Potions

491 39 1
                                    



"Ginny..." sapa Hermione sambil tersenyum, ia sejujurnya masih agak canggung dengan Ginny karena atas pembunuhan Molly yang dilakukan oleh Draco secara tidak langsung ikut membuat perasaannya tak enak hati.

"Bagaimana kabarmu dan— bayimu?" tanya Ginny dengan singkat

"Healer bilang aku dan bayiku baik-baik saja. Aku— sempat frustasi karenanya."

Ginny hanya melemparkan anggukan dan senyuman kecil.

"Ah, apakah kau datang bersama Harry?" lanjut Hermione membuka pembicaraan

"Tidak. Aku datang sendiri. Harry menyuruhku kesini untuk mendampingimu, healer sudah memberikan izin untukmu meninggalkan rumah sakit. Mereka bilang keadaanmu sudah membaik."

"Begitu rupanya... baiklah, aku— akan bersiap."

"Kau tidak harus lagi tinggal di flatmu, Harry menyuruhku untuk membujukmu tinggal bersama kami di Grimmauld Place." ujar Ginny

"Tapi— aku.." ia sungguh tak enak hati jika memang akan tinggal bersama dengan Harry dan Ginny karena bagaimanapun juga mereka sebenarnya tidak ada ikatan darah, Hermione berfikir mungkin kehadirannya akan merepotkan.

"Kau tidak ada keluarga untuk dituju, tinggalah bersama kami. Serta— pikirkan juga dengan bayi yang sedang kau kandung."

"Aku— bisa tinggal sendiri, Ginny. Aku pun tak mau merepotkan kalian berdua."

"Kalau sesuatu terjadi padamu itu justru malah akan merepotkan, Hermione. Bawalah dirimu di tempat aman, dirumah kami."

Hermione sedikit mengernyitkan alisnya, ucapan Ginny sedikit menyenggol perasaannya.

"Baiklah, kau tahu." ujar Hermione menyetujui tawaran Ginny Weasley

"Berkemaslah, aku akan menunggumu di depan. Aku harus menyelesaikan administrasinya dahulu." sambung Ginny lalu berjalan meninggalkan Hermione yang sedang berkemas

***

Draco terus memutar otaknya, ia harus melakukan sesuatu. Ia harus mendapatkan kepercayaan Bellatrix kembali hingga suatu saat nanti ia bisa menghancurkan Bellatrix.

Namun, penawaran Bellatrix agar bisa memaafkan dan mempercayainya kembali adalah dengan membunuh Hermione. Itu konyol, itu jelas tidak bisa ia lakukan. Ia rela mati untuk Hermione, tapi yang paling terpenting adalah ia— harus melakukan sesuatu.

"Perpustakaan... mungkin aku bisa menemukan buku bacaan sesuatu." batin Draco

Segarang-garangnya atau sedingin-dinginnya Draco, dia adalah orang yang cerdas. Meskipun terlihat sangar namun ia tak melupakan kecerdasan itu juga utama. Pergi ke perpustakaan Malfoy Manor adalah kebiasaannya, terutama saat ia masih menjadi murid di Hogwarts. Sehingga prestasi akademiknya sangat bagus, Draco menjadi murid tercedas dalam akademik urutan kedua setelah Hermione.

"Terburu-buru, Malfoy?!" sindir Montague saat berpapasan dengan Draco di tangga Manornya

"Bukan urusanmu."

"Sopanlah. Bagaimanapun aku jenderal utama, kau— hanya pembantuku saja." balas Montague

Draco tak menjawab, ia hanya terdiam dan menatap tajam mata Montague.

"Jika kau tidak bisa membunuh Mudblood jalang itu, maka kurasa dirimulah yang akan dihabisi. Bukan begitu, Malfoy?" sambung Montague dengan nada mengejek

"Well, lets see." jawab Draco dengan menaikan satu alisnya, ciri khas Draco.

Montague hanya mengangguk dengan tatapan menantang, Draco tak ambil pusing. Ia melanjutkan jalannya untuk menuju ke perpustakaan Malfoy Manornya.

HER LAST LOVE (part II) | DRAMIONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang