Bocah yang sedari tadi bersalawat itu melompat masuk ke dalam mobil milik Kyai Zuhdi. Pria paruh baya itu baru selesai membantu sang putra masuk ke dalam mobil, sementara Fiya melipat kursi roda Maul dan menaruhnya di bagasi.
"Assalamualaikum!"
Sosok wanita bertubuh semampai dengan balutan seragam guru muncul. Empat orang di sana menjawab salam bersamaan.
"Arza, ayo pulang."
"Ma, aku mau ke Mall dulu sama Mas Aul sama Abi."
"Arza, No! Nggak boleh. Ayo pulang."
Arza seketika menangis. Ia kecewa, tetapi tak bisa melawan sang ibu.
"Nak," panggil Dea lirih, berusaha membujuk sang putra.
"Ustadzah, apa boleh kami ajak Arza? Kasian dia. Cuma sebentar, kok, nggak sampai maghrib paling."
Ucapan sang Kyai membuat bocah yang baru turun dari mobil itu berlari ke arahnya.
"Abi, Arza mau ikut Abi."
Kyai Zuhdi menggendong bocah itu.
"Tapi, Pak. Saya takut Arza merepotkan."
"Mama Dea, ijinin Arza ya? Saya suntuk di rumah jadi pengen jalan-jalan sama Arza juga," kata Maul setengah berteriak dari dalam mobil.
Wanita tiga puluh tahun itu terlihat bingung.
"Dek, boleh ya? Kalau mau ikut, juga nggak apa-apa nemenin Fiya. Gimana?"
"Mama Dea, ayo ikut aja. Sama aku."
Janda beranak satu itu ragu. "Tapi ...."
"Arza nggak mau pulang, Arza maunya ikut Abi sama Mas Aul," teriak Arza tiba-tiba sembari mengalungkan tangan ke leher pria yang menggendongnya.
"Arzaquna," desah Dea.
Fiya menggandeng guru bahasa Indonesia itu. "Ma, ikut yuk? Ya?"
"Jagoan duduk sama Mbak Fiya sama mama ya. Abi yang nyetir, Mas Aul di depan."
Arza menurut, ia begitu gembira saat sang ibu akhirnya mau ikut.
"Udah nggak apa-apa, Ma. Kan, ada aku, insyaallah nggak ada fitnah." Fiya mencoba menenangkan.
Arza sepanjang jalan berceloteh dan sesekali mengajak Maul bersholawat.
"Ma, enak ya punya ayah. Arza seneng. Bisa ajak jalan-jalan. Kalau sama mama aja, Arza nggak pernah diajak jalan-jalan."
Ucapan jujur dari bocah kelas satu MI itu membuat sang ibu mati kutu.
"Arza kok gitu?" tanya Fiya.
"Habisnya, Arza sering diejek yatim yatim gitu. Arza juga nggak bisa ajak ayah di acara sekolah kemarin. Arza sedih, Arza pengen nyusul ayah aja ke rumah Allah."
"Arza!" tegur sang ibu sembari menahan tangis.
Maul dan Kyai Zuhdi yang duduk di depan melirik ke belakang.
"Jagoan, kamu mau ke Mall yang mana?"
"Terserah Mas Aul aja. Arza kan nggak tau."
Pengalihan pembicaraan itu cukup membuat situasi kondusif. Ucapan Arza tadi membuat Maul teringat masa lalunya. Ia sering di-bully teman sekolahnya karena tak punya ayah.
Ejekan dan cemooh orang disekitarnya yang membuat masa kecil Maul kelabu.
"Ul, kenapa?" tanya sang ayah saat melihat putranya melamun meski seolah matanya menatap ke arah Arza yang tengah melompat-lompat ceria bersama Fiya dan diawasi oleh sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROM ALIF TO YA' (OPEN PRE-ORDER)
RomanceMaulana Habibi Az Zukhruf, seorang pemuda yang menekuni profesi sebagai atlit sepak bola, dihadapkan pada pilihan sulit. Antara menikahi gadis pilihannya atau mewujudkan mimpinya sebagai anak yang berbakti pada orang tua. Dua puluh dua tahun, Maul h...