang akan menjadi tempat tinggal yang baru mereka.

"Apa kau sudah menemukan petunjuk?"

Seketika Clove terlonjak kaget. Diliriknya sinis ke arah seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu. Pakaiannya yang berwarna putih tampak mencolok di mata Clove. Padahal Clove sendiri selalu mengenakan hoodie oversized berwarna jingga muda.

"Kau mengejutkanku, Asano."

Lelaki yang namanya disebut itu hanya terkekeh. "Maaf, aku sudah terbiasa seperti itu," ujarnya spontan. "Bagaimana? Apakah petunjuk yang kau temukan sudah lebih banyak?" tanyanya lagi.

Gelengan kepala Clove sudah cukup menjelaskan atas pertanyaan dari Asano tadi. "Masih sama. Kini aku mulai kesal karena tidak bisa mengingat apapun terkait tuan-tuan yang sebelumnya aku layani. Bahkan catatan tentang mereka pun tidak ada sama sekali."

Asano memasang ekspresi berpikir. "Kalau begitu, mimpi yang (Y/n) lihat saat itu menjadi satu-satunya petunjuk utama kita. Kunci selanjutnya ialah dirimu sendiri, Clove," ujarnya seraya menatap Clove dengan yakin.

Mendengar pernyataan Asano yang benar itu, Clove pun merasa frustasi. Ia mengacak-acak surai pirangnya. Pasalnya, dirinya tidak mampu mengingat apapun tentang para tuan sebelumnya. Seolah-olah dirinya memang sengaja dibuat untuk lupa.

Tunggu. Bagaimana jika memang benar demikian?

"Asano."

"Ya?" sahutnya.

Dengan tatapan seriusnya, Clove pun berkata pada lelaki di hadapannya itu, "Bagaimana jika aku memang sengaja dibuat lupa? Lupa akan semua tentang para tuan yang sebelumnya kulayani."

Sejenak, Asano terdiam. Mempertimbangkan perkataan Clove. "Perkataanmu memang masuk akal, Clove. Mengingat tidak ada catatan apapun tentang mereka, para tuan di generasi yang lama."

Kembali mereka termangu. Membiarkan keheningan mengerjakan tugasnya. Sementara otak mereka terus berpikir. Masalah yang mereka hadapi saat ini bukanlah masalah yang sepele.

"Oh ya, Clove. Sebelum aku lupa, aku ingin bertanya suatu hal padamu," ucap Asano memecahkan lantunan keheningan sesaat.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Benang emas. Kau pernah berkata padaku jika ada benang emas yang terkait di pergelangan tangan siapapun itu, maka orang itu merupakan tuanmu yang sebelumnya. Apa kau ingat?" jelas Asano, memberikan secercah harapan kepada mereka.

"Um, aku mengingatnya. Benang emas yang masih ada saat ini adalah milik nenek Lilliana-sama. Beliau terbaring di rumah sakit akibat luka bakarnya bertahun-tahun yang lalu."

"Luka bakar?" ulang Asano. Keningnya mengernyit. Tampak tidak yakin.

"Ya, luka bakar."

"Mengapa kau tak pernah mengatakannya padaku?" tanya Asano tiba-tiba. Padahal hal ini bisa dijadikan petunjuk yang mungkin saja nantinya akan menggiring mereka ke titik terang dari permasalahan ini.

Clove hanya meringis. "Aku lupa." Ia terkekeh di akhir perkataannya.

Hanya gelengan kepala sebanyak beberapa kali yang diberikan oleh Asano sebagai respon. Kemudian, ia pun kembali berpikir. Kejadian apa yang bisa menyebabkan luka bakar hingga harus dirawat di rumah sakit bertahun-tahun lamanya? Namun, yang pasti hal itu berkaitan dengan api ataupun kebakaran, bukan?

"Clove, jangan gegabah untuk masalah ini. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres," ujar Asano yang diangguki oleh Clove.

Mungkin saja hal ini hanya firasatnya belaka. Namun, sesaat Asano merasa bahwa ke depannya masalah ini akan semakin rumit untuk dipecahkan.

***

Yo minna!

Sy baru menyelesaikan try out hari pertama. Tapi rasanya kek udah gak sanggup—🚶‍♀️

Masih tersisa lima hari lagi dengan 3 mapel dalam satu harinya😀

Btw, terima kasih sudah meninggalkan jejak di cerita ini!! (♥ω♥*)

I luv ya!
Wina🌻

━━ # . 'Dancing in the Shadow ✧ Jujutsu KaisenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang