Mandiin Motor (I/II)

558 16 0
                                    

Waktu itu, motor gue telah ternodai. Dia dinodai oleh jalan yang berani memberikan kubangan air bekas motor lain. Kalo kubangannya gak kotor mah gapapa, kan motor lain bisa membawa berbagai macam penyakit bagi motor gue. Gue gak mau kalau sampe motor gue sakit, nanti di bawah ke rumah sakit. Soalnya rumah sakit zaman sekarang kebanyakan bakal macet di resepsionis kayak waktu itu.

"Mba, anak saya sakit demam berdarah." Emak gue ngomong ke resepsionis.
"Oke, bu. Yang vip clas atau yang kelas 2?"
"Kelas 2, mbak."
"Mba ada duitnya?"
"Duit mah gampang, tapi urusin anak saya dulu."
"Anak mba gampang, tapi urusin duitnya dulu."

Gara-gara pada berantem. Trombosit gue jadi tinggal 2. . . Ribu, dan bapak baru dateng dengan membawa uang yang dia ambil di ATM.

"Umi, parah banget tuh orang. Masa orang sakit mesti ngurusin uang dulu."
"Mangkannya kamu juga jangan sakit, Pal!" kakak gue nyembur.
"Siapa juga yang mau sakit?"
"Siapa juga yang kamarnya berantakan?" Bapak gue ngeluarin ratunya, skakmat.

Dari hal tersebut, gue harus melakukan penjegahan. Ya itung-itung memanjakan motor gue karena dia udah berjasa dalam hidup gue. Gue bawa dia ke steam motor di pertigaan jalan di Alam Indah.

Di sana, saya bertemu dengan seorang pemuda yang sedang menyirami motor supaya bunganya bermekaran. Hehehehe bukan, maksud gue nyuciin motor orang lain. Gue dateng dengan gagah dan perut yang maju selangkah lebih depan.

"Mas, nyuciin motor saya dong."'
"Yaudah, taruh motornya di sana." Dia nunjuk ke parkiran.

Seraya menunggu giliran, gue duduk di sana. Samping steam motor ada warung yang jual sayuran. Dan ada mesin rautan kelapa yang cara nyalainnya mesti digulung kemudian di tarik. Itu mengganggu telinga gue. Enaknya, karena dekat warung sayur, suka lewat mba-mba make celana leging ketat yang suka mamerin pantatnya. Bedanya sama cewek telanjang itu kalau mba-mba tadi gak ada belahan pantatnya, kalau cewek telanjang ada belahannya.

Motor gue dicuci. Gue liatin motor gue dimandiin. Gak konsisten kan gue? Maunya dimandiin atau di cuci, sama aja.

Beberapa menit kemudian seorang anak naik motor matik yang ada kantung motornya. Dia manggil-manggil ibu warung sayur.

"Teh! Teteh!" teriak anak itu.

Ibu warung itu keluar dengan membawa terong panjang, menkilat, dan ungu.

"Ada apa?"
"Liat uang aku gak?"
"Lah? Emang uang lu ditaro di mana?"
"Di sini." Dia nunjuk kantong motor yang kanan.

Gue yang denger ngomong gitu langsung berpikiran yang kebetulan sama ama yang ibu itu omongin.

"La lu taruh situ, sih. Kan kalo lu taruh di situ mah orang juga ngambil. Emang duitlu ilang berapa?"
"12 ribu, teh"
"Yaudah, abah! Ambilin uang 10 ribu."
"Lah kan ilangnya 12 ribu."
"Salah sendiri, masih untung saya kasih segitu ke kamu."
"Lagian, zaman sekarang mana ada sih orang liat duit nganggur gak diambil?" Abah dateng kemudian ngasih uangnya.

Gue kurang setuju sama pendapat abah itu. Gue kan anak baik-baik, waktu itu gue liat ada duit 200 rupiah di jalan gue diemin. Ada 1000 di jalan gue lewatin. Ada 100 ribu gue check dulu, itu duit gambar tokohnya soekarno hatta atau dora dan boots, kalau soekarno hatta gue ambil, kalau dora dan boots gue ambil terus gue taruh di tempat yang lain.

My First GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang