Intel (Part I/III)

1K 33 2
                                    

Kelas 9, gue mendapat respon yang cukup baik dari guru-guru yang mengutuk pacaran di Asy-Syukriyyah. Hal itu bermula dari respon gue tentang pacaran di Facebook. Seperti Bu Nia, Bu Desi, Pa Rama melihat respon gue yang negatif tentang pacaran ini yang akhirnya memilih gue. Memilih gue untuk menjadi intel kelas 9. Bukan itu doang, gue terbilang intel yang aktif di Asy-Syukriyyah, kalo beberapa tahun yang lalu intel tidak aktif karena “solidaritas”. Kini gue jadi independen. Banyak yang benci sama gue, dari yang pacaran bahkan gak yang pacaran.

Banyak respon negatif dari anak-anak tentang profesi baru gue yang diberi oleh guru-guru. Yang ngeblock gue di twitter, yang unfriend gue di facebook, bahkan ada yang meneror gue. Menyuruh gue ngaca karena gue masih punya gebetan. Fasial adalah salah satu dari yang mewakili anak-anak yang secara frontal mention gue di twitter.

“Jangan banyak bacot lu, Im! Jangan ganggu cewek gue!”
“Yeh, cewek lu manja atau apa sih? Ngadu ke elu!”
“Jadi maulu sekarang apa?!”
“Yah, gue mau makan. Gue laper, Sal!”
“LUCU LU! HAHAHAHA!”
“Emang gue pelawak?”
“Eh ngocol lu! Ngaca dong!”
“Lah? Kok ngaca?”
“Iya! Munafik lu! Masih aja juga pacaran sama Dhea!”
“Gue gak pacaran sama Dhea!”
“MUNAFIK LO! Coba lu ngomong putus ke Dhea!”
“Pacaran aja gak! Gimana mau putus!”
“Bilang aja lu pacaran!”
“Gue gak pacaran!”
“Yaudah ngomong!”

Gak enak hati, gue sms dulu ke Dhea. Dhea nanggepin dingin hal itu, gue makin terpojok. Karena gue merasa gak ada yang mendukung gue. Seketika gue inget perkataan Abi (Bapak) gue.

“Fal, ada saatnya islam kembali menjadi stranger, Asing. Akhir dari dunia ini.”
“Fal, pada saatnya yang benar jadi minoritas dan akan dijauhi dari mayoritas.”

Gue memegang kata-kata pembakar semangat gue. Gue gak bego kali ini, perkataan gue gue pikirin berkali-kali. Pada akhirnya, gue mention ke Dhea dan Faisal.

“Noh Sal! Gue udah bilang putus ke Dhea! Sekarang giliran lo!”
“Mana gue mau! Kampret!!!”
“Jadi sekarang siapa yang munafik?”
“Jadi maulu apa sekarang?”
“Gue mau lu mukul gue nanti!”
“Ngapain juga gue mukul lu! Gue masih anggep lu temen ya! Jadi gue maafin lu kari ini!”

Pada akhirnya, gue mengakhiri pertengkaran via twitter. Yang melihat? Semua anak yang nge-follow gue dan Faisal, banyak banget! Banyak yang pro ke Faisal, gue makin dibenci.

Besoknya, semua anak menjauh dari gue dan mendekat ke Faisal, gue gak abis pikir apa yang terjadi dengan dunia ini. Gue selalu ngetwit yang intinya “Kiamat semakin dekat.” Tapi, setelah gue pikir lagi untuk sesaat. Jelaslah kiamat semakin dekat, kalau semakin jauh itu tandanya kita jalan mundur. Kan lucu waktu mundur gak maju.

Faisal sudah, Brian. Kini Brian pacaran dengan Gesya. Ini hal yang paling gue kaget. Gesya memang dulu sudah punya rasa ke Brian. Tapi saat awal masuk gue pernah nanya ke Brian.

“Bri, lu suka sama Gesya?”
“Kagak lah, Im!”
“Serius, Bri?”
“Yaiyalah, Im hahahaha!”

Gue percayai Brian, karena dia orangnya gue kenal jujur ke gue. Tapi, kenyataanya dia pacaran sama Gesya. Gue coba ngomong ke Brian tentang sifat buruk Gesya yang gonta-ganti pasangan, dan kalo udah ganti pasti dia ngejelekin anak yang lain. Brian malah balik dengan perkataan yang paling gue benci.

“Hidup hidup gue! Urusin aja hiduplu!”

Hal itulah yang membuat gue lebih baik diam dan mengalah daripada gue lanjutin. Gak ngefek!

Dua orang itu dari temen sekelas gue. Gue coba memberi pengarahan tapi mereka tolak. Tapi begonya gue malah ngurusin kelas lain. Kelas gue aja belum bisa gue urus malah ke kelas lain.

Ada satu geng, namanya geng Hamba Allah. Iya namanya Hamba Allah, tapi kelaukan jauh dari apa yang Allah Izinkan. Bahakan kata Pa Arief dalam perkataanya sehabis sholat Dzhur itu membuat geng tersebut geram dengan beliau.

“Namanya doang sih Hamba Allah, tapi kelaukan Hamba Iblis!!”

My First GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang