15 - Akan selalu dia

126 38 17
                                    

Jeffri berada di Bandar Udara Charles de Gaulle

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jeffri berada di Bandar Udara Charles de Gaulle. Dia duduk di salah satu kursi yang ada di ruang tunggu dengan ekspresi murung dan kelihatan kelelahan. Jeffri tidak lagi mengirimkan pesan pada Kaureen. Dia sama sekali tidak mengabari Kaureen mengenai kegiatannya di sana, seolah cukup tahu kalau Kaureen tidak akan membacanya. Perjalanan 24 jam itu dia lalui dengan hati resah. Seharusnya dia tidak sakit hati karena ucapan itu, harusnya dia biasa saja karena dia juga sudah mengetahui dari awal kalau hati Kaureen tidak akan pernah ada namanya. Selalu nama Dean yang menjadi prioritas hati sang istri. Harusnya Jeffri biasa-biasa saja. Tapi kenapa rasanya sangat sakit ketika dia mendengar Kaureen bicara segamblang itu kepada Haekal? Kenapa ada rasa tidak nyaman yang timbul di hatinya?

Jeffri sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta jam 8 malam. Tidak ada menjemputnya karena memang dia tidak mengabari siapapun, termasuk Haekal. Jeffri langsung memesan taksi bandara dan langsung menuju rumahnya. Hujan mengguyur ibu kota malam ini, membuat jalanan menjadi lebih ramai dengan kendaraan roda empat. Jeffri hanya memandang jalanan yang basah, menatap lampu-lampu jalan dan bangunan dengan tatapan kosong. Sesekali dia menghela napasnya.

Sesampainya di dekat rumahnya, Jeffri menyuruh supir taksi itu untuk berhenti dan mematikan lampu mobil. Dia melihat dua insan manusia yang sedang berdebat di depan rumahnya. Mata Jeffri masih normal, dia dapat melihat dengan jelas kalau itu adalah punggung Kaureen, dan cowok yang sedang bicara dengan Kaureen adalah Dean.

Jeffri turun dari mobil diam-diam, membayar taksi itu dengan harga lebih karena Jeffri mau meminta payung yang ada di dalam taksi itu. Setelah itu, dia berdiri di balik tembok. Berusaha mendengarkan percakapan antara Kaureen dan Dean dalam diam sambil menyandarkan punggungnya ke tembok yang dingin. Dia menajamkan pendengarannya di tengah derasnya hujan malam ini.

"A aku gak bisa, aku gak bisa nerima semua ini. Aku gak bisa terima Jeffri sebagai suami aku, yang aku mau tetap kamu A. Tetap kamu, dan selalu kamu orangnya."

"Cukup Kaureen! Gue harus apa biar lo lupain gue?! Kita gak akan pernah bisa bersama lagi karena lo udah punya suami. Hargai suami lo."

"Aku gak bisa, A."

"Bukannya lo gak bisa, tapi lo belum coba!"

"Bagaimana kalau aku bilang aku gak mau ngelupain Aa? Bagaimana kalau aku gak mau nama Aa hilang dari hati aku, A? Aku gak mau ada nama lain di sini, semua rasa cinta dan sayang aku udah habis aku berikan kepada Aa."

"Rin!!! Cukup! Perasaan itu sudah gak berhak! Harus berapa kali sih gue bilang? Lo kira dengan lo masih sayang dan ninggalin gue gitu aja, perasaan itu tetap ada, gitu? Gak, Rin! Bahkan di saat lo ngasih undangan itu ke gue dulu, di saat itu juga gue udah lupain tentang kita berdua. Kita udah gak ada hak untuk saling menyimpan perasaan! Lo udah punya Jeffri! Harus berapa kali juga gue bilang buat hargain perasaan suami lo?? Dia laki-laki baik, gak sepantasnya lo nyakitin dia seperti lo nyakitin gue, Rin!!"

Dean segera pergi dan masuk ke dalam mobilnya. Dia melajukan mobilnya tanpa ragu-ragu meninggalkan Kaureen yang terduduk di depan rumahnya. Bilang saja kalau Dean tega, namun hanya itu satu-satunya cara agar Kaureen sadar. Bahwasanya hubungan mereka sudah berakhir.

Pemeran Utama (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang