Temen Baru Apa Bau?

657 17 3
                                    

Di SMA ini, tentunya banyak orang random yang gue gak ketahui. Tentunya, pemilihan yang tepat dengan seleksi yang ketat bak bra Jupe harus gue jalani. Memilih satuan atau puluhan teman diantara ratusan orang seperti mencuri sempak tuyul. Itu rumit, dan kalau udah dapet gue mau ngapain? Akhirnya, gue mencoba konsultasi ke si Hisyam.

"Syam, gue pengen cari temen."

"Lu emang gak mau temenan sama semua orang?"

"Yang gue khawatirin, kalau gue temenan sama semua orang nanti gue jadi sibuk."

"Alah, bilang aja biar gak keliatan jones!"

"Kampret lu ye!"

"Hahaha, kalau lu pengen temen. Ya lu pilih sendiri lah, hatilu yang nentuin. Kalau hatilu klop sama orang itu karena lu punya kesamaan, pasti lu bisa deh jadi temen dia."

"Oh gitu ya, Syam?"

"Iya! Hahaha!"

Dia mengakhiri pembicaraan dengan ketawa. Entah kenapa gue merasa dia ketawa karena gue terlalu bego dalam pergaulan hingga gue sampe harus konsultasi ke dia. Ya itukan opini gue, belum tentu maksud dari si Hisyam. Gue harap gitu.

Yaudah, akhirnya gue menyeleksi dengan hati gue. Gue dapet beberapa calon temen gue.. ini mencari temen apa mencari bakat, gue gak tau.

"Hei, Sep!" Gue panggil si Septian, calon temen gue.

"Hei! Hehehehe.... lu.... siapa yak?"

"Kita kan sekelas kampret!"

"Oh iya, Boim!"

"Nah!"

"Ada apa ya?"

"Lu udah punya pacar? Err... maksud gue, lu ke sini make 'vitamin' yak?"

"Belum, lu mau jadi pacar gue, Im? hehehehe."

"Ide yang bagus! Err... maksud gue, serius napa!"

"Hehehehe.. lu sendiri yang ambigu."

"Ya kan gue tijel, masa lu gak tau?"

"Lah? Kita aja baru temenan dari kelas ini. Mana gue tau kalau lu tijel, Im."

"Oh iya yak? Hahahaha.. By the way, lu bilang tadi kita temenan?"

"Seet dah! Ngeloncing amat nih orang, hahaha. Seterah sih, lu mau ya syukur gak juga gapapa. Temen gue banyak!"

"Okedeh."

Setelah gue pikirkan di wc. Ternyata dia mempunyai kesamaan dalam beberapa hal. Pertama, dia ambigu. Kedua, dia jomblo. Yang terakhir, dia cowok. Jadi dapet gue simpulkan dia bisa jadi temen gue... bisa jadi.. tidak tidak.. iya iya. #EatBulgogi

Yang kedua, namanya Nur Hadi Budhi.

"Hey! Kamu Nur Hadi Budhi yak?"

"Iya. Kok kamu tau sih? Kamu stalk twitter aku yah?"

"Err... tijel jasak lu."

"Yeh, kaya gak tau gue aja. Gue kan tijel, masa lu gak tau?"

"Yeh, kita aja baru temenan sekelas. Mana gue tau...." Gue memotong pembicaraan gue sendiri. Ini de javu! Wow hebat..... oke skip.

"Err bukan sekelas maksud gue, temen doang." Lanjut gue.

"Oke fine! Lo! Gue! Ant!"

"Bukan ant tapi end."

"Mulut-mulut siapa?"

"Yaa... mulut lu, sih."

"Nah! Yaudah lu diem aja."

Gue langsung minggat dari tempat binal itu. Kalau gue lanjutin bisa-bisa tempat binal itu bakal jadi ring SmackDown. Gue jadi Bautista, dia jadi Bruce Lee... err gue gak tau siapa aja pemain SmackDown.

Dari pembicaraan yang padat singkat dan hina itu. Gue dapet simpulkan kalau dia terkena hipertijel. Yaitu suatu penyakit psikologis bagi para penderita tijel yang sudah memasuki stadium 4, alias stadium sudirman. Ini mulai tijel, gue harep kalian gak langsung banting komputer atau laptop kalian atau buku kalian kalau jadi novel #amin.

Yang ketiga, namanya Adyana Aprilia. Dia gak tinggi, tapi gak pendek. Dia gak kurus, tapi gak langsing, dia ideal... mungkin.

"Adyana!" Gue manggil dia dengan logat Pak Halim yang agak berat dan agak medhog.

"Apasih Boim! Jones lu ya manggil-manggil gue terus?"

"Yeeh gue seneng aja manggil lu dengan logat gitu, kocak gile."

"Muke gile! Lu pikir si Fatiatus dipanggil Fatius itu lucu?"

"Pft, sekalian aja yak dipanggil Matius."

"Heh! Dasar kutu loncat."

"Dasar ketek uler!"

"Pantat panci!"

"Tai nyender!"

"Sempak mpokariswet."

"Gak lucu lu day!"

"Mulut gue ini bukan mulut lo!"

"Errrr.... lu kayak gak jomblo aja?"

"I....iya juga sih, tapi dulu punya pacar gue! Gak kaya lo!"

"Hahaha! Yang penting jomblo!"

"Hahaha iya juga sih! Tapi gue gak sejones dirilu! HAHAHAHA!"

"..." Gue diem.

Berdasarkan kesimpulan di atas, dia orangnya agak galak. Namum sama dengan gue, jomblo. Agak koplak karena bisa nyambung dalam permainan "penghinaan absurd" tadi. Yang terakhir, dia cewek, agak cerewet. Jadi, dia pantes jadi temen gue. Karena kalau ada yang menang adu bacot sama gue, gue bisa ngadu ke dia. Betapa mulianya ide gue.

Cukup dua, karena dua anak cukup. Jadi menurut gue dua temen cukup. Ditambah 1 lagi sih, si Hisyam. Nampaknya temen baru gue akan membaui kehidupan gue dalam mencari pacar. Gue harep gak begitu akhirnya

My First GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang