HIL : 4

24K 1.8K 23
                                    

PART 4

***

Semenjak kepergian neneknya, cinta bagi Naya selalu berada di nomor urutan terakhir. Dia tidak pernah berkencan dengan pria manapun selama 27 tahun hidupnya. Hanya Bara yang sempat membuatnya terlena hingga tidak menyadari jika posisinya hanyalah gadis miskin yang beruntung bisa bersekolah di tempat ternama hanya karena mendapatkan beasiswa.

Keberadaan sosok ayah di hidupnya hanya menjadi beban. Hingga di usianya yang sudah cukup matang, dia belum berani untuk berumahtangga. Sungguh, bukan karena tidak memiliki calon. Nyatanya selain Rayhan, ada beberapa pria yang menyatakan keseriusan pada dirinya. Hanya saja dia masih merasa takut jika sewaktu-waktu ayahnya datang lalu merusak rumah tangganya dalam sekejap. Karena jangankan rumah tangga, masa depannya saja berhasil dibuat lenyap.

Ayahnya memang suka sekali bersikap seenaknya seolah mampu saja membiayai hidupnya. Bahkan diusianya yang sudah menginjak 27 tahun ini, dia masih malu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis lantaran background keluarganya yang kacau balau.

Tok. Tok. Tok.
Tok. Tok. Tok.

Naya yang baru selesai menggoreng nasi sisa kemarin untuk sarapan, lantas mengernyitkan dahi kala mendengar pintu kontrakannya diketuk tak sabaran. Mendesah pelan, ia pun keluar sambil menggerutu.

"Siapa sih yang datang? Awas aja kalau Rayhan, gue gaplok tuh muka glowingnya."

Klek.

"Hai,"

Bola mata Naya kontan melotot begitu mendapati wajah pria yang paling dibencinya berdiri di depan pintu kontrakannya tanpa rasa bersalah.

"Darimana Anda tahu tempat tinggal saya?" tanyanya dengan sorot dingin.

"Anda?" seru Bani dengan nada penuh penekanan.

"Kamu memanggil Papa kamu sendiri dengan sebutan Anda? Dasar anak tidak tahu diri!"

Naya tertawa miris sebelum kembali melemparkan tatapan tajam pada sosok pria yang tak pernah lagi dirinya inginkan kembali ke hidupnya.

"Papa? Setelah apa yang Anda lakukan selama ini, apakah Anda masih merasa begitu pantas disebut sebagai seorang Papa?"

Dengan gerakan sigap Naya berhasil menangkis tangan Bani yang bersiap untuk menamparnya.

"Anda sama sekali tidak memiliki hak untuk menyentuh saya! Dan apa yang Anda katakan sebelumnya? Saya anak tidak tahu diri? Haruskah saya memberikan Anda cermin?" tangannya mengepal kuat dengan napas yang tak lagi beraturan. Ingin rasanya memukul pria dihadapannya yang telah menghancurkan masa depannya, namun ia berusaha kuat untuk menahan diri. Karena walau bagaimanapun juga, pria itu tetaplah ayahnya.

"Setelah membuat hidup saya hancur, juga menguras habis seluruh tenaga dan uang saya, bagaimana bisa Anda mengatakan saya tidak tahu diri? Lantas, sebutan apa yang pantas untuk seorang Ayah seperti Anda? Bajingan? Sepertinya masih terlalu bagus."

Plak.

Naya terkekeh pelan sembari mengusap pipinya yang ditampar kencang oleh pria yang masih ingin disebut sebagai ayah, namun tingkahnya tak lebih dari seorang keparat.

Hurt in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang